
BI Beberkan Faktor yang Buat Rupiah Jadi Terkuat di Asia
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
19 December 2018 12:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) buka suara mengenai pergerakan nilai tukar rupiah yang menggilas habis dolar Amerika Serikat (AS) baik di pasar spot maupun kurs acuan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah saat berbincang dengan CNBC Indonesia mengungkapkan sejumlah alasan yang membuat rupiah begitu perkasa, menguat nyaris 1%.
Penguatan rupiah, terjadi di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global yang ditandai dengan fluktuasi tajam di bursa menantikan hasil pertemuan Federal Open Market Committe (FOMC).
"Rupiah menguat tajam dari Rp 14.495/US$ ke Rp 14.380/US$ siang ini," kata Nanang.
Menurut Nanang, penguatan rupiah sudah terjadi sejak pasar valas dibuka, terlihat dari turunnnya kurs offshore NDF [Non Delivery Forward] di pasar New York dari Rp 14.650/US$ ke Rp 14.360/US$.
Di saat yang sama, bank sentral pun membuka lelang Domestic Non Delivery Forward (DNDF) dengan sistem fixed rate tender - setengah jam setelah pasar spot dibuka - yang rutin diselenggarakan untuk menjaga stabilitas rupiah.
"Serta memperbesar volume pasar DNDF, sehingga menjadi reference bagi pasar NDF luar negeri," katanya.
Selain melalui lelang dan intervensi, penguatan rupiah juga ditopang oleh penjualan valas oleh beberapa investor asing yang mengantisipasi stance kebijakan moneter The Fed yang lebih dovish.
"Meskipun diperkirakan akan menaikkan suku bunga 25 basis poin. Bahasa yang akan disampaikan dari FOMC nanti juga diperkirakan akan di perlunak denga menanggalkan gradual rate increase seperti yang disampaikan pada FOMC sebelumnya," jelasnya.
Pada Rabu (19/12/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) berada di Rp 14.380/US$. Rupiah menguat 0,98%.
Di pasar spot pada pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.385. Rupiah menguat 0,76% dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah saat berbincang dengan CNBC Indonesia mengungkapkan sejumlah alasan yang membuat rupiah begitu perkasa, menguat nyaris 1%.
Penguatan rupiah, terjadi di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global yang ditandai dengan fluktuasi tajam di bursa menantikan hasil pertemuan Federal Open Market Committe (FOMC).
![]() |
"Rupiah menguat tajam dari Rp 14.495/US$ ke Rp 14.380/US$ siang ini," kata Nanang.
Menurut Nanang, penguatan rupiah sudah terjadi sejak pasar valas dibuka, terlihat dari turunnnya kurs offshore NDF [Non Delivery Forward] di pasar New York dari Rp 14.650/US$ ke Rp 14.360/US$.
Di saat yang sama, bank sentral pun membuka lelang Domestic Non Delivery Forward (DNDF) dengan sistem fixed rate tender - setengah jam setelah pasar spot dibuka - yang rutin diselenggarakan untuk menjaga stabilitas rupiah.
"Serta memperbesar volume pasar DNDF, sehingga menjadi reference bagi pasar NDF luar negeri," katanya.
Selain melalui lelang dan intervensi, penguatan rupiah juga ditopang oleh penjualan valas oleh beberapa investor asing yang mengantisipasi stance kebijakan moneter The Fed yang lebih dovish.
"Meskipun diperkirakan akan menaikkan suku bunga 25 basis poin. Bahasa yang akan disampaikan dari FOMC nanti juga diperkirakan akan di perlunak denga menanggalkan gradual rate increase seperti yang disampaikan pada FOMC sebelumnya," jelasnya.
Pada Rabu (19/12/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) berada di Rp 14.380/US$. Rupiah menguat 0,98%.
Di pasar spot pada pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.385. Rupiah menguat 0,76% dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular