
Sebab Musabab Rupiah Bisa Perkasa Sambut Weekend
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
08 December 2018 11:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasat spot kemarin, Jumat (8/12/2018). Meski sempat melemah tipis di awal perdagangan, tetapi rupiah mampu membalikkan keadaan hingga menjadi yang terkuat di Asia.
Pada Jumat (7/11/2018), US$ 1 ditutup Rp 14.465 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,34% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sempat bergerak ke zona merah pada awal perdagangan, mata uang tanah air berbalik menguat hingga menyentuh level Rp 14.450/US$ (menguat 0,45%) di pertengahan hari. Penguatannya kemudian agak mengendur, hingga rupiah akhirnya finish di level Rp 14.465/US$ (menguat 0,34%).
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) memaparkan kondisi nilai tukar rupiah seharian kemarin.
"Di tengah terjadinya 'risk-off' dan aksi flight to quality yang mewarnai pasar keuangan global rupiah sempat melemah ke Rp 14.550/US$. Namun dengan aktifnya Bank Indonesia intervensi dalam bentuk transaksi DNDF (Non-Deliverable Forward) sepanjang sesi perdagangan, Rupiah berhasil di tutup di Rp 14.465/US$ atau menguat Rp 50 (0.32%) dibandingkan penutupan hari sebelumnya di Rp 14.515," papar Nanang dalam keterangannya kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Sabtu (8/12/2018).
Menurut Nanang risk off di pasar keuangan global terutama dipicu kekhawatiran pasar terhadap kembali meningkatnya tensi sengketa dagang menyusul ditangkapnya CFO Huawei Techologies, Wanzhou Meng di Kanada yang akan diekstradisi ke AS.
Kekhawatiran pasar tersebut, sambung Nanang telah mendorong pelemahan indeks saham global. "Kurva imbal hasil (yield curve) di pasar oabligasi AS cenderung inverted, bahkan spread yield obligasi 2 dan 5 tahun sudah negatif," ungkap Nanang.
Beberapa data ekonomi AS yang dirilis, sambung Nanang juga mengindikasikan ekonomi AS tidak sesolid sekitar tiga bulan sebelumnya. Penyerapan tenaga kerja di bawah ekspektasi dan defisit perdagangan melebar.
"Risk off di pasar keuangan global tersebut (fear of recession) memicu melonjaknya kurs NDF-IDR di pasar New York hingga Rp 14.680/US$. Sejak pembukaan pasar hingga penutupan, Bank Indonesia melakukan intervensi transaksi DNDF dan berhasil menurunkan kurs DNDF yang kemudian diikuti oleh menurunnya kurs NDF di pasar luar negeri dan kurs spot di dalam negeri," tutup Nanang.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Pada Jumat (7/11/2018), US$ 1 ditutup Rp 14.465 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,34% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sempat bergerak ke zona merah pada awal perdagangan, mata uang tanah air berbalik menguat hingga menyentuh level Rp 14.450/US$ (menguat 0,45%) di pertengahan hari. Penguatannya kemudian agak mengendur, hingga rupiah akhirnya finish di level Rp 14.465/US$ (menguat 0,34%).
![]() |
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) memaparkan kondisi nilai tukar rupiah seharian kemarin.
Menurut Nanang risk off di pasar keuangan global terutama dipicu kekhawatiran pasar terhadap kembali meningkatnya tensi sengketa dagang menyusul ditangkapnya CFO Huawei Techologies, Wanzhou Meng di Kanada yang akan diekstradisi ke AS.
![]() |
Kekhawatiran pasar tersebut, sambung Nanang telah mendorong pelemahan indeks saham global. "Kurva imbal hasil (yield curve) di pasar oabligasi AS cenderung inverted, bahkan spread yield obligasi 2 dan 5 tahun sudah negatif," ungkap Nanang.
Beberapa data ekonomi AS yang dirilis, sambung Nanang juga mengindikasikan ekonomi AS tidak sesolid sekitar tiga bulan sebelumnya. Penyerapan tenaga kerja di bawah ekspektasi dan defisit perdagangan melebar.
"Risk off di pasar keuangan global tersebut (fear of recession) memicu melonjaknya kurs NDF-IDR di pasar New York hingga Rp 14.680/US$. Sejak pembukaan pasar hingga penutupan, Bank Indonesia melakukan intervensi transaksi DNDF dan berhasil menurunkan kurs DNDF yang kemudian diikuti oleh menurunnya kurs NDF di pasar luar negeri dan kurs spot di dalam negeri," tutup Nanang.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular