Harga Minyak Menguat, Tapi Masih Dihantui Brexit

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
18 January 2019 12:49
Namun, sentimen negatif juga masih menahan naiknya harga minyak
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Bukti-bukti perlambatan ekonomi dunia akibat perang dangan AS-China sudah makin tampak, bahkan dengan mata telanjang.

Biro Statistik China mencatatkan inflasi di tingkat produsen (PPI) pada Desember 2018 hanya sebesar 0,9% year-on-year (YoY), yang merupakan laju paling lambat sejak September 2019.

Ditambah lagi rilis data dari China Passenger Car Association yang mencatat penurunan penjualan mobil sebesar 5,8% di tahun 2018 dibandingkan tahun sebelumnya. Dimana penjualan mobil sepanjang 2018 hanya sebanyak 22,35 juta unit.

Slain itu, Purchasing Manager's Indeks (PMI) manufaktur Korea Selatan versi Nikkei/Markit Desember 2018 juta tercatat mengalami kontraksi ke 49,8 dari 49,9 di bulan November 2018.

Sementara itu pembacaan awal pertumbuhan ekonomi Singapura kuartal IV-2018 berada di level 2,2% secara tahunan (YoY). Jauh berada di bawak konsensus pasar yang sebesar 3,2% YoY.

Gonjang-ganjing Brexit yang tak kunjung usai turut menambah kekhawatiran pasar akan perlambatan ekonomi dunia. Pasca ditolaknya proposal kesepakatan Brexit oleh parlemen, nasib Inggris menjadi terkatung-katung. Apalagi jadwal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa sudah semakin dekat (29 Maret 2019).

Bila ujungnya benar-benar No Deal Brexit, maka Inggris harus membayar bea ekspor dan impor baru dalam perdagangannya dengan Uni Eropa. Beberapa analis memprediksi pertumbuhan ekonomi Inggris akan minus 8% tahun ini kalau hal tersebut terjadi.

Efeknya akan mirip dengan perang dagang AS-China, dimana seluruh mitra dagang (hampir seluruh dunia) akan merasakan perlambatan arus perdagangan, mengingat Inggris merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-5 dunia.

Selain itu, melonjaknya pasokan minyak AS juga membawa tekanan bagi kesetimbangan fundamental. Kemarin, U.S Energi Information Administration (EIA) merilis data produksi minyak AS per 11 Jaunuari 2019. Dalam rilisnya, produksi minyak AS terus merangkak naik hingga menyentuh rekor baru sebesar 11,9 juta barel/hari. Dengan begitu, sejak awal tahun produksi minyak Negeri Paman Sam sudah meningkat 2,4 juta barel/hari.

Lebih jauh lagi, EIA memprediksi produksi minyak AS masih akan tumbuh tahun ini, dan menembus rekor diatas 12 juta barel/hari, seiring berubahnya AS menjadi net eksportir minyak pada 2020, mengutip Reuters.



TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular