Rupiah Sang Raja Asia Kembali dari Pengasingan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 January 2019 16:44
Rupiah Sang Raja Asia Kembali dari Pengasingan
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Edward Ricardo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah bahkan aman dan nyaman seharian berada di zona hijau. 

Pada Kamis (10/1/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.050 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,5% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seharian ini, rupiah tidak pernah menyentuh zona merah. Tidak seperti kemarin, di mana rupiah sempat melemah jelang tengah hari dan baru bangkit jelang penutupan pasar. 

Penguatan rupiah sempat tergerus ke kisaran 0,2%. Namun ternyata kekhawatiran rupiah terpeleset ke area depresiasi tidak terbukti, karena kemudian mata uang Tanah Air malah melaju semakin kencang. 


Meski rupiah terus menguat, tetapi dolar AS belum mampu didorong ke bawah Rp 14.000. Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Mayoritas mata uang Asia memang menguat terhadap dolar AS. Namun rupiah spesial, karena penguatannya menjadi nomor 1 di Asia.  

Mahkota raja Asia yang terlepas selama 2 hari kini kembali direbut oleh rupiah. Sang raja sudah kembali dari pengasingan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 16:18 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sebagian besar mata uang Asia mampu menguat karena memang dolar AS sedang dalam posisi defensif. Hari ini, pemberat langkah dolar AS adalah rilis data notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Desember 2018. Dalam notulensi tersebut, terlihat bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega sudah menunjukkan sikap yang tidak lagi agresif. 

"Banyak dari peserta rapat menyampaikan pandangan bahwa, terutama melihat perkembangan inflasi yang senyap, Komite bisa bersabar dalam hal penerapan kebijakan moneter yang lebih ketat. Beberapa peserta rapat juga menyebutkan bahwa sebelum The Fed kembali menaikkan suku bunga, ada baiknya mempertimbangkan berbagai risiko yang semakin nyata dalam beberapa bulan terakhir," papar notulensi itu. 

Sikap The Fed yang semakin hati-hati mengarah ke dovish ini membuat prospek kenaikan suku bunga acuan di AS semakin suram. Pertemuan komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) berikutnya adalah pada 30 Januari. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas The Fed untuk menahan suku bunga acuan di 2,25-2,5% adalah 98,4%. 

Kemudian pada rapat FOMC 20 Maret, Federal Funds Rate juga diperkirakan belum naik. CME Fedwatch mencatat kemungkinan suku bunga acuan ditahan mencapai 96,9%. 

Tanpa kenaikan suku bunga acuan (setidaknya dalam waktu dekat), berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik. Permintaan dolar AS berkurang sehingga nilainya melemah. 

Selain itu, risk appetite investor juga meningkat karena perkembangan dari China. Selepas dialog dagang AS-China di Beijing yang berakhir kemarin, Presiden AS Donald Trump dan Wakil Presiden China Wang Qishang dijadwalkan bertemu di sela-sela World Economic Forum di Davos (Swiss) pada 22 Januari, seperti dikutip dari Reuters. 

Investor optimistis bahwa Beijing dan Washington akan mampu memperbaiki hubungan yang sempat panas tahun lalu akibat perang dagang. Dalam dialog dagang di Beijing kemarin, Kementerian Perdagangan China menilai hasilnya cukup memuaskan. 

"Kedua pihak menjalani diskusi yang meluas, dalam, dan menyeluruh mengenai isu-isu struktural dan perdagangan. Intinya, terjadi kesepahaman bersama yang menjadi dasar resolusi. Kedua negara juga sepakat untuk terus menjalin hubungan yang erat," sebut pernyataan Kementerian Perdagangan China, mengutip Reuters. 

Pertemuan Trump- Wang diperkirakan semakin memperjelas arah hubungan kedua negara menuju damai dagang. Sesuatu yang sangat dinantikan oleh pelaku ekonomi di seluruh dunia. 

Kabar tersebut cukup ampuh untuk menaikkan risk appetite pelaku pasar. Arus modal mengalir deras ke pasar keuangan negara-negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. 

Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 771,9 miliar yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mantap menguat 0,9%. IHSG bahkan menjadi yang terbaik di antara indeks bursa saham utama Asia. 

Sementara di pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 3,3 basis poin. Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. 

Hal lain yang membantu rupiah adalah perkembangan harga minyak. Sepanjang hari ini, harga minyak menghabiskan waktu di teritori negatif. Pada pukul 16:29 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 1,43% sementara light sweet anjlok 1,49%.  

Koreksi harga minyak menjadi sentimen positif bagi rupiah. Ketika harga minyak turun, maka nilai impor Indonesia akan ikut berkurang sehingga bisa meringankan beban transaksi berjalan (current account).

Saat transaksi berjalalan membaik maka fundamental penyokong rupiah akan lebih kuat. Sebab, devisa dari ekspor-impor barang dan jasa bisa lebih memadai. Artinya, rupiah punya ruang untuk terapresiasi. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular