
Di Hadapan Yen Sampai Peso, Rupiah Tertunduk Lesu
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 December 2018 14:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah sejak pembukaan pasar spot. Namun ternyata rupiah juga takluk di depan berbagai mata uang Asia.
Pada Selasa (4/12/2018) pukul 14:08 WIB, U$ 1 dibanderol Rp 14.280. Rupiah melemah 0,32% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Rupiah bisa dibilang apes, karena mata uang Asia kebanyakan menguat di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya peso Filipina yang juga melemah.
Dengan 'pesaing' yang hanya satu tentu mudah 'dikalahkan'. Rupiah pun menjadi mata uang terlemah di Asia. Ya, dalam hal pelemahan di hadapan greenback, tidak ada yang sedalam rupiah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 14:12 WIB:
Ternyata tidak hanya di hadapan dolar AS. Melawan mata uang Asia pun rupiah tak berdaya. Terhadap yen Jepang hingga peso, rupiah melemah.
Berikut perkembangan kurs mata uang utama Asia terhadap rupiah pada pukul 14:15 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Hari ini memang bukan harinya rupiah. Setelah menjalani tren penguatan selama sekitar sebulan, tentu ada kalanya menjalani hari yang buruk.
Sejak 30 Oktober, rupiah menguat 5,29% di hadapan dolar Singapura. Melawan ringgit, rupiah juga 6,12% selama periode yang sama.
Kemudian terhadap yen, rupiah perkasa dengan penguatan 6,95%. Sementara beradu dengan yuan China, rupiah menguat sampai 5,73%.
Ada saatnya investor merasa keuntungan yang didapat dari penguatan rupiah sudah cukup menggiurkan untuk dicairkan. Rupiah pun terhempas karena aksi ambil untung, sehingga melemah di hadapan seluruh mata uang utama Asia.
Selain itu, kenaikan harga emas juga menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Pada pukul 14:33 WIB, harga minyak jenis brent naik 1,17% dan light sweet bertambah 1,12%.
Ada potensi kenaikan harga si emas hitam bertahan cukup lama setelah hancur-lebur dalam sebulan terakhir. Damai dagang AS-China memunculkan harapan bahwa perekonomian global tidak lagi suram.
Jika AS-China benar-benar berdamai dan tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan dan rantai pasok dunia (global supply chain) tidak akan terhambat. Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi bisa lebih kencang dari perkiraan sebelumnya.
Saat ekonomi bergairah, maka permintaan energi akan ikut naik. Kenaikan permintaan tentu akan menaikkan harga sumber energi, utamanya minyak.
Namun bagi rupiah, kenaikan harga minyak adalah kabar buruk. Pasalnya, beban impor migas akan membengkak karena harga naik, padahal volume yang diimpor mungkin tidak bertambah.
Artinya, neraca migas akan mengalami defisit yang semakin parah dan membuat lubang di transaksi berjalan (current account) kian menganga. Transaksi berjalan yang defisit, apalagi semakin dalam karena pembengkakan impor minyak, berarti rupiah tidak punya modal untuk menguat karena minimnya pasokan devisa.
Jika kenaikan harga minyak kemungkinan bertahan cukup lama, maka derita yang dialami rupiah pun tidak akan sebentar. Melihat risiko ini, investor pun berpikir berulang kali sebelum mengoleksi rupiah karena ke depan harganya kemungkinan turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Selasa (4/12/2018) pukul 14:08 WIB, U$ 1 dibanderol Rp 14.280. Rupiah melemah 0,32% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Rupiah bisa dibilang apes, karena mata uang Asia kebanyakan menguat di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya peso Filipina yang juga melemah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 14:12 WIB:
Ternyata tidak hanya di hadapan dolar AS. Melawan mata uang Asia pun rupiah tak berdaya. Terhadap yen Jepang hingga peso, rupiah melemah.
Berikut perkembangan kurs mata uang utama Asia terhadap rupiah pada pukul 14:15 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Hari ini memang bukan harinya rupiah. Setelah menjalani tren penguatan selama sekitar sebulan, tentu ada kalanya menjalani hari yang buruk.
Sejak 30 Oktober, rupiah menguat 5,29% di hadapan dolar Singapura. Melawan ringgit, rupiah juga 6,12% selama periode yang sama.
Kemudian terhadap yen, rupiah perkasa dengan penguatan 6,95%. Sementara beradu dengan yuan China, rupiah menguat sampai 5,73%.
Ada saatnya investor merasa keuntungan yang didapat dari penguatan rupiah sudah cukup menggiurkan untuk dicairkan. Rupiah pun terhempas karena aksi ambil untung, sehingga melemah di hadapan seluruh mata uang utama Asia.
Selain itu, kenaikan harga emas juga menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Pada pukul 14:33 WIB, harga minyak jenis brent naik 1,17% dan light sweet bertambah 1,12%.
Ada potensi kenaikan harga si emas hitam bertahan cukup lama setelah hancur-lebur dalam sebulan terakhir. Damai dagang AS-China memunculkan harapan bahwa perekonomian global tidak lagi suram.
Jika AS-China benar-benar berdamai dan tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan dan rantai pasok dunia (global supply chain) tidak akan terhambat. Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi bisa lebih kencang dari perkiraan sebelumnya.
Saat ekonomi bergairah, maka permintaan energi akan ikut naik. Kenaikan permintaan tentu akan menaikkan harga sumber energi, utamanya minyak.
Namun bagi rupiah, kenaikan harga minyak adalah kabar buruk. Pasalnya, beban impor migas akan membengkak karena harga naik, padahal volume yang diimpor mungkin tidak bertambah.
Artinya, neraca migas akan mengalami defisit yang semakin parah dan membuat lubang di transaksi berjalan (current account) kian menganga. Transaksi berjalan yang defisit, apalagi semakin dalam karena pembengkakan impor minyak, berarti rupiah tidak punya modal untuk menguat karena minimnya pasokan devisa.
Jika kenaikan harga minyak kemungkinan bertahan cukup lama, maka derita yang dialami rupiah pun tidak akan sebentar. Melihat risiko ini, investor pun berpikir berulang kali sebelum mengoleksi rupiah karena ke depan harganya kemungkinan turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular