Neraca Perdagangan Jebol, Warning (Lagi) Buat RI
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
17 December 2018 13:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia pada November 2018 mencatatkan defisit paling parah sepanjang 2018. Bahkan, defisit tersebut menjadi yang paling dalam sejak lima tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan November mencapai US$ 2,05 miliar. Defisit tersebut disebabkan karena nilai ekspor yang loyo, sementara nilai impor justru melonjak.
Nilai ekspor tercatat US$ 14,83 miliar atau turun 3,28% secara year on year (yoy). Sementara itu, data otoritas statistik menunjukkan bahwa nilai impor justru mencapai US$ 16,88 miliar atau naik 11,68% yoy.
Kepala BPS Suhariyanto mengemukakan, kondisi ini membuat pemerintah perlu menaruh perhatian lebih. Pasalnya, defisit neraca perdagangan di November menjadi yang paling parah sepanjang 2018.
"Menurut saya harus jadi perhatian. Ini benar-benar perlu menjadi perhatian," kata Suhariyanto, Senin (17/12/2018).
Nasib transaksi berjalan (current account) pada kuartal IV-2018 sepertinya berada di ujung tanduk. Bisa saja transaksi berjalan kembali mengalami defisit seperti kuartal sebelumnya, yang mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal tersebut tak kepas dari tekornya defisit transaksi berjalan. Kinerja ekspor tidak memuaskan, sementara itu impor masih terus melonjak seiring dengan geliat perekonomian nasional.
Kala transaksi berjalan terancam, maka rupiah pun akan ikut tertekan. Pasalnya, mata uang Garuda jadi tidak memiliki modal untuk menguat karena minimnya pasokan valas dari ekspor barang dan jasa.
Suhariyanto memahami, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor dan mengendalikan impor. Namun, dia tak memungkiri, implementasi kebijakan pemerintah masih perlu waktu.
"Kita sebetulnya ada berbagai upaya menggenjot ekspor. Tapi saya bilang butuh waktu," kata Suhariyanto.
(dru) Next Article Neraca Dagang 2019 Masih Berdarah-darah
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan November mencapai US$ 2,05 miliar. Defisit tersebut disebabkan karena nilai ekspor yang loyo, sementara nilai impor justru melonjak.
Nilai ekspor tercatat US$ 14,83 miliar atau turun 3,28% secara year on year (yoy). Sementara itu, data otoritas statistik menunjukkan bahwa nilai impor justru mencapai US$ 16,88 miliar atau naik 11,68% yoy.
![]() |
Kepala BPS Suhariyanto mengemukakan, kondisi ini membuat pemerintah perlu menaruh perhatian lebih. Pasalnya, defisit neraca perdagangan di November menjadi yang paling parah sepanjang 2018.
"Menurut saya harus jadi perhatian. Ini benar-benar perlu menjadi perhatian," kata Suhariyanto, Senin (17/12/2018).
Nasib transaksi berjalan (current account) pada kuartal IV-2018 sepertinya berada di ujung tanduk. Bisa saja transaksi berjalan kembali mengalami defisit seperti kuartal sebelumnya, yang mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
![]() |
Hal tersebut tak kepas dari tekornya defisit transaksi berjalan. Kinerja ekspor tidak memuaskan, sementara itu impor masih terus melonjak seiring dengan geliat perekonomian nasional.
Kala transaksi berjalan terancam, maka rupiah pun akan ikut tertekan. Pasalnya, mata uang Garuda jadi tidak memiliki modal untuk menguat karena minimnya pasokan valas dari ekspor barang dan jasa.
Suhariyanto memahami, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor dan mengendalikan impor. Namun, dia tak memungkiri, implementasi kebijakan pemerintah masih perlu waktu.
"Kita sebetulnya ada berbagai upaya menggenjot ekspor. Tapi saya bilang butuh waktu," kata Suhariyanto.
(dru) Next Article Neraca Dagang 2019 Masih Berdarah-darah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular