
Terbaik di Asia, Rupiah Siap Beri Kado Akhir Tahun?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 December 2018 10:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah juga menguat di kurs acuan.
Pada Senin (31/12/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.481 di kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor. Rupiah menguat 0,42% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Penguatan rupiah di kurs acuan telah berlangsung selama 3 hari perdagangan beruntun. Dalam periode ini, rupiah menguat hingga 0,83%.
Meski begitu, penguatan rupiah akhir-akhir ini belum bisa menutup depresiasi yang sudah terjadi. Sejak awal tahun, rupiah melemah 6,93% terhadap greenback di kurs acuan.
Sementara d pasar spot, US$ 1 berada di Rp 14.480 kala pembukaan perdagangan. Rupiah menguat 0,52% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah kian menjadi. Pada pukul 09:32 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 14.440 di mana rupiah menguat 0,79%.
Sejak Oktober, rupiah seakan menemukan momentum setelah teraniaya mulai akhir Januari. Sejak 31 Oktober, rupiah menguat 5,14%.
Namun momentum ini sudah agak terlambat karena seperti disinggung sebelumnya rupiah telah tertekan sejak akhir Januari. Dibandingkan posisi awal tahun alias year-to-date, rupiah masih melemah 6,45%.
Seperti halnya rupiah, mayoritas mata uang Asia pun mampu mencatat apresiasi di hadapan dolar AS. Namun dengan penguatan 0,79%, rupiah boleh dibanggakan karena menjadi mata yang terbaik di Benua Kuning. Ya, dalam hal menguat terhadap dolar AS, tidak ada yang sebaik rupiah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:49 WIB:
Pada pukul 09:55 WIB, jarak yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun dengan 10 tahun adalah 19,82 basis poin (bps). Padahal dalam kondisi normal, jarak antara keduanya begitu lebar. Misalnya pada 20 Juni, selisih yield kedua instrumen tersebut ada di 36,6 bps.
Perbandingan yield tenor 2 dan 10 tahun kerap kali menjadi indikator untuk melihat pertanda awal terjadinya resesi. Jika yield tenor 2 tahun mempersempit jarak dengan yang 10 tahun, apalagi kalau berhasil melampaui, maka itu disebut inverted.
Inverted yield merupakan tanda-tanda awal dari resesi, yang biasanya terjadi sekitar setahun sesudahnya. Sebab, investor melihat risiko jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang, sehingga meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk tenor jangka pendek.
Risiko kedua di perekonomian Negeri Adidaya adalah masih berlakunya penutupan sementara (partial shutdown) pemerintahan AS karena belum ada pengesahan anggaran baru. Presiden Donald Trump masih ngambek, ingin memasukkan anggaran pengamanan perbatasan (termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko). Usulan ini ditolak oleh legislatif, terutama dari kubu oposisi Partai Demokrat.
Belum adanya solusi atas permasalahan ini membuat masa depan pemerintahan AS menjadi tidak jelas. Bahkan kemungkinan besar shutdown akan berlanjut sampai ke awal 2019.
Ditambah lagi investor juga sedang semringah karena perkembangan positif hubungan dagang AS-China. Dalam cuitan di Twitter, Trump mengumbar bahwa dirinya melakukan pembicaraan yang baik dan lama dengan Presiden China Xi Jinping.
"Proses kesepakatan dengan China berjalan dengan sangat baik. Jika berhasil, maka (kesepakatan) itu akan sangat komprehensif, mencakup seluruh aspek yang selama ini menjadi pertentangan. Kemajuan besar telah dibuat!" tulis Trump.
Xi pun memberi sinyal kemesraan hubungan dengan Washington. Mengutip kantor berita Xinhua, Xi berharap kesepakatan dengan AS segera diteken. "Saya berharap kedua delegasi bertemu, bekerja keras, untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan dunia sesegera mungkin," tegas Xi.
Kemesraan Washington-Beijing menebar harapan damai dagang. Sentimen ini tentunya positif, dan membuat pelaku pasar berani masuk ke negara-negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Hasilnya adalah rupiah mampu menjadi yang terbaik di Benua Kuning.
Apakah rupiah mampu memberi kado dengan mencatat penguatan pada hari perdagangan terakhir 2018? Sepertinya peluang ke arah sana cukup besar...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin (31/12/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.481 di kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor. Rupiah menguat 0,42% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Penguatan rupiah di kurs acuan telah berlangsung selama 3 hari perdagangan beruntun. Dalam periode ini, rupiah menguat hingga 0,83%.
Sementara d pasar spot, US$ 1 berada di Rp 14.480 kala pembukaan perdagangan. Rupiah menguat 0,52% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah kian menjadi. Pada pukul 09:32 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 14.440 di mana rupiah menguat 0,79%.
Sejak Oktober, rupiah seakan menemukan momentum setelah teraniaya mulai akhir Januari. Sejak 31 Oktober, rupiah menguat 5,14%.
Namun momentum ini sudah agak terlambat karena seperti disinggung sebelumnya rupiah telah tertekan sejak akhir Januari. Dibandingkan posisi awal tahun alias year-to-date, rupiah masih melemah 6,45%.
Seperti halnya rupiah, mayoritas mata uang Asia pun mampu mencatat apresiasi di hadapan dolar AS. Namun dengan penguatan 0,79%, rupiah boleh dibanggakan karena menjadi mata yang terbaik di Benua Kuning. Ya, dalam hal menguat terhadap dolar AS, tidak ada yang sebaik rupiah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:49 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Investor masih melakukan aksi jual terhadap dolar AS akibat perkembangan yang terjadi di sana. Potensi resesi di Negeri Paman Sam masih terlihat, di mana selisih imbal hasil (yield) masih relatif sempit. Pada pukul 09:55 WIB, jarak yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun dengan 10 tahun adalah 19,82 basis poin (bps). Padahal dalam kondisi normal, jarak antara keduanya begitu lebar. Misalnya pada 20 Juni, selisih yield kedua instrumen tersebut ada di 36,6 bps.
Perbandingan yield tenor 2 dan 10 tahun kerap kali menjadi indikator untuk melihat pertanda awal terjadinya resesi. Jika yield tenor 2 tahun mempersempit jarak dengan yang 10 tahun, apalagi kalau berhasil melampaui, maka itu disebut inverted.
Inverted yield merupakan tanda-tanda awal dari resesi, yang biasanya terjadi sekitar setahun sesudahnya. Sebab, investor melihat risiko jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang, sehingga meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk tenor jangka pendek.
Risiko kedua di perekonomian Negeri Adidaya adalah masih berlakunya penutupan sementara (partial shutdown) pemerintahan AS karena belum ada pengesahan anggaran baru. Presiden Donald Trump masih ngambek, ingin memasukkan anggaran pengamanan perbatasan (termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko). Usulan ini ditolak oleh legislatif, terutama dari kubu oposisi Partai Demokrat.
Belum adanya solusi atas permasalahan ini membuat masa depan pemerintahan AS menjadi tidak jelas. Bahkan kemungkinan besar shutdown akan berlanjut sampai ke awal 2019.
Ditambah lagi investor juga sedang semringah karena perkembangan positif hubungan dagang AS-China. Dalam cuitan di Twitter, Trump mengumbar bahwa dirinya melakukan pembicaraan yang baik dan lama dengan Presiden China Xi Jinping.
"Proses kesepakatan dengan China berjalan dengan sangat baik. Jika berhasil, maka (kesepakatan) itu akan sangat komprehensif, mencakup seluruh aspek yang selama ini menjadi pertentangan. Kemajuan besar telah dibuat!" tulis Trump.
Xi pun memberi sinyal kemesraan hubungan dengan Washington. Mengutip kantor berita Xinhua, Xi berharap kesepakatan dengan AS segera diteken. "Saya berharap kedua delegasi bertemu, bekerja keras, untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan dunia sesegera mungkin," tegas Xi.
Kemesraan Washington-Beijing menebar harapan damai dagang. Sentimen ini tentunya positif, dan membuat pelaku pasar berani masuk ke negara-negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Hasilnya adalah rupiah mampu menjadi yang terbaik di Benua Kuning.
Apakah rupiah mampu memberi kado dengan mencatat penguatan pada hari perdagangan terakhir 2018? Sepertinya peluang ke arah sana cukup besar...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular