
Awas IHSG Dekati Zona Merah, Gara-gara Bank Indonesia?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 January 2019 15:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah menguat 0,49% pada akhir sesi 1 ke level 6.444,86, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini justru mendekati zona merah. Pada pukul 14:42 WIB, penguatan IHSG hanya tersisa 0,14% ke level 6.422,55.
Beberapa saat yang lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa suku bunga acuan atau 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di angka 6%. Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia.
Sejatinya IHSG sudah turun sejak awal sesi 2 dimulai, sebelum kebijakan suku bunga acuan diumumkan. Itu juga tampak bila mencermati kinerja bursa saham utama di kawasan Asia.
Sebelumnya pada penutupan perdagangan IHSG sesi 1, mayoritas bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan menguat: indeks Shanghai naik 0,46%, indeks Hang Seng naik 0,37%, dan indeks Kospi naik 0,14%.
Kini, situasinya justru berbalik. Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan melemah: indeks Nikkei turun 0,2%, indeks Shanghai turun 0,42%, indeks Hang Seng turun 0,43%, dan indeks Straits Times turun 0,38%.
Sejumlah sentimen positif dan negatif memang tarik-ulur membawa bursa saham regional bolak-balik ke zona hijau dan merah pada hari ini. Berbicara mengenai sentimen positif, stimulus moneter dan fiskal yang diberikan oleh para pengambil kebijakan di China memberikan kelegaan bagi pelaku pasar saham.
Pada Selasa (15/1/2019), Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa mereka akan mengimplimentasikan pemotongan pajak dan biaya yang lebih besar. Hal ini dilakukan guna meredam perlambatan ekonomi yang sedang terjadi di Negeri Panda.
Melansir Reuters, beberapa analis percaya bahwa China dapat memberlakukan pemotongan pajak dan biaya senilai CNY 2 triliun. Selain itu, China juga diyakini akan memperbolehkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi khusus (special bond) senilai CNY 2 triliun yang sebelumnya banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting.
Kemudian kemarin (16/1/2019), People's Bank of China selaku bank sentral China menyuntikkan dana senilai CNY 560 miliar (US$ 83 miliar) ke perbankan mealui operasi pasar terbuka. Suntikan sebesar CNY 560 miliar tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah China. Dengan likuiditas yang kian longgar, suku bunga kredit diharapkan bisa ditekan dan memacu laju perekonomian China.
Beralih ke sentimen negatif, anggota parlemen AS kemarin memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) yang akan melarang penjualan cip buatan AS beserta komponen lainnya kepada Huawei, ZTE Corp, dan perusahaan telekomunikasi China lainnya yang melanggar sanksi AS atau peraturan terkait ekspor.
RUU ini diperkenalkan tidak lama menjelang laporan dari Wall Street Journal yang menyebut bahwa aparat hukum AS sedang melakukan investigasi terhadap Huawei. Investigasi ini terkait dengan tuduhan bahwa Huawei telah mencuri teknologi dari rekannya di AS seperti raksasa penyedia jasa layanan telekomunikasi T-Mobile.
'Serangan' dari AS kepada Huawei lantas berpotensi membuat negosiasi dagang antara AS dengan China memanas.
Sentimen negatif yang kedua datang dari ketidakpastian terkait dengan proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang masih besar. Kemarin waktu setempat, Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil lolos dari ancaman digulingkan dari pemerintahan setelah memenangkan pemungutan suara atas mosi tidak percaya di parlemen dengan skor 325 berbanding 306. Kemenangan tipis, tetapi cukup untuk mengamankan posisi May.
Namun masalah di Inggris belum selesai, karena waktu semakin dekat menuju 29 Maret 2019, tanggal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris bisa saja keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa (No Deal Brexit) karena proposal yang diusung pemerintah tidak disetujui parlemen.
"Kita harus bekerja sama. Saya mengajak seluruh anggota parlemen dari seluruh partai untuk bersama menemukan jalan keluar. Ini saatnya mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan," tegas May, mengutip Reuters.
Jadi menurut kami, laju IHSG yang kini mendekati zona merah bukan disebabkan oleh keputusan BI yang menahan tingkat suku bunga acuan. Seharusnya, kebijakan tersebut justru berdampak positif bagi saham-saham perbankan dan IHSG secara keseluruhan.
Pasalnya, dengan tak dinaikannya suku bunga acuan, maka bank tak perlu mengerek suku bunga deposito yang pada akhirnya berpotensi menekan net interest margin (NIM). Sepanjang 9 bulan pertama tahun 2018, NIM dari bank-bank BUKU 4 tertekan lantaran kenaikan suku bunga deposito tak bisa di pass through kepada suku bunga kredit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Mengukur Efek Penurunan Suku Bunga Acuan
Beberapa saat yang lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa suku bunga acuan atau 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di angka 6%. Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia.
Sejatinya IHSG sudah turun sejak awal sesi 2 dimulai, sebelum kebijakan suku bunga acuan diumumkan. Itu juga tampak bila mencermati kinerja bursa saham utama di kawasan Asia.
Kini, situasinya justru berbalik. Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan melemah: indeks Nikkei turun 0,2%, indeks Shanghai turun 0,42%, indeks Hang Seng turun 0,43%, dan indeks Straits Times turun 0,38%.
Sejumlah sentimen positif dan negatif memang tarik-ulur membawa bursa saham regional bolak-balik ke zona hijau dan merah pada hari ini. Berbicara mengenai sentimen positif, stimulus moneter dan fiskal yang diberikan oleh para pengambil kebijakan di China memberikan kelegaan bagi pelaku pasar saham.
Pada Selasa (15/1/2019), Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa mereka akan mengimplimentasikan pemotongan pajak dan biaya yang lebih besar. Hal ini dilakukan guna meredam perlambatan ekonomi yang sedang terjadi di Negeri Panda.
Melansir Reuters, beberapa analis percaya bahwa China dapat memberlakukan pemotongan pajak dan biaya senilai CNY 2 triliun. Selain itu, China juga diyakini akan memperbolehkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi khusus (special bond) senilai CNY 2 triliun yang sebelumnya banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting.
Kemudian kemarin (16/1/2019), People's Bank of China selaku bank sentral China menyuntikkan dana senilai CNY 560 miliar (US$ 83 miliar) ke perbankan mealui operasi pasar terbuka. Suntikan sebesar CNY 560 miliar tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah China. Dengan likuiditas yang kian longgar, suku bunga kredit diharapkan bisa ditekan dan memacu laju perekonomian China.
Beralih ke sentimen negatif, anggota parlemen AS kemarin memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) yang akan melarang penjualan cip buatan AS beserta komponen lainnya kepada Huawei, ZTE Corp, dan perusahaan telekomunikasi China lainnya yang melanggar sanksi AS atau peraturan terkait ekspor.
RUU ini diperkenalkan tidak lama menjelang laporan dari Wall Street Journal yang menyebut bahwa aparat hukum AS sedang melakukan investigasi terhadap Huawei. Investigasi ini terkait dengan tuduhan bahwa Huawei telah mencuri teknologi dari rekannya di AS seperti raksasa penyedia jasa layanan telekomunikasi T-Mobile.
'Serangan' dari AS kepada Huawei lantas berpotensi membuat negosiasi dagang antara AS dengan China memanas.
Sentimen negatif yang kedua datang dari ketidakpastian terkait dengan proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang masih besar. Kemarin waktu setempat, Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil lolos dari ancaman digulingkan dari pemerintahan setelah memenangkan pemungutan suara atas mosi tidak percaya di parlemen dengan skor 325 berbanding 306. Kemenangan tipis, tetapi cukup untuk mengamankan posisi May.
Namun masalah di Inggris belum selesai, karena waktu semakin dekat menuju 29 Maret 2019, tanggal resmi Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris bisa saja keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa (No Deal Brexit) karena proposal yang diusung pemerintah tidak disetujui parlemen.
"Kita harus bekerja sama. Saya mengajak seluruh anggota parlemen dari seluruh partai untuk bersama menemukan jalan keluar. Ini saatnya mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan," tegas May, mengutip Reuters.
Jadi menurut kami, laju IHSG yang kini mendekati zona merah bukan disebabkan oleh keputusan BI yang menahan tingkat suku bunga acuan. Seharusnya, kebijakan tersebut justru berdampak positif bagi saham-saham perbankan dan IHSG secara keseluruhan.
Pasalnya, dengan tak dinaikannya suku bunga acuan, maka bank tak perlu mengerek suku bunga deposito yang pada akhirnya berpotensi menekan net interest margin (NIM). Sepanjang 9 bulan pertama tahun 2018, NIM dari bank-bank BUKU 4 tertekan lantaran kenaikan suku bunga deposito tak bisa di pass through kepada suku bunga kredit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Mengukur Efek Penurunan Suku Bunga Acuan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular