
China-AS Gencatan Senjata, Harga Minyak Melambung 5% !
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
03 December 2018 12:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari Senin (3/12/2018), harga minyak mentah jenis brent kontrak Februari 2019 melambung sebesar 4,94% ke level US$62,4/barel, hingga pukul 11.47 WIB. Di waktu yang sama, harga minyak mentah light sweet kontrak Januari 2019 juga melompat 5,38% ke level US$53,67/barel.
Kedua harga minyak mentah kontrak berjangka tersebut kompak meroket di awal bulan Desember 2018, pasca mengalami masa-masa yang suram di bulan sebelumnya.
Di sepanjang bulan November, harga minyak light sweet dan brent kontrak berjangka kompak amblas 22% lebih secara point-to-point. Pelemahan bulanan itu menjadi yang terburuk dalam lebih dari 10 tahun terakhir.
BACA: November Kelabu, Harga Minyak Amblas 22% Lebih
Harga si emas hitam memang sedang tertekan oleh kondisi pasar yang cenderung oversupply. Pasokan minyak mentah dunia membanjir, sementara permintaan diekspektasikan lesu akibat perlambatan ekonomi global.
Meski demikian, hari ini harga si emas hitam mendapat suntikan energi dari hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Argentina pada akhir pekan lalu.
Di Buenos Aires, Washington-Beijing mencapai kesepakatan 90 hari gencatan senjata dalam sengketa perdagangan.
Pernyataan tertulis Gedung Putih menyebutkan, AS batal menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Sedianya kenaikan tarif ini berlaku mulai 1 Januari 2019. Sementara itu, China sepakat untuk lebih banyak membeli produk Negeri Adidaya mulai dari hasil agrikultur, energi, manufaktur, dan sebagainya.
Washington dan Beijing juga sepakat untuk bernegosiasi seputar transfer teknologi, hak atas kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, pencurian siber, dan pertanian. Apabila tidak ada perkembangan yang memuaskan selama 90 hari, maka kedua pihak sepakat bea masuk bagi produk China ke AS akan naik dari 10% menjadi 25%.
Dengan adanya kesepakatan ini, diharapkan laju perekonomian kedua negara ini bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi. AS dan China adalah dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sehingga perbaikan ekonomi mereka akan membawa dampak positif bagi perekonomian global secara keseluruhan.
Meski komoditas minyak mentah tidak ada di dalam daftar ratusan produk yang dikenai bea masuk oleh kedua pihak, tapi prospek perbaikan ekonomi global disambut meriah oleh investor.
Pasalnya, sebelumnya permintaan minyak mentah diramal akan menurun drastis akibat perlambatan ekonomi dunia. Kini, pelaku pasar berekspektasi permintaan minyak bisa pulih seperti sedia kala.
Sentimen positif bagi harga minyak mentah juga datang dari harapan investor terhadap pertemuan tahunan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Austria pada 6 Desember mendatang.
Dalam pertemuan tersebut, pelaku pasar berekspektasi bahwa OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) akan merealisasikan pemangkasan sebesar 1-1,4 juta barel/hari, dibandingkan dengan level di bulan Oktober.
Pelaku pasar punya alasan untuk espektasi tersebut. Akhir pekan lalu, Rusia yang merupakan produsen terbesar kedua di dunia, memberi sinyal untuk bergabung dalam aksi pengurangan produksi.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak akan mengadakan pertemuan dengan produsen minyak di Negeri Beruang Merah, sebelum bertolak ke Austria untuk menghadiri pertemuan tahunan OPEC pekan ini.
"Gagasan pada pertemuan itu adalah Rusia perlu mengurangi (produksi). Pertanyaan kuncinya adalah seberapa cepat dan seberapa banyak," ucap salah seorang sumber yang familiar dengan pertemuan di Rusia itu, seperti dikutip dari Reuters.
Kemudian, Novak juga dikabarkan akan bertemu dengan perwakilan Arab Saudi di sela-sela pertemuan G20 di Argentina pada 30 November-1 Desember. Kantor berita RIA melaporkan bahwa tujuan pertemuan itu adalah untuk mendiskusikan pemangkasan produksi pada 2019, seperti dilansir dari Reuters.
Dari data Kementerian Energi Rusia, produksi minyak mentah Rusia bahkan sudah tercatat turun ke 11,37 juta barel/hari di November 2018, atau turun dari rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet sebesar 11,41 juta barel/hari pada bulan sebelumnya.
Dengan adanya pemangkasan produksi, maka risiko dari sisi kelebihan pasokan setidaknya bisa dimitigasi. Hal ini lantas memberikan energi positif tambahan bagi harga sang emas hitam hari ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Kedua harga minyak mentah kontrak berjangka tersebut kompak meroket di awal bulan Desember 2018, pasca mengalami masa-masa yang suram di bulan sebelumnya.
Di sepanjang bulan November, harga minyak light sweet dan brent kontrak berjangka kompak amblas 22% lebih secara point-to-point. Pelemahan bulanan itu menjadi yang terburuk dalam lebih dari 10 tahun terakhir.
Harga si emas hitam memang sedang tertekan oleh kondisi pasar yang cenderung oversupply. Pasokan minyak mentah dunia membanjir, sementara permintaan diekspektasikan lesu akibat perlambatan ekonomi global.
Meski demikian, hari ini harga si emas hitam mendapat suntikan energi dari hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Argentina pada akhir pekan lalu.
Di Buenos Aires, Washington-Beijing mencapai kesepakatan 90 hari gencatan senjata dalam sengketa perdagangan.
Pernyataan tertulis Gedung Putih menyebutkan, AS batal menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Sedianya kenaikan tarif ini berlaku mulai 1 Januari 2019. Sementara itu, China sepakat untuk lebih banyak membeli produk Negeri Adidaya mulai dari hasil agrikultur, energi, manufaktur, dan sebagainya.
Washington dan Beijing juga sepakat untuk bernegosiasi seputar transfer teknologi, hak atas kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, pencurian siber, dan pertanian. Apabila tidak ada perkembangan yang memuaskan selama 90 hari, maka kedua pihak sepakat bea masuk bagi produk China ke AS akan naik dari 10% menjadi 25%.
Dengan adanya kesepakatan ini, diharapkan laju perekonomian kedua negara ini bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi. AS dan China adalah dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sehingga perbaikan ekonomi mereka akan membawa dampak positif bagi perekonomian global secara keseluruhan.
Meski komoditas minyak mentah tidak ada di dalam daftar ratusan produk yang dikenai bea masuk oleh kedua pihak, tapi prospek perbaikan ekonomi global disambut meriah oleh investor.
Pasalnya, sebelumnya permintaan minyak mentah diramal akan menurun drastis akibat perlambatan ekonomi dunia. Kini, pelaku pasar berekspektasi permintaan minyak bisa pulih seperti sedia kala.
Sentimen positif bagi harga minyak mentah juga datang dari harapan investor terhadap pertemuan tahunan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Austria pada 6 Desember mendatang.
Dalam pertemuan tersebut, pelaku pasar berekspektasi bahwa OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) akan merealisasikan pemangkasan sebesar 1-1,4 juta barel/hari, dibandingkan dengan level di bulan Oktober.
Pelaku pasar punya alasan untuk espektasi tersebut. Akhir pekan lalu, Rusia yang merupakan produsen terbesar kedua di dunia, memberi sinyal untuk bergabung dalam aksi pengurangan produksi.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak akan mengadakan pertemuan dengan produsen minyak di Negeri Beruang Merah, sebelum bertolak ke Austria untuk menghadiri pertemuan tahunan OPEC pekan ini.
"Gagasan pada pertemuan itu adalah Rusia perlu mengurangi (produksi). Pertanyaan kuncinya adalah seberapa cepat dan seberapa banyak," ucap salah seorang sumber yang familiar dengan pertemuan di Rusia itu, seperti dikutip dari Reuters.
Kemudian, Novak juga dikabarkan akan bertemu dengan perwakilan Arab Saudi di sela-sela pertemuan G20 di Argentina pada 30 November-1 Desember. Kantor berita RIA melaporkan bahwa tujuan pertemuan itu adalah untuk mendiskusikan pemangkasan produksi pada 2019, seperti dilansir dari Reuters.
Dari data Kementerian Energi Rusia, produksi minyak mentah Rusia bahkan sudah tercatat turun ke 11,37 juta barel/hari di November 2018, atau turun dari rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet sebesar 11,41 juta barel/hari pada bulan sebelumnya.
Dengan adanya pemangkasan produksi, maka risiko dari sisi kelebihan pasokan setidaknya bisa dimitigasi. Hal ini lantas memberikan energi positif tambahan bagi harga sang emas hitam hari ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular