
Sentimen Eskternal Mendukung, IHSG ke Zona Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 January 2019 09:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,3% ke level 6.347,97. Pada pukul 9:25 WIB, IHSG memperlebar penguatannya menjadi 0,36% ke level 6.351,19.
Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan menguat: indeks Nikkei naik 0,87%, indeks Shanghai naik 0,55%, indeks Hang Seng naik 0,31%, indeks Strait Times naik 0,59%, dan indeks Kospi naik 0,51%.
Sentimen eksternal yang kondusif membuat IHSG mampu melaju di zona hijau. Yang pertama adalah hubungan antara AS-China di bidang perdagangan yang kian mesra. Kemarin sore (10/1/2019), Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan bahwa ada perkembangan yang dicapai terkait dengan isu-isu struktural seperti pemaksaan transfer teknologi dan perlindungan kekayaan intelektual. Perkembangan ini dicapai pada negosiasi dagang yang berlangsung selama 3 hari pertama pekan ini.
Pemaksaan transfer teknologi dan perlindungan kekayaan intelektual merupakan permasalahan yang sangat sulit untuk diselesaikan sejauh ini. Lantas, pernyataan dari Gao Feng berhasil menenangkan pelaku pasar.
Kemudian, Reuters memberitakan bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertandang ke Washington untuk bertemu dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.
"Rencananya adalah Liu He akan datang ke Washington. Namun sepengetahuan saya, waktunya belum ditetapkan. Apakah sebelum Tahun Baru Imlek atau sesudahnya," ungkap Myron Brilliant, Kepala Grup Perdagangan Internasional US Chamber of Commerce, mengutip Reuters.
Sentimen positif dari sisi eksternal yang kedua datang dari pernyataan Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell. Berbicara di forum Economic Club of Washington, sang The Fed-1 menegaskan pandangan bahwa bank sentral Negeri Paman Sam akan lebih berhati-hati dalam melakukan normalisasi suku bunga acuan.
"Dengan inflasi rendah dan terkendali, kami bisa lebih sabar dan memantau dengan saksama bagaimana narasi pada 2019," tuturnya, mengutip Reuters.
Belakangan ini, rilis data ekonomi di AS yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar dunia seringkali menunjukkan adanya perlambatan. Perang dagang dengan China yang hingga kini belum bisa diselesaikan secara tuntas merupakan salah satu hal yang menekan laju perekonomian Negeri Paman Sam.
Jika The Fed tak kelewat agresif kedepannya, perekonomian AS menjadi memiliki modal tambahan untuk mengarungi tantangan-tantangan yang sedang dihadapinya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah
Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan menguat: indeks Nikkei naik 0,87%, indeks Shanghai naik 0,55%, indeks Hang Seng naik 0,31%, indeks Strait Times naik 0,59%, dan indeks Kospi naik 0,51%.
Sentimen eksternal yang kondusif membuat IHSG mampu melaju di zona hijau. Yang pertama adalah hubungan antara AS-China di bidang perdagangan yang kian mesra. Kemarin sore (10/1/2019), Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan bahwa ada perkembangan yang dicapai terkait dengan isu-isu struktural seperti pemaksaan transfer teknologi dan perlindungan kekayaan intelektual. Perkembangan ini dicapai pada negosiasi dagang yang berlangsung selama 3 hari pertama pekan ini.
Kemudian, Reuters memberitakan bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertandang ke Washington untuk bertemu dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.
"Rencananya adalah Liu He akan datang ke Washington. Namun sepengetahuan saya, waktunya belum ditetapkan. Apakah sebelum Tahun Baru Imlek atau sesudahnya," ungkap Myron Brilliant, Kepala Grup Perdagangan Internasional US Chamber of Commerce, mengutip Reuters.
Sentimen positif dari sisi eksternal yang kedua datang dari pernyataan Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell. Berbicara di forum Economic Club of Washington, sang The Fed-1 menegaskan pandangan bahwa bank sentral Negeri Paman Sam akan lebih berhati-hati dalam melakukan normalisasi suku bunga acuan.
"Dengan inflasi rendah dan terkendali, kami bisa lebih sabar dan memantau dengan saksama bagaimana narasi pada 2019," tuturnya, mengutip Reuters.
Belakangan ini, rilis data ekonomi di AS yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar dunia seringkali menunjukkan adanya perlambatan. Perang dagang dengan China yang hingga kini belum bisa diselesaikan secara tuntas merupakan salah satu hal yang menekan laju perekonomian Negeri Paman Sam.
Jika The Fed tak kelewat agresif kedepannya, perekonomian AS menjadi memiliki modal tambahan untuk mengarungi tantangan-tantangan yang sedang dihadapinya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah
Most Popular