Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berhasil membalikkan tekanan jual yang sempat terjadi pada sesi awal perdagangan. Pada pagi tadi, rupiah melemah 0,07% di pasar
spot ke level Rp 14.525/dolar AS, membuatnya menempati posisi juru kunci di kawasan Asia.
Namun pada pukul 13:30 WIB, rupiah justru menguat sebesar 0,38% ke level Rp 14.460/dolar AS. Kini, rupiah justru jadi mata uang yang paling perkasa di kawasan.
Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yang ada yakni The Federal Reserve yang terlihat kian hawkish.
Wall Street Journal melaporkan bahwa The Fed sedang mempertimbangkan untuk memberikan sinyal wait-and-see terkait kenaikan suku bunga acuan pada pertemuannya bulan ini, seperti dikutip dari CNBC International.
Laporan tersebut menyebut bahwa The Fed tidak tahu apa langkah mereka selanjutnya setelah pertemuan bulan ini.
Lantas, hal ini semacam memberikan konfirmasi bahwa stance dari The Fed sudah mengarah ke hawkish. Sebelumnya, pernyataan yang mengindikasikan hal tersebut sempat dilontarkan oleh sang gubernur, Jerome Powell, serta wakilnya, Richard Clarida.
Apalagi, data-data ekonomi di AS juga mengonfirmasi bahwa tekanan sedang menerpa perekonomian AS. Dari sejumlah data ekonomi AS yang dirilis kemarin, nyaris semuanya meleset dari ekspektasi pasar.
Penciptaan lapangan kerja non-pertanian di AS versi ADP diumumkan hanya sebanyak 179.000 pada bulan November, jauh di bawah konsensus Reuters yang sebanyak 195.000. Jumlah itu juga jatuh dari capaian bulan sebelumnya sebesar 225.000.
Masih dari data tenaga kerja, jumlah warga AS yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran turun 4.000 orang menjadi 231.000 orang di sepanjang pekan lalu. Meski mencatat penurunan, tapi jumlahnya masih lebih rendah dibandingkan konsensus Reuters yang meramalkan penurunan ke angka 225.000 orang.
Dari data lainnya, jumlah barang modal yang dipesan sektor industri di AS juga mengalami kontraksi 2,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada Oktober, lebih besar dari kontraksi 1,9% yang diekspektasikan pasar. Angka itu juga melambat drastis dari capaian bulan September yang masih membukukan pertumbuhan 0,2%. Selain karena indikasi bahwa The Federal Reserve makin ragu-ragu dalam mengeksekusi rencana kenaikan suku bunga acuannya, performa rupiah juga tertolong oleh optimisme menjelang rilis data cadangan devisa per akhir November 2018.
Melansir Trading Economics, data ini dijadwalkan diumumkan pada pukul 17:00 WIB.
Ada optimisme bahwa cadangan devisa Indonesia akan naik, seiring dengan pesatnya penguatan rupiah sepanjang bulan lalu. Sepanjang November, rupiah menguat hingga 5,92%.
Kencangnya aliran modal asing di pasar modal tanah air menjadi salah satu motor penguatan rupiah. Pada periode 29 Oktober-30 November, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 11,25 triliun di pasar saham Indonesia.
Sementara di pasar obligasi, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 36,27 triliun sepanjang bulan lalu. Keberhasilan rupiah untuk bangkit hingga menjadi mata uang terbaik di kawasan Asia tak lepas dari peran Bank Indonesia (BI).
Mengakui melakukan intervensi, BI mengatakan tak melakukan intervensi menyeluruh di pasar Surat Berharga Negara (SBN), pasar spot, maupun Domestik Non-Delivery Forward (DNDF) sekaligus. Keberhasilan membawa rupiah kembali ke kisaran Rp 14.400/dolar AS dilakukan hanya dengan menggunakan satu intervensi.
"BI hanya intervensi di pasar DNDF. Ini mempengaruhi pasar spot dan offshore NDF," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/12/2018).
"Jadi BI memang intervensi di pasar DNDF saja untuk pushing down NDF yang offshore (di luar negeri) nah ini berpengaruh ke spot," tambah Nanang.
Sudah ada sentimen positif, dikawal BI pula. Wajar jika rupiah begitu perkasa hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA