Data Ekonomi & Potensi Resesi di AS Bawa Bursa Asia Melemah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 December 2018 18:02
Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditutup di zona merah pada perdagangan hari ini.
Foto: Pria melihat papan kutipan saham di luar broker di Tokyo, Jepang, 5 Desember 2018. REUTERS / Issei Kato
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditutup di zona merah pada perdagangan hari ini: indeks Nikkei turun 0,34%, indeks Strait Times turun 0,43%, dan indeks Kospi turun 0,04%. Sementara itu, indeks Shanghai menguat 0,37% dan indeks Hang Seng naik tipis 0,07%.

Tanda-tanda perlambatan pertumbuhan di negara-negara kawasan Asia membuat instrumen berisiko seperti saham dijauhi untuk sementara waktu. Pada hari Sabtu (8/12/2018), ekspor China pada bulan November diumumkan naik 5,4 YoY, di bawah konsensus yang dihimpun Reuters sebesar 10% YoY.

Adapun impor China hanya tumbuh 3% YoY, juga lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 14,5% YoY. Pertumbuhan impor di bulan lalu juga menjadi yang terlambat sejak Oktober 2016.

Beralih ke Jepang, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 direvisi turun menjadi -2,5% secara annualized, dari yang sebelumnya -1,2%.

Selain itu indikasi resesi di AS yang semakin nyata juga menciutkan minat investor untuk masuk ke bursa saham Benua Kuning. Pada tanggal 4 Desember 2018, terjadi inversi spread imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps).

Hal ini merupakan indikasi awal dari akan datangnya resesi di AS. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun. Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai.

Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, juga selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Lantas, pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun menjadi sangat penting untuk diamati. Pasalnya, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari situ. Ketika inversi terjadi, kemungkinan besar resesi akan datang.

Per awal bulan lalu, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun adalah sebesar -82 bps. Per akhir perdagangan kemarin (10/12/2018), nilainya tersisa -47 bps. Pada hari ini, angkanya kembali menipis menjadi -44 bps atau semakin mendekati apa yang disebut inversi.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Bursa Saham Asia Berguguran, Hanya IHSG yang Hijau!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular