Terbaik di ASEAN, IHSG Juara 2 di Asia Pasifik

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 January 2019 11:18
Terbaik di ASEAN, IHSG Juara 2 di Asia Pasifik
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Walaupun membukukan imbal hasil negatif, performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun 2018 juga patut diacungi jempol. Sepanjang tahun lalu, IHSG terkoreksi sebesar 2,54%.

Jika dibandingkan dengan kinerja indeks saham utama dari negara-negara anggota ASEAN, performa IHSG ternyata menjadi yang terbaik. Kemudian jika dibandingkan dengan kinerja indeks saham utama dari negara-negara kawasan Asia Pasifik, performa IHSG menjadi yang terbaik kedua setelah India.





Tahun 2018 memang merupakan tahun yang sulit bagi pasar saham global. Ada 2 isu utama yang menekan jalannya perdagangan sepanjang tahun ini, yakni perang dagang dan normalisasi oleh The Federal Reserve selaku bank sentral AS.

Presiden AS Donald Trump memantik sell-off di bursa saham dunia pada bulan Maret kala mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium yang masuk ke AS, termasuk dari China yang merupakan eksportir baja terbesar dunia.

Mulai dari sinilah perang balas-membalas bea masuk antar kedua negara terjadi. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru untuk produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China menyasar US$ 110 miliar produk asal AS.


Kemudian, normalisasi yang terus dilakukan oleh The Fed juga ikut memukul mundur laju bursa saham dunia sepanjang tahun 2018. Sepanjang tahun lalu, Jerome Powell dan kolega telah mengerek suku bunga acuan sebanyak 4 kali dengan total 100 bps.

Memang, perekonomian AS sedang panas-panasnya. Pada kuartal-I, II, dan III 2018 secara berturut-turut, perekonomian AS tumbuh sebesar 2%, 4,2%, dan 3,4% (QoQ annualized). Capaian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan capaian pada kuartal-I-III 2017 yang masing-masing sebesar 1,4%, 3,1%, dan 3,2%.

Namun dengan perang dagang yang terus tereskalasi, dikhawatirkan normalisasi yang kelewat agresif akan memukul mundur laju perekonomian dunia secara signifikan.

BERLANJUT KE HALAMAN DUA

Salah satu hal yang membuat pasar saham Indonesia cenderung lebih kebal dalam menghadapi tekanan eksternal adalah pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik.

Pada tahun 2017, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,1%. Pada tahun 2018, pertumbuhannya diproyeksikan stagnan di level 5,1%. Namun, capaian ini lebih baik dari kebanyakan negara-negara tetangga yang pertumbuhan ekonominya diproyeksikan melambat.

Dari kawasan ASEAN misalnya, pertumbuhan ekonomi Malaysia diproyeksikan melandai ke level 4,7% pada tahun 2018, dari yang sebelumnya 5,9% pada tahun 2017. Pertumbuhan ekonomi Filipina diproyeksikan melandai ke level 6,5%, dari yang sebelumnya 6,7%. Beralih ke Vietnam, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan melambat ke level 6,6%, dari yang sebelumnya 6,8%.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik tersebut juga didukung oleh inflasi yang rendah. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi tahun 2018 berada di level 3,07%, di bawah target yang sebesar 3,2%.

“Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, mengenai inflasi berdasarkan survey Bank Indonesia sampai Desember 2018, diperkirakan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) 0,56% month-to-month, kalau year-on-year-nya 3,07%,” papar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

Pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik dan inflasi yang rendah membuat pasar saham Indonesia bisa mengarungi tahun 2018 dengan lebih baik dari negara-negara tetangga.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular