Dua Faktor Utama yang Buat Cadev RI Terbang di November

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
07 December 2018 16:04
Peningkatan cadangan devisa RI di bulan lalu sebenarnya memang wajar terjadi. Bulan November memang menjadi bulan penuh berkah bagi RI.
Foto: Seorang karyawan menghitung uang kertas dolar AS di kantor penukaran mata uang di Jakarta, Indonesia 23 Oktober 2018. Gambar diambil 23 Oktober 2018. REUTERS / Beawiharta
Jakarta, CNBC IndonesiaBank Indonesia (BI) merilis posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2018. Cadangan devisa tercatat US$ 117,2 miliar naik US$ 2 miliar dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau di Oktober yang "hanya" US$ 115,2 miliar.

Sudah dua bulan berturut-turut cadangan devisa RI mengalami kenaikan, setelah dalam periode Januari-September 2018 selalu mengalami penurunan.



"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," jelas BI dalam keterangannya seperti dikutip Jumat (7/12/2018).

Peningkatan cadangan devisa RI di bulan lalu sebenarnya memang wajar terjadi. Bulan November memang menjadi bulan penuh berkah bagi RI. Setidaknya ada 2 faktor yang menjadi alasan utamanya.

Pertama, sepanjang November 2018 tersebut nilai tukar rupiah terapresiasi nyaris 6% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot, dengan ditutup di level Rp 14.300/US$ pada akhir bulan.



Artinya, BI pun minim mengeluarkan amunisinya untuk menstabilkan rupiah. Sebaliknya, RI justru mendapat berkah dari derasnya aliran modal yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri, yang mampu menopang rupiah di sepanjang bulan November.

Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, pada periode 29 Oktober-30 November, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 11,25 triliun di pasar saham Indonesia. Sementara di pasar obligasi, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 36,27 triliun sepanjang bulan lalu.

Di sepanjang bulan November, sentimen global memang cukup mendukung investor memasuki pasar keuangan RI. Dari mulai komentar The Federal Reserve/The Fed yang bernada dovish, perkembangan Brexit yang positif,hingga aura perdamaian dagang yang datang pada akhir bulan lalu.

Sementara dari dalam negeri, secara mengejutkan BI juga mengerek suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) ke angka 6%. Sejak awal tahun, bank sentral lantas sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps. Hal ini membuat pasar keuangan dalam negeri lebih menarik lagi di mata investor.

Kedua, dari sisi perdagangan, beban impor migas RI nampaknya berkurang cukup signifikan. Pasalnya, harga minyak mentah brent kontrak berjangka amblas 22% lebih di sepanjang bulan November, secara point-to-point.

Harga si emas hitam tertekan oleh kondisi pasar yang cenderung oversupply. Pasokan minyak mentah dunia membanjir, sementara permintaan diperkirakan lesu akibat perlambatan ekonomi global.



Dengan harga minyak yang terjun bebas plus penguatan rupiah, Indonesia pun lebih irit mengeluarkan devisa untuk melakukan importase minyak mentah. Sebagai informasi, defisit perdagangan minyak dan gas (migas) menjadi penyumbang terbesar bagi defisit perdagangan RI di tahun ini.

Sepanjang Januari-Oktober 2018, defisit perdagangan migas mencapai US$ 10,74 miliar, nyaris dua kali lipat lebih besar dari total defisit perdagangan sebesar US$ 5,55 miliar di periode yang sama.   


(TIM RISET CNBC INDONESIA)



(RHG/dru) Next Article Cadangan Devisa Naik, Begini Respons ke Saham Bank BUKU IV

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular