Rupiah di Jalan yang Benar

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 December 2018 08:48
Rupiah di Jalan yang Benar
Ilustrasi Rupiah (REUTERS / Beawiharta)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah berhasil memanfaatkan perkembangan eksternal yang kondusif sehingga mampu menyalip greenback. 

Pada Senin (3/12/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.250 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,35% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin menguat. Pada pukul 08:30 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.240 di mana rupiah menguat 0,42%. 

Sepekan kemarin, rupiah menguat 1,62% di hadapan dolar AS dan menjadi mata uang terbarik di Asia. Kini, rupiah dalam jalur yang benar untuk mengulangi pencapaian yang sama. 


Seperti halnya rupiah, mata uang Benua Kuning pun mayoritas menguat di hadapan greenback. Hanya yen Jepang dan peso Filipina yang masih melemah. 

Apresiasi 0,42% membawa rupiah menduduki peringkat kedua di Asia. Yuan China menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,45%. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:34 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS memang sedang tertekan. Pada pukul 08:37 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,23%.  

Risk appetite investor memang sedang tinggi-tingginya. Ini disebabkan hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20, akhir pekan lalu. 

Harapan investor sejak pekan lalu akhirnya jadi kenyataan. AS dan China mencapai kesepakatan 90 hari gencatan senjata dalam sengketa perdagangan. 

Pernyataan tertulis Gedung Putih menyebutkan, AS batal menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Sedianya kenaikan tarif ini berlaku mulai 1 Januari 2019. Sementara China sepakat untuk lebih banyak membeli produk Negeri Adidaya mulai dari hasil agrikultur, energi, manufaktur, dan sebagainya.  

Washington dan Beijing juga sepakat untuk bernegosiasi seputar transfer teknologi, hak atas kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, pencurian siber, dan pertanian. Apabila tidak ada perkembangan yang memuaskan selama 90 hari, maka kedua pihak sepakat tarif bea masuk bagi produk China ke AS akan naik dari 10% menjadi 25%.

Berita ini tentu sangat positif karena setidaknya selama 1,5 bulan ke depan yang namanya perang dagang AS vs China tidak lagi menjadi sentimen yang membuat pelaku pasar sport jantung. Damai dagang untuk sementara sudah tercipta, dan diharapkan tentu tidak hanya 90 hari tetapi selamanya. 

Tanpa sentimen negatif bernama perang dagang, investor diharapkan lebih berani mengambil risiko dengan masuk ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Jika ini terjadi, maka rupiah niscaya akan melanjutkan penguatan.

Sedangkan dari dalam negeri, pelaku pasar mencermati rilis data inflasi November yang akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulanan (month-to-month/MtM) di 0,19%. Sementara inflasi tahunan (year-on-year) di 3,15% dan inflasi inti YoY 2,97%. 


Pada Oktober, BPS mencatat inflasi bulanan sebesar 0,28%. Kemudian inflasi tahunan adalah 3,16% dan inflasi inti tahunan 2,94%. Artinya inflasi November diperkirakan akan melambat dibandingkan Oktober, masih 'jinak'. 

Bila data inflasi sesuai dengan ekspektasi pasar, maka tentu lagi-lagi akan menjadi sentimen positif bagi rupiah. Ditambah dengan damai dagang AS-China, bisa jadi laju pasar keuangan Indonesia sulit terbendung. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular