
Alasan Rupiah Melemah dari BI: Lagi-Lagi Faktor Global
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
07 December 2018 13:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di awal pekan kemarin sempat melemah. Bahkan dalam tiga hari berturut-turun rupiah berada di posisi terbuncit dibanding negara lainnya.
Apa yang terjadi?
"Penyebabnya global. Faktor yang penting pada waktu penguatan atau pelemahan kurs, ada harapan bahwa perang dagang AS-China mereda. Tapi kemudian perang dagang belum mereda," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara di Kompleks BI, Jumat (7/12/2018).
Menurut Mirza, kabar penangkapan Direktur Huawei di Kanada juga menambah intepretasi negatif dari pasar tentang efek dari perang dagang. "Perang dagang dikhawatirkan pasar memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia. Dikhawatirkan ada respons Bank Sentral China dan melakukan depresiasi kurs Yuan," tuturnya.
Sementara itu, pelemahan yang terjadi di Indonesia memang agak besar ketiimbang negara lain. Pasalnya Indonesia masih memiliki masalah Defisit Transaksi Berjalan (Current Account Deficit/CAD).
"Memang pelemahan kurs Indonesia dan India agak lebih besar di 2 hari terakhir dibanding negara lain," tutur Mirza.
"Kita jangan terlena dengan adanya penguatan kurs minggu kedua, karena harus selesaikan CAD kita."
Bank sentral sebelumnya mengaku tak melakukan intervensi menyeluruh baik di pasar Surat Berharga Negara (SBN), pasar Spot maupun Domestik Non-Delivery Forward (DNDF) sekaligus. Keberhasilan membawa rupiah kembali ke level Rp 14.400/US$ hanya dengan menggunakan satu intervensi.
"BI hanya intervensi di pasar DNDF. Ini mempengaruhi pasar spot dan offshore NDF," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/12/2018).
Pada pukul 10.59 WIB, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di Rp 14.470 menguat 0,31% dari penutupan perdagangan kemarin.
"Jadi BI memang intervensi di pasarDNDF saja untukpushingdownNDF yangoffshore (di luarneger) nah ini berpengaruh kespot," tambahNanang.
(dru) Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024
Apa yang terjadi?
"Penyebabnya global. Faktor yang penting pada waktu penguatan atau pelemahan kurs, ada harapan bahwa perang dagang AS-China mereda. Tapi kemudian perang dagang belum mereda," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara di Kompleks BI, Jumat (7/12/2018).
Sementara itu, pelemahan yang terjadi di Indonesia memang agak besar ketiimbang negara lain. Pasalnya Indonesia masih memiliki masalah Defisit Transaksi Berjalan (Current Account Deficit/CAD).
"Memang pelemahan kurs Indonesia dan India agak lebih besar di 2 hari terakhir dibanding negara lain," tutur Mirza.
"Kita jangan terlena dengan adanya penguatan kurs minggu kedua, karena harus selesaikan CAD kita."
Bank sentral sebelumnya mengaku tak melakukan intervensi menyeluruh baik di pasar Surat Berharga Negara (SBN), pasar Spot maupun Domestik Non-Delivery Forward (DNDF) sekaligus. Keberhasilan membawa rupiah kembali ke level Rp 14.400/US$ hanya dengan menggunakan satu intervensi.
"BI hanya intervensi di pasar DNDF. Ini mempengaruhi pasar spot dan offshore NDF," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/12/2018).
Pada pukul 10.59 WIB, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di Rp 14.470 menguat 0,31% dari penutupan perdagangan kemarin.
"Jadi BI memang intervensi di pasarDNDF saja untukpushingdownNDF yangoffshore (di luarneger) nah ini berpengaruh kespot," tambahNanang.
(dru) Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024
Most Popular