Rupiah Terdampar ke 'Zona Degradasi' Klasemen Mata Uang Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 January 2019 10:34
Rupiah Terdampar ke 'Zona Degradasi' Klasemen Mata Uang Asia
Ilustrasi Dolar dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan. Rupiah juga ikut melemah di perdagangan pasar spot. 

Pada Kamis (17/1/2019), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.158. Rupiah melemah tipis 0,03% dibandingkan hari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 4 Januari. 

Pelemahan ini membuat rupiah terdepresiasi selama 3 hari perdagangan beruntun. Selama 3 hari ini, rupiah melemah 0,75%. 



Rupiah juga melemah di pasar spot, tetapi pelemahannya jauh lebih dalam. Pada pukul 10:06 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.165 atau melemah 0,35% dibandingkan posisi penutupan sehari sebelumnya. 



Seperti rupiah, sebagian besar mata uang Asia juga melemah. Namun kabar buruknya adalah rupiah menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam di Asia.  

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:09 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Faktor domestik sepertinya cukup berperan mengantarkan rupiah ke 'zona degradasi' klasemen mata uang Asia. Pertama, harus diakui bahwa rupiah sudah menguat terlalu kencang. 

Sejak akhir 2018 hingga kemarin, rupiah sudah menguat 1,81%. Sedangkan dalam sebulan terakhir, penguatan rupiah mencapai 3,35%. Luar biasa. 

 

Penguatan yang sudah terlalu tajam ini membuat rupiah rentan mengalami koreksi teknikal. Sebagian investor mungkin terpancing untuk melepas rupiah karena cuan yang didapat sudah lumayan banyak. Tekanan jual akan selalu membayangi rupiah, sehingga rentan mengalami depresiasi. 

Kemudian, investor juga masih terngiang dengan rilis neraca perdagangan Desember 2018 yang mengalami defisit US$ 1,1 miliar. Artinya sepanjang kuartal IV-2018 neraca perdagangan selalu defisit, hattrick 3 bulan beruntun. 

Ini membuat nasib transaksi berjalan (current account) menjadi suram. Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), memperkirakan transaksi berjalan kuartal IV-2018 defisit US$ 8,8 miliar. Tidak banyak berubah dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 8,85 miliar. 

Artinya, fundamental penyokong rupiah bisa dikatakan cukup rentan karena pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa masih seret cenderung kurang. Akibatnya, rupiah menjadi rawan terseret ke zona merah. 

Lalu, investor juga menantikan rilis suku bunga acuan Januari 2019. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih akan menahan suku bunga acuan di angka 6%. 

Sembari menunggu pengumuman dari BI, pasar memilih untuk belum mengoleksi rupiah. Ditambah faktor penguatan yang sudah terlalu cepat dan ancaman defisit transaksi berjalan, rupiah pun semakin tertekan.  


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular