Jadi Nomor 1 di Asia, Keperkasaan Rupiah Belum Terbendung

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 December 2018 12:39
Jadi Nomor 1 di Asia, Keperkasaan Rupiah Belum Terbendung
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Performa rupiah hari ini lumayan mengesankan. Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak pembukaan pasar spot, dan apresiasinya semakin tajam. 

Pada Kamis (13/12/2018) pukul 12:06 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.475. Rupiah menguat 0,82% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh titik terkuat sejak 5 Desember.

Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,52%. Sesaat setelah pembukaan pasar, depresiasi rupiah sempat menipis.
 


Namun itu tidak bertahan lama, karena rupiah kemudian melaju. Penguatan rupiah yang terus menebal membuat dolar AS terdorong ke bawah level Rp 14.500. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga pukul 12:06 WIB: 

 

Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia sebenarnya mampu menguat melawan dolar AS. Namun yang membuat rupiah spesial adalah penguatan mata uang ini menjadi yang terbaik di Asia.  

Sampai tengah hari ini, rupiah berhasil membalaskan dendam terhadap dolar AS. Maklum, rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS sejak awal pekan.  


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:09 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah yang sudah melemah dalam terhadap dolar AS sejak awal Desember sepertinya menjadi seksi di mata investor. Sejak 3 Desember hingga kemarin, rupiah melemah 2,53% sehingga hari ini mungkin sudah saatnya mata uang ini kembali 'diangkat'.

Selain itu, faktor eksternal juga sedang sangat kondusif. Minat investor untuk mengambil risiko sedang tinggi, karena berbagai perkembangan positif.

Hubungan AS-China kini semakin membaik usai pembicaraan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China XI Jinping di Argentina awal bulan ini. Washington dan Beijing sedang intens membicarakan proses damai dagang untuk mengakhiri perang yang memanas sejak awal tahun.

China menunjukkan itikad baik untuk berdamai dengan memborong kedelai asal AS. Reuters memberitakan, perusahaan milik negara di China membeli lebih dari 500.000 ton kedelai AS senilai US$ 180 juta.


Hasil dari pembicaraan di Argentina adalah AS dan China melakukan gencatan senjata selama 90 hari. Tidak akan ada kenaikan atau penerapan bea masuk baru selama periode tersebut.

Namun dengan semakin mesranya hubungan kedua negara, AS mempertimbangkan untuk memperpanjang masa gencatan senjata. Trump menilai China benar-benar berkomitmen untuk meningkatkan hubungan dengan AS dan dunia.

"Proses dialog dengan China sangat menjanjikan. Bapak Presiden mengindikasikan bahwa ada perkembangan yang baik, positif, dan aksi konkret. Beliau mungkin saja, mungkin, berkenan untuk memperpanjang (masa gencatan senjata). Kita lihat saja," ungkap Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.

Prospek damai dagang AS-China yang semakin kentara membuat investor bersemangat. Sebab bila AS dan China tidak lagi saling hambat dalam berdagang, maka arus perdagangan global akan kembali lancar dan pertumbuhan ekonomi dunia bisa lebih menggeliat.

Belum lagi ada perkembangan baik dari Inggris. Meski mendapat mosi tidak percaya, hasil pemungutan suara di parlemen ternyata tidak menggoyahkan Theresa May dari kursi Perdana Menteri.

May memenangkan dukungan parlemen dengan memperoleh 200 suara, sementara jumlah suara yang ingin mendongkelnya adalah 117. Perkembangan ini membuat proses pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui kepastian, karena tidak ada pergantian kepemimpinan.

Dua hal itu membuat pelaku pasar ogah untuk bermain aman. Minimnya risiko membuat investor gencar memburu aset-aset di negara berkembang Asia, tidak terkecuali Indonesia.

Di pasar saham, investor asing mencatatkan jual bersih Rp 151,8 miliar yang membawa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,9% kala penutupan perdagangan Sesi I. Sedangkan di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah tenor 10 tahun turun 6,8 basis poin. Koreksi yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena banyak peminat.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular