
Rupiah Menguat di Kurs Acuan, Galau di Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 January 2019 10:33

Pelemahan rupiah yang menipis disebabkan oleh pembalikan arah yang dialami dolar AS. Pada pukul 10:14 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,15%. Dini hari tadi, indeks ini sempat menguat 0,35%.
Kini, komentar Gubernur The Federal Reserve/The Fed Jerome 'Jay' Powell malah merugikan dolar AS. Kemarin, pengganti Janet Yellen tersebut kembali melontarkan pernyataan bernada dovish.
"Dengan inflasi rendah dan terkendali, kami bisa lebih sabar dan memantau dengan saksama bagaimana narasi pada 2019," tuturnya, mengutip Reuters.
Tidak hanya Powell, pernyataan Wakil Gubernur Richard Clarida pun kian memberi konfirmasi bahwa The Fed sudah melunak. Clarida memberi sinyal The Fed harus siap mengubah posisi (stance) kebijakan menjadi ke arah pro pertumbuhan ekonomi.
"Pertumbuhan ekonomi negara-negara lain mengalami moderasi. Perkembangan ini berdampak kepada perekonomian AS. Jika situasi ini bertahan, maka kebijakan moneter harus berubah untuk mengatasi hal tersebut," kata Clarida, mengutip Reuters.
Akibatnya, prospek kenaikan suku bunga acuan menjadi semakin buram. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan The Fed menahan suku bunga pada rapat Januari dan Maret sangat besar yaitu masing-masing 99,5% dan 94,3%.
Tanpa pemanis berupa kenaikan suku bunga acuan (setidaknya dalam waktu dekat), membuat dolar AS mundur teratur. Keperkasaan dolar AS ternyata tidak mampu bertahan lama.
Perkembangan harga minyak juga suportif terhadap rupiah. Pada pukul 10:25 WIB, harga minyak brent turun 0,31% dan light sweet berkurang 0,19%.
Penurunan harga minyak, jika bertahan lama, bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah. Saat harga minyak lebih murah, maka biaya impornya bisa dikurangi sehingga meringankan beban transaksi berjalan (current account).
Apabila defisit transaksi berjalan lebih terkendali, maka fundamental penopang rupiah akan menjadi lebih kuat. Rupiah pun punya ruang untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kini, komentar Gubernur The Federal Reserve/The Fed Jerome 'Jay' Powell malah merugikan dolar AS. Kemarin, pengganti Janet Yellen tersebut kembali melontarkan pernyataan bernada dovish.
"Dengan inflasi rendah dan terkendali, kami bisa lebih sabar dan memantau dengan saksama bagaimana narasi pada 2019," tuturnya, mengutip Reuters.
"Pertumbuhan ekonomi negara-negara lain mengalami moderasi. Perkembangan ini berdampak kepada perekonomian AS. Jika situasi ini bertahan, maka kebijakan moneter harus berubah untuk mengatasi hal tersebut," kata Clarida, mengutip Reuters.
Akibatnya, prospek kenaikan suku bunga acuan menjadi semakin buram. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan The Fed menahan suku bunga pada rapat Januari dan Maret sangat besar yaitu masing-masing 99,5% dan 94,3%.
Tanpa pemanis berupa kenaikan suku bunga acuan (setidaknya dalam waktu dekat), membuat dolar AS mundur teratur. Keperkasaan dolar AS ternyata tidak mampu bertahan lama.
Perkembangan harga minyak juga suportif terhadap rupiah. Pada pukul 10:25 WIB, harga minyak brent turun 0,31% dan light sweet berkurang 0,19%.
Penurunan harga minyak, jika bertahan lama, bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah. Saat harga minyak lebih murah, maka biaya impornya bisa dikurangi sehingga meringankan beban transaksi berjalan (current account).
Apabila defisit transaksi berjalan lebih terkendali, maka fundamental penopang rupiah akan menjadi lebih kuat. Rupiah pun punya ruang untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular