
Badai Oversupply Berlalu, Harga Minyak Lanjut Reli Penguatan
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
04 December 2018 12:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari Selasa (4/12/2018), harga minyak mentah jenis brent kontrak Februari 2019 melambung sebesar 1,10% ke level US$62,37/barel, hingga pukul 11.35 WIB. Di waktu yang sama, harga minyak mentah light sweet kontrak Januari 2019 juga menguat 1,15% ke level US$53,56/barel.
Kedua harga minyak mentah kontrak berjangka tersebut masih melanjutkan reli penguatannya, pasca kemarin sama-sama meroket nyaris 4%. Bahkan, pada awal perdagangan, kenaikannya mencapai 5% lebih.
BACA: China-AS Gencatan Senjata, Harga Minyak Melambung 5% !
Harga si emas hitam mulai menunjukkan pemulihan pasca di sepanjang bulan November amblas 22% lebih. Bahkan, pelemahan bulanan itu menjadi yang terburuk dalam lebih dari 10 tahun terakhir.
Bulan lalu, harga minyak memang tertekan oleh kondisi pasar yang cenderung oversupply. Pasokan minyak mentah dunia membanjir, sementara permintaan diekspektasikan lesu akibat perlambatan ekonomi global.
Meski demikian, sejak awal pekan lalu, harga minyak mendapat suntikan energi dari hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Argentina pada akhir pekan lalu.
Kemudian, hari ini harga minyak juga didukung oleh keyakinan investor bahwa Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra produsen non-OPEC akan mengambil kebijakan pemangkasan produksi dalam pertemuan tahunan OPEC di Austria pada pekan ini.
Di Buenos Aires, Washington-Beijing epakat untuk menempuh gencatan senjata dan menghentikan perang dagang, setidaknya sampai 90 hari terhitung mulai 1 Januari 2019.
AS tidak akan menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk importasi produk-produk made in China sebesar US$ 200 miliar yang seyogianya dilakukan pada 1 Januari 2019. Sedangkan China sepakat untuk mengimpor lebih banyak dari AS, mulai dari produk pertanian, energi, sampai manufaktur.
Dari perkembangan teranyar, hawa damai dagang bahkan semakin terasa. Mengutip Reuters, China bersedia meningkatkan impor produk-produk made in USA senilai US$ 1,2 triliun. Tidak hanya itu, China juga akan menghapus bea masuk untuk impor mobil dan hambatan non-tarif.
Dengan perdamaian dagang antar dua negara ini, diharapkan laju perekonomian keduanya bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi. Kini ada harapan bahwa bea masuk yang sudah diterapkan kedua pihak sejak awal tahun ini, dapat dihapuskan.
AS dan China adalah dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sehingga perbaikan ekonomi mereka akan membawa dampak positif bagi perekonomian global secara keseluruhan.
Meski komoditas minyak mentah tidak ada di dalam daftar ratusan produk yang dikenai bea masuk oleh kedua pihak, tapi prospek perbaikan ekonomi global disambut meriah oleh investor.
Pasalnya, sebelumnya permintaan minyak mentah diramal akan menurun drastis akibat perlambatan ekonomi dunia. Kini, pelaku pasar berekspektasi permintaan minyak bisa pulih seperti sedia kala.
Sentimen positif bagi harga minyak mentah juga datang dari harapan investor terhadap pertemuan tahunan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Austria pada 6 Desember mendatang.
Dalam pertemuan tersebut, pelaku pasar berekspektasi bahwa OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) akan merealisasikan pemangkasan sebesar 1-1,4 juta barel/hari, dibandingkan dengan level di bulan Oktober.
"Kita berekspektasi OPEC setuju untuk memangkas produksi di Vienna pada Kamis mendatang. Pemangkasan produksi OPEC dan Rusia sebesar 1,3 juta barel/hari akan diperlukan untuk membalik peningkatan cadangan yang besar secara counter-seasonally," tulis Bank AS Goldman Sachs pada risetnya.
Pelaku pasar punya alasan kuat untuk espektasi pemangkasan produksi tersebut. Sejak akhir pekan lalu, Rusia yang merupakan produsen terbesar kedua di dunia, sudah memberi sinyal untuk bergabung dalam aksi pengurangan produksi.
Teranyar, Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan menyatakan bahwa negaranya akan melanjutkan kontribusinya untuk memangkas produksi minyak mentah global, meski dia sendiri belum mempunyai gambaran konkret terkait seberapa besar pemangkasan tersebut.
"Ya, kita punya keinginan untuk memperpanjang kesepakatan (pemangkasan produksi)," ujar Putin pada wartawan di sela-sela pertemuan G20 di Buenos Aires, seperti dikutip dari Reuters.
"Belum ada kesepakatan akhir terkait volume, tapi kita bersama Arab Saudi akan melakukannya. Dan apapun gambaran finalnya, kita sepakat untuk memantau situasi pasar dan bereaksi dengan cepat," tambah Putin.
Dari data Kementerian Energi Rusia, produksi minyak mentah Rusia bahkan sudah tercatat turun ke 11,37 juta barel/hari di November 2018, atau turun dari rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet sebesar 11,41 juta barel/hari pada bulan sebelumnya.
Tidak hanya dari Negeri Beruang Merah dan OPEC, aura pemangkasan produksi juga datang dari Benua Amerika. Provinsi Kanada Barat akan memaksa produsen minyak untuk memangkas produksi sebesar 8,7%, atau 325.000 barel/hari.
Alasannya, cadangan minyak mentah di fasilitas penyimpanan terus mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa waktu terakhir, gara-gara terjadi bottleneck di jalur pipa pengiriman,
Dengan merebaknya aura pemangkasan produksi minyak dunia ini, risiko dari sisi kelebihan pasokan minyak global setidaknya bisa dimitigasi. Hal ini lantas memberikan energi positif tambahan bagi harga sang emas hitam hari ini.
Ya, badai nampaknya sudah berlalu. Harga minyak siap-siap untuk melesat tinggi lagi hari ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Kedua harga minyak mentah kontrak berjangka tersebut masih melanjutkan reli penguatannya, pasca kemarin sama-sama meroket nyaris 4%. Bahkan, pada awal perdagangan, kenaikannya mencapai 5% lebih.
BACA: China-AS Gencatan Senjata, Harga Minyak Melambung 5% !
Bulan lalu, harga minyak memang tertekan oleh kondisi pasar yang cenderung oversupply. Pasokan minyak mentah dunia membanjir, sementara permintaan diekspektasikan lesu akibat perlambatan ekonomi global.
Meski demikian, sejak awal pekan lalu, harga minyak mendapat suntikan energi dari hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Argentina pada akhir pekan lalu.
Kemudian, hari ini harga minyak juga didukung oleh keyakinan investor bahwa Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra produsen non-OPEC akan mengambil kebijakan pemangkasan produksi dalam pertemuan tahunan OPEC di Austria pada pekan ini.
Di Buenos Aires, Washington-Beijing epakat untuk menempuh gencatan senjata dan menghentikan perang dagang, setidaknya sampai 90 hari terhitung mulai 1 Januari 2019.
AS tidak akan menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk importasi produk-produk made in China sebesar US$ 200 miliar yang seyogianya dilakukan pada 1 Januari 2019. Sedangkan China sepakat untuk mengimpor lebih banyak dari AS, mulai dari produk pertanian, energi, sampai manufaktur.
Dari perkembangan teranyar, hawa damai dagang bahkan semakin terasa. Mengutip Reuters, China bersedia meningkatkan impor produk-produk made in USA senilai US$ 1,2 triliun. Tidak hanya itu, China juga akan menghapus bea masuk untuk impor mobil dan hambatan non-tarif.
Dengan perdamaian dagang antar dua negara ini, diharapkan laju perekonomian keduanya bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi. Kini ada harapan bahwa bea masuk yang sudah diterapkan kedua pihak sejak awal tahun ini, dapat dihapuskan.
AS dan China adalah dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sehingga perbaikan ekonomi mereka akan membawa dampak positif bagi perekonomian global secara keseluruhan.
Meski komoditas minyak mentah tidak ada di dalam daftar ratusan produk yang dikenai bea masuk oleh kedua pihak, tapi prospek perbaikan ekonomi global disambut meriah oleh investor.
Pasalnya, sebelumnya permintaan minyak mentah diramal akan menurun drastis akibat perlambatan ekonomi dunia. Kini, pelaku pasar berekspektasi permintaan minyak bisa pulih seperti sedia kala.
Sentimen positif bagi harga minyak mentah juga datang dari harapan investor terhadap pertemuan tahunan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Austria pada 6 Desember mendatang.
Dalam pertemuan tersebut, pelaku pasar berekspektasi bahwa OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) akan merealisasikan pemangkasan sebesar 1-1,4 juta barel/hari, dibandingkan dengan level di bulan Oktober.
"Kita berekspektasi OPEC setuju untuk memangkas produksi di Vienna pada Kamis mendatang. Pemangkasan produksi OPEC dan Rusia sebesar 1,3 juta barel/hari akan diperlukan untuk membalik peningkatan cadangan yang besar secara counter-seasonally," tulis Bank AS Goldman Sachs pada risetnya.
Pelaku pasar punya alasan kuat untuk espektasi pemangkasan produksi tersebut. Sejak akhir pekan lalu, Rusia yang merupakan produsen terbesar kedua di dunia, sudah memberi sinyal untuk bergabung dalam aksi pengurangan produksi.
Teranyar, Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan menyatakan bahwa negaranya akan melanjutkan kontribusinya untuk memangkas produksi minyak mentah global, meski dia sendiri belum mempunyai gambaran konkret terkait seberapa besar pemangkasan tersebut.
"Ya, kita punya keinginan untuk memperpanjang kesepakatan (pemangkasan produksi)," ujar Putin pada wartawan di sela-sela pertemuan G20 di Buenos Aires, seperti dikutip dari Reuters.
"Belum ada kesepakatan akhir terkait volume, tapi kita bersama Arab Saudi akan melakukannya. Dan apapun gambaran finalnya, kita sepakat untuk memantau situasi pasar dan bereaksi dengan cepat," tambah Putin.
Dari data Kementerian Energi Rusia, produksi minyak mentah Rusia bahkan sudah tercatat turun ke 11,37 juta barel/hari di November 2018, atau turun dari rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet sebesar 11,41 juta barel/hari pada bulan sebelumnya.
Tidak hanya dari Negeri Beruang Merah dan OPEC, aura pemangkasan produksi juga datang dari Benua Amerika. Provinsi Kanada Barat akan memaksa produsen minyak untuk memangkas produksi sebesar 8,7%, atau 325.000 barel/hari.
Alasannya, cadangan minyak mentah di fasilitas penyimpanan terus mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa waktu terakhir, gara-gara terjadi bottleneck di jalur pipa pengiriman,
Dengan merebaknya aura pemangkasan produksi minyak dunia ini, risiko dari sisi kelebihan pasokan minyak global setidaknya bisa dimitigasi. Hal ini lantas memberikan energi positif tambahan bagi harga sang emas hitam hari ini.
Ya, badai nampaknya sudah berlalu. Harga minyak siap-siap untuk melesat tinggi lagi hari ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular