
Berikut Sentimen yang Patut Dicermati di Pekan Terakhir 2018
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
23 December 2018 20:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Usai mencetak kinerja terbaik kedua di Asia menyusul indeks bursa Malaysia (KLCI) dengan koreksi hanya 0,1% ke 6.163,6, Indeks harga saham Gabungan (IHSG) bakal menghadapi pekan yang sepi akan sentimen dari dalam negeri.
Dengan hanya tiga hari perdagangan menyusul hari libur Natal, pelaku pasar bakal melakukan perdagangan saham mengikuti arah pergerakan sentimen global. Aksi poles portofolio investasi (window dressing) oleh manajer investasi diharapkan menjaga IHSG dari koreksi masif.
Berikut ini beberapa agenda internasional yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, yang berpeluang menjadi penggerak sentimen bursa nasional.
Pertama, pada Rabu pasar akan mencermati pidato Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda yang diekspektasikan memberikan sinyal lebih jelas mengenai berlanjut-tidaknya kebijakan quantitative easing (pelonggaran moneter) yang telah dijalankan sejak 2016.
Jepang saat ini menjadi satu dari sedikit negara yang belum menormalisasi tingkat suku acuannya, dengan mempertahankannya pada level -0,1% meski bank sentral Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) ke 2,25%-2,5%.
Mengutip Nikkei, berlanjutnya kebijakan suku bunga minus tersebut membuat 70% bank-bank menengah di Jepang mencatatkan penurunan laba bersih, dan bahkan sebagian di antaranya merugi, terhitung sejak April hingga September tahun ini.
Sentimen kedua bakal muncul dari China yang pada Kamis akan mengumumkan total laba industri di negara tersebut per November. Pada Oktober, hanya 13 dari 41 sektor yang labanya bertumbuh secara bulanan.
Dari Januari hingga Oktober, laba bersih perusahaan di China tumbuh 13,6% secara tahunan (year-on-year/YoY), melambat dari periode 9 bulan yang naik 14,7%. Laba bersih BUMN mereka melompat rata-rata 20,6% sedangkan perusahaan swasta tumbuh rata-rata 9,3%.
Jika data November menunjukkan bahwa laba bersih perusahaan China masih di laju pertumbuhan yang meyakinkan, dalam arti tidak kembali melambat, pelaku pasar global berpeluang memanfaaatkannya untuk membeli saham emiten China. Efek ini diharapkan menular hingga ke pasar modal Indonesia, mengingat Indonesia termasuk dalam 15 besar mitra dagang utama negara tersebut.
ING, bank Investasi berbasis di Belanda, dalam laporannya menilai China harus memangkas tarif impor untuk menolong kinerja perseroan di Negeri Tirai Bambu. Sebaliknya, perang dagang justru bakal membuat ongkos produksi meningkat tahun depan.
NEXT
Dengan hanya tiga hari perdagangan menyusul hari libur Natal, pelaku pasar bakal melakukan perdagangan saham mengikuti arah pergerakan sentimen global. Aksi poles portofolio investasi (window dressing) oleh manajer investasi diharapkan menjaga IHSG dari koreksi masif.
Berikut ini beberapa agenda internasional yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, yang berpeluang menjadi penggerak sentimen bursa nasional.
Jepang saat ini menjadi satu dari sedikit negara yang belum menormalisasi tingkat suku acuannya, dengan mempertahankannya pada level -0,1% meski bank sentral Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) ke 2,25%-2,5%.
Mengutip Nikkei, berlanjutnya kebijakan suku bunga minus tersebut membuat 70% bank-bank menengah di Jepang mencatatkan penurunan laba bersih, dan bahkan sebagian di antaranya merugi, terhitung sejak April hingga September tahun ini.
Sentimen kedua bakal muncul dari China yang pada Kamis akan mengumumkan total laba industri di negara tersebut per November. Pada Oktober, hanya 13 dari 41 sektor yang labanya bertumbuh secara bulanan.
Dari Januari hingga Oktober, laba bersih perusahaan di China tumbuh 13,6% secara tahunan (year-on-year/YoY), melambat dari periode 9 bulan yang naik 14,7%. Laba bersih BUMN mereka melompat rata-rata 20,6% sedangkan perusahaan swasta tumbuh rata-rata 9,3%.
Jika data November menunjukkan bahwa laba bersih perusahaan China masih di laju pertumbuhan yang meyakinkan, dalam arti tidak kembali melambat, pelaku pasar global berpeluang memanfaaatkannya untuk membeli saham emiten China. Efek ini diharapkan menular hingga ke pasar modal Indonesia, mengingat Indonesia termasuk dalam 15 besar mitra dagang utama negara tersebut.
ING, bank Investasi berbasis di Belanda, dalam laporannya menilai China harus memangkas tarif impor untuk menolong kinerja perseroan di Negeri Tirai Bambu. Sebaliknya, perang dagang justru bakal membuat ongkos produksi meningkat tahun depan.
NEXT
Pages
Most Popular