Terpuruk, Harga Minyak ke Rekor Terendah Sejak Oktober 2017

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
18 December 2018 13:07
Selasa ini (18/12/2018) hingga pukul 12:27 WIB, harga minyak mentah jenis Brent kembali mengalami penurunan sebesar 1,46% ke level US$ 58,7/barel.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Selasa ini (18/12/2018) hingga pukul 12:27 WIB, harga minyak mentah jenis Brent kembali mengalami penurunan sebesar 1,46% ke level US$ 58,7/barel.

Demikian pula dengan harga minyak mentah jenis light sweet (WTI) yang turun sebesar 1,4% ke level US$ 49,18/barel.

Kondisi pelemahan harga minyak mentah ini masih berlanjut dari perdagangan kemarin yang juga ditutup di zona merah. Harga minyak WTI dan Brent masing-masing melemah sebesar 2,58% dan 1,1% pada penutupan perdagangan hari Senin (17/12/2018).

Kedua harga minyak kontrak berjangka itu sekarang sama-sama menyentuh level terendahnya sejak Oktober 2017.



Perkembangan ini masih didorong oleh kekhawatiran akan kelebihan pasokan minyak mentah di tengah pelemahan ekonomi global saat ini.Rencana Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk mengerem keran produksi tampaknya masih diragukan dampaknya oleh sebagian analis.

Sebagai informasi, pada awal bulan ini OPEC bersama Rusia telah bersepakat untuk menurunkan jumlah produksi sebesar 1,2 juta barel/hari.

"OPEC memangkas produksi minyak untuk menyeimbangkan supply minyak, namun data dari Cushing masih menunjukkan kelebihan pasokan," ujar Hue Frame, Portfolio Manager di Frame Funds, dalam wawancaranya dengan Reuters.

Sebagai informasi, pada periode 11-14 Desember 2018, cadangan minyak A.S. pada kilang penyimpanan di Cushing, Oklahoma naik lebih dari 1 juta barel menurut data dari Genscape (17/12/2018) seperti yang dikutip Reuters.

Analis mengatakan bahwa harga minyak yang rendah seperti sekarang ini, membuat produksi minyak serpih sebenarnya kurang menguntungkan. Namun masih membutuhkan beberapa waktu hingga produsen minyak serpih berhenti beroperasi dan memangkas cadangan minyak.

Dari data lainnya, Energy Information Administration (EIA) juga melaporkan bahwa produksi dari tujuh lapangan utama minyak serpih (shale oil) di Negeri Paman Sam diekspektasikan menembus angka 8 juta barel/hari pada akhir tahun ini, seperti dilansir dari Reuters.

Selain itu, sentimen akan penurunan permintaan akan minyak mentah juga turut membuat harga minyak semakin tertekan. Sebut saja China, negara importir minyak terbesar di dunia ini mencatatkan beberapa indikator perlambatan ekonomi.

BACA: Harga Minyak Naik di Awal Pekan, Ekonomi Lesu Mengancam Dunia

Pada awal bulan ini, Biro Statistik Nasional China mengumumkan tingkat pertumbuhan produksi industri yang hanya bertumbuh sebesar 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada November. Angka pertumbuhan ini merupakan yang terkecil sejak hampir 3 tahun ke belakang.

Kemudian, penjualan ritel di China juga 'hanya' naik 8,1% YoY pada November, lebih lambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,6%, sekaligus menjadi yang paling lambat sejak 2013. 

(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular