Akhir Sesi I, IHSG Tembus Level Psikologis 6.200

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 December 2018 13:06
Akhir Sesi I, IHSG Tembus Level Psikologis 6.200
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,16%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri sesi 1 dengan memperlebar penguatannya menjadi 0,22% ke level 6.203,97.

Nilai transaksi tercatat Rp 3,58 triliun dengan volume 7,14 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 197.432 kali.

Performa IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,15%, indeks Hang Seng naik 0,09%, indeks Strait Times naik 0,73%, dan indeks Kospi naik 0,74%.

Sebanyak 5 dari 9 sektor sektor penghuni IHSG diperdagangkan menguat, dengan kenaikan terbesar dialami oleh sektor industri dasar (+1,25%).

5 saham yang berkontribusi paling signifikan dalam mendorong IHSG naik adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,77%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,22%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+0,53%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,03%), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+1,49%).
Investor di Benua Kuning memasang mode risk-on pada hari ini, seiring dengan positifnya perkembangan dari perang dagang AS-China. Pasca membuahkan beberapa perkembangan positif menyusul pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping beberapa waktu lalu, tim perdagangan asal Negeri Paman Sam akan kembali bertolak ke Beijing untuk melakukan negosiasi dagang dengan China.

Mengutip Reuters, pertemuan AS-China kemungkinan terjadi pada Januari. Pertemuan ini sedang direncanakan kedua pihak melalui komunikasi yang intensif.

"AS memang sedang dalam periode liburan. Namun tim perdagangan AS dan China tetap menggelar komunikasi dan pertemuan masih terjadwal sesuai rencana. Kedua pihak berencana melakukan pertemuan pada Januari menindaklanjuti komunikasi yang intensif melalui telepon," kata Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China.

Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antar kedua negara terlihat telah menyakiti perekonomian masing-masing. Kemarin (27/12/2018), laba bersih dari perusahaan-perusahaan industri di China dumumkan turun 1,8% YoY pada bulan November menjadi 594,8 miliar yuan (Rp 1.254 triliun). Mengutip Reuters, ini menandai penurunan pertama sejak Desember 2015.

Jika perang dagang bisa diselesaikan secara permanen, maka laju perekonomian kedua negara bisa dipacu untuk melaju lebih kencang. Namun, ada risiko yang membatasi penguatan IHSG dan bursa saham Benua Kuning, yakni perang dagang itu sendiri. Pasalnya, ada perkembangan yang bisa membuat damai dagang secara permanen menjadi sulit untuk dicapai.

3 orang sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Presiden AS Donald Trump berencana untuk menggunakan kebijakan eksekutif yang dimilikinya guna mendeklarasikan situasi darurat nasional, yang pada akhirnya akan melarang perusahaan-perusahaan asal AS untuk menggunakan perangkat telekomunikasi buatan Huawei dan ZTE, seperti dilansir dari CNBC International.

Kebijakan eksekutif yang sudah berada dalam proses perencanaan sejak lebih dari 8 bulan tersebut bisa diterbitkan secepatnya pada bulan Januari dan akan memberikan perintah kepada Kementerian Perdagangan untuk memblokir perusahaan-perusahaan AS dalam membeli peralatan dari perusahaan telekomunikasi asing yang membawa risiko signifikan bagi keamanan negara, kata sumber-sumber dari industri telekomunikasi dan pemerintahan AS. Penguatan rupiah juga membuat investor optimistis untuk masuk ke bursa saham tanah air. Hingga siang hari, rupiah menguat 0,03% di pasar spot ke level Rp 14.550/dolar AS.

Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yakni dolar AS yang memang sedang loyo, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang terkoreksi 0,13%

Investor melego dolar AS seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan. Kemarin, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS versi The Conference Board periode Desember diumumkan di level 128,1 turun 8,3 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan Ini merupakan yang terdalam sejak Juli 2015.

IKK periode Desember juga jauh di bawah konsensus yang sebesar 133,7, seperti dilansir dari Forex Factory.

Rilis data tersebut berpotensi memukul perekonomian AS dengan signifikan. Pasalnya, lebih dari 50% perekonomian AS dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Ketika optimisme konsumen memudar, konsumsi berpotensi berkurang dan menekan laju perekonomian Negeri Paman Sam.

Pada akhirnya, terdapat keraguan bahwa The Federal Reserve masih akan mengeksekusi rencanannya untuk mengerek suku bunga acuan sebanyak 2 kali pada tahun depan.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 27 Desember 2018, terdapat 60,4% kemungkinan bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan sama sekali pada tahun depan, naik dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 55,6%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular