
Menguat Nyaris 1%, Rupiah Mantap di Puncak Klasemen
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 December 2018 09:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak agak ugal-ugalan di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah menguat hampir 1%.
Pada Rabu (19/12/2018), US$ 1 setara dengan Rp 14.365. Rupiah menguat 0,9% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Ini merupakan posisi terkuat rupiah sejak 4 Desember.
Rupiah pun semakin mantap di puncak klasemen mata uang Asia. Dalam hal penguatan terhadap dolar AS, tidak ada mata uang Benua Kuning yang lebih baik dari rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:08 WIB:
Harga Minyak Turun, Berkah Buat Rupiah
Perkembangan harga minyak menjadi pendorong penguatan rupiah. Pada pukul 09:08 WIB, harga minyak jenis brent masih terkoreksi 0,11% sementara light sweet turun 0,13%. Dini hari tadi, harga si emas hitam sempat anjlok di kisaran 7%.
Sepertinya harga minyak masih akan cenderung turun dalam waktu yang tidak sebentar. Pasalnya, ancaman kelebihan pasokan (oversupply) menjadi pemberat harga komoditas ini.
Mengutip Reuters, produksi minyak di Rusia menembus rekor baru di 11,42 juta barel/hari. Sementara produksi minyak AS tahun ini diperkirakan mencapai 11,7 juta barel/hari, nomor 1 di dunia mengalahkan Rusia dan Arab Saudi.
Melimpahnya produksi minyak terjadi kala ekonomi global melambat. Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7%, dan tahun depan melambat menjadi 3,5%.
Sedangkan ekonomi AS tahun ini diramal tumbuh 2,9% sebelum melambat ke 2,7% tahun depan. Kemudian pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada 2018 diperkirakan sebesar 1,9% dan melambat ke 1,8% pada 2019.
Lalu ekonomi China tahun ini diproyeksikan tumbuh 6,6% sebelum melambat ke 6,3% tahun depan. Sementara ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan stagnan, sama dengan tahun ini yaitu tumbuh 5,2%.
Artinya, aktivitas ekonomi akan kurang bergairah sehingga permintaan energi terbatas. Padahal produksi sedang tinggi-tingginya, sehingga yang terjadi adalah oversupply yang membuat harga turun signifikan.
Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berita bahagia. Patut diingat bahwa impor minyak adalah kontributor signifikan dari defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan.
Jika harga minyak turun, maka nilai impor minyak bisa berkurang dan sangat membantu meringankan derita di neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Rupiah pun akan punya lebih banyak ruang untuk menguat, karena berkurangnya devisa yang 'terbuang' untuk impor minyak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Rabu (19/12/2018), US$ 1 setara dengan Rp 14.365. Rupiah menguat 0,9% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Ini merupakan posisi terkuat rupiah sejak 4 Desember.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:08 WIB:
Harga Minyak Turun, Berkah Buat Rupiah
Perkembangan harga minyak menjadi pendorong penguatan rupiah. Pada pukul 09:08 WIB, harga minyak jenis brent masih terkoreksi 0,11% sementara light sweet turun 0,13%. Dini hari tadi, harga si emas hitam sempat anjlok di kisaran 7%.
Sepertinya harga minyak masih akan cenderung turun dalam waktu yang tidak sebentar. Pasalnya, ancaman kelebihan pasokan (oversupply) menjadi pemberat harga komoditas ini.
Mengutip Reuters, produksi minyak di Rusia menembus rekor baru di 11,42 juta barel/hari. Sementara produksi minyak AS tahun ini diperkirakan mencapai 11,7 juta barel/hari, nomor 1 di dunia mengalahkan Rusia dan Arab Saudi.
Melimpahnya produksi minyak terjadi kala ekonomi global melambat. Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7%, dan tahun depan melambat menjadi 3,5%.
Sedangkan ekonomi AS tahun ini diramal tumbuh 2,9% sebelum melambat ke 2,7% tahun depan. Kemudian pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada 2018 diperkirakan sebesar 1,9% dan melambat ke 1,8% pada 2019.
Lalu ekonomi China tahun ini diproyeksikan tumbuh 6,6% sebelum melambat ke 6,3% tahun depan. Sementara ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan stagnan, sama dengan tahun ini yaitu tumbuh 5,2%.
Artinya, aktivitas ekonomi akan kurang bergairah sehingga permintaan energi terbatas. Padahal produksi sedang tinggi-tingginya, sehingga yang terjadi adalah oversupply yang membuat harga turun signifikan.
Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berita bahagia. Patut diingat bahwa impor minyak adalah kontributor signifikan dari defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan.
Jika harga minyak turun, maka nilai impor minyak bisa berkurang dan sangat membantu meringankan derita di neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Rupiah pun akan punya lebih banyak ruang untuk menguat, karena berkurangnya devisa yang 'terbuang' untuk impor minyak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular