Setelah 3 Hari Perkasa, Rupiah Kini Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 December 2018 12:52
Setelah 3 Hari Perkasa, Rupiah Kini Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah hingga tengah hari ini. Rupiah bahkan menyandang status sebagai mata uang terlemah di Asia. 

Pada Selasa (4/12/2018) pukul 12:03 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.275 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi penutupan sehari sebelumnya. 

Mengawali hari, rupiah membukukan depresiasi 0,46% di hadapan dolar AS. Selepas itu pelemahan rupiah sempat semakin dalam sampai menyentuh kisaran 0,5%. 


Namun itu tidak berlangsung lama karena pelemahan rupiah menipis seiring perjalanan pasar. Meski begitu, rupiah masih terus melemah dan bukan tidak mungkin bertahan hingga penutupan pasar. 

Apabila rupiah betul-betul ditutup melemah, maka rantai penguatan selama 3 hari beruntun bakal terputus. Dalam 3 hari perdagangan sebelumnya, rupiah menguat sampai 1,99%. Performa yang sangat ciamik. 

Dalam sebulan terakhir, penguatan rupiah memang sudah ugal-ugalan yaitu mencapai 4,94%. Namun sejak awal tahun, rupiah masih anjlok dengan angka yang sama yaitu 4,94%. 

 

Rupiah agak apes hari ini, karena mayoritas mata uang utama Asia mampu menguat di hadapan dolar AS. Rupiah hanya ditemani oleh peso Filipina dan won Korea Selatan di zona merah.  

Meski pelemahannya menipis, tetapi rupiah masih menyandang 'gelar' sebagai mata uang terlemah di Asia. Dalam urusan melemah di hadapan greenback, tidak ada mata uang Asia lain yang sedalam rupiah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 12:26 WIB: 

 


(TIM RISET CNBC INDONESIA)

Dolar AS memang sedang merana. Tidak hanya di Asia, greenback juga melemah secara global. 

Pada pukul 12:29 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,3%. Indeks ini tidak pernah merasakan penguatan sejak kemarin. 

Penyebab koreksi mata uang Negeri Paman Sam adalah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang turun. Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah AS berbagai tenor pada pukul 12:31 WIB: 

 

Penurunan yield adalah sinyal bearish bagi dolar AS. Sebab, yield di pasar sekunder akan menjadi acuan dalam penentuan kupon di lelang obligasi.  

Lelang terdekat akan digelar tengah malam ini waktu Indonesia, yang melibatkan tenor 1 tahun, 1 bulan, dan 2 bulan. Target indikatif dalam lelang ini adalah US$ 96 miliar. 

Namun jika yield terus turun, maka kupon yang ditawarkan dalam lelang berpotensi kurang menarik. Akibatnya ada kemungkinan lelang menjadi kurang semarak karena minat terhadap obligasi pemerintah AS yang minim. Saat permintaan terhadap obligasi AS turun, maka permintaan dolar AS juga ikut merosot.  

Selain itu, aura damai dagang AS-China juga membuat greenback tertekan. Mengutip Reuters, China bersedia meningkatkan impor produk-produk made in USA senilai US$ 1,2 triliun. Tidak hanya itu, China juga akan menghapus bea masuk untuk impor mobil dan hambatan non-tarif terhadap produk-produk AS. 

Hubungan AS-China yang sedang mesra ini tentu membuat pelaku pasar berbunga-bunga. Optimisme akan membuncah, pencarian aset-aset berisiko yang memberikan keuntungan besar akan semakin intensif, dan dolar AS akan semakin ditinggalkan. 


Namun rupiah tidak mampu memanfaatkan situasi tersebut. Faktor yang mungkin menjegal rupiah adalah ambil untung. Harap maklum, rupiah sudah menguat signifikan dalam beberapa waktu terakhir.

Sejak 30 Oktober sampai kemarin, rupiah sudah menguat 6,48%. Lebih tajam ketimbang penguatan yang dialami mata uang Asia lainnya seperti rupee (4,39%), won Korea Selatan (2,65%), peso (2,04%), atau dolar Taiwan (0,89%).

Bagi sebagian investor, angka penguatan rupiah itu mungkin cukup menggiurkan sehingga memancing aksi ambil untung. Tekanan jual membuat rupiah melemah.  


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular