Rupiah Boleh Menipiskan Koreksi, Tapi Masih Terlemah Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 December 2018 16:58
Ada sisi positif dan negatif dari pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini. Apa itu?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ada sisi positif dan negatif dari pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini. Apa itu? 

Pada Kamis (20/12/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.465 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Apa yang positif dari pelemahan rupiah? Jadi meski berakhir melemah, dan seharian nongkrong di zona merah, sebenarnya depresiasi rupiah turun lumayan drastis. Siang tadi, rupiah sempat melemah di kisaran 0,5%. Namun kemudian rupiah mampu menipiskan apresiasi menjadi 'hanya' 0,21%.


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Kalau sisi negatifnya mungkin sudah jelas. Apa pun yang terjadi, rupiah tetap melemah. 

Lebih lanjut, rupiah juga menjadi salah satu mata uang terlemah di Asia. Dengan depresiasi 0,21%, rupiah jadi mata uang terlemah di Benua Kuning. Dalam hal melemah di hadapan dolar AS, tidak ada yang separah rupiah. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:14 WIB: 



Harga Minyak dan Intervensi BI Ringankan Derita Rupiah

Setidaknya ada dua hal yang membuat rupiah mampu menipiskan pelemahan. Pertama adalah perkembangan harga minyak. Pada pukul 16:33 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 3,06% sementara light sweet turun 1,55%.


Bagi rupiah, koreksi harga minyak adalah berita bahagia. Sebab, Indonesia adalah negara net importir migas sehingga penurunan harga minyak akan membantu menekan defisit neraca migas.

Selama ini, neraca migas menjadi biang keladi defisit transaksi berjalan (current account) yang membuat rupiah kekurangan 'darah' untuk menguat. Jika neraca migas membaik, maka defisit transaksi berjalan juga bisa dikurangi sehingga rupiah punya ruang terapresiasi.

Faktor kedua adalah intervensi Bank Indonesia (BI). Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengemukakan, bank sentral telah melakukan upaya untuk memastikan tekanan terhadap rupiah tidak terlalu tajam.

"Bank Indonesia telah melakukan intervensi di DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward) dikombinasikan dengan intervensi spot dalam jumlah yang terukur," kata Nanang. Bahkan jika diperlukan, BI juga akan melakukan intervensi di pasar obligasi negara.


Rupiah Tak Bisa Lolos dari Zona Merah

Namun rupiah terlanjur terjebak di zona merah karena sebelumnya berhasil menguat selama 3 hari beruntun di pasar spot. Selama periode tersebut, rupiah terapresiasi 0,99%, nyaris 1%.

Oleh karena itu, mungkin sebagian pelaku pasar menilai sudah saatnya mencairkan keuntungan yang hampir 1% tersebut. Aksi profit taking ini menyebabkan rupiah mengalami tekanan jual sehingga nilainya melemah.


Selain itu, rupiah juga masih menghadapi tantangan karena defisit transaksi berjalan yang sepertinya akan lumayan dalam pada kuartal IV-2018. Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI) mengatakan defisit transaksi berjalan masih akan berada di atas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Ada kenaikan impor yang produktif. Jangan terlalu kaget nanti defisit transaksi berjalan kuartal IV itu di atas 3%. Akhir 2018, full year, sekitar 3% PDB," ungkap Perry.

Seperti yang disinggung sebelumnya, transaksi berjalan yang defisit (apalagi cukup dalam) membuat rupiah sulit bermanuver karena minimnya sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Outlook yang masih suram ini membuat rupiah tidak mampu menguat seperti kompatriotnya di Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular