Soal Melemah Terhadap Dolar AS, Rupiah Nomor 1 Asia Pagi Ini

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 January 2019 09:28
Investor Cemaskan Brexit dan Transaksi Berjalan
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Mayoritas mata uang Asia mengalami pelemahan, sehingga faktor eksternal kental mewarnai depresiasi rupiah. Sepertinya investor memilih bermain aman sembari menanti perkembangan dari Inggris. 

Proposal Brexit yang diusung pemerintahan Perdana Menteri Theresa May ditolak, dengan hasil 432 berbanding 202. Ini adalah kekalahan terbesar dalam voting untuk pemerintah dalam sejarah Inggris modern. 

Pilihan yang tersisa bagi May kini tinggal yang pahit-pahit. Inggris tidak memperoleh kompensasi apa-apa dari Brexit (No Deal Brexit), membatalkan Brexit dan kembali ke pangkuan Uni Eropa, mencoba melobi Brussel untuk meminta konsesi, menunda Brexit yang sedianya berlangsung 29 Maret 2019, referendum dan melakukan pemungutan suara Brexit kedua bagi rakyat Inggris, atau mundur dari jabatannya dan menggelar pemilu. 

Menurut seorang sumber, mengutip Reuters, para anggota parlemen sedang merumuskan penundaan Brexit. Hal itu terungkap usai Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond, Menteri Urusan Bisnis Inggris Greg Clark, dan Menteri Urusan Bexit Inggris Stephen Barclay melakukan conference call dengan para pengusaha. 

"Sedang ada persiapan untuk menunda Artikel 50 (pemisahan Inggris dari Uni Eropa). Kita harus menunggu bagaimana perkembangan di gedung parlemen," ungkap sang sumber. 

Kini nasib Brexit menjadi buram. Investor menantikan langkah selanjutnya dari pemerintahan May, yang dibayangi oleh mosi tidak percaya dari parlemen. Jeremy Corbyn, Pimpinan Partai Buruh, menegaskan mosi tidak percaya kemungkinan diumumkan dalam waktu 24 jam. 

Sambil menunggu hadirnya kepastian, investor memilih bermain aman. Ini terlihat dari yen Jepang yang mampu menguat. Mata uang Negeri Matahari Terbit sudah lama dikenal sebagai safe haven, tempat perlindungan bagi investor kala situasi sedang tidak pasti. 

Sementara dari dalam negeri, investor mulai mencemaskan prospek transaksi berjalan (current account) Indonesia. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data defisit neraca perdagangan Desember 2018 sebesar US$ 1,1 miliar. Ini membuat neraca perdagangan selama kuartal IV-2018 selalu defisit. 

Oleh karena itu, kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal IV-2018 masih akan membukukan defisit yang cukup dalam, sekitar 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurut perkiraan Bank Indonesia (BI). Fundamental penyokong rupiah sejatinya agak rapuh sehingga mata uang Tanah Air masih berpotensi melemah. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular