
Sangar, Rupiah Kini Juara Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 November 2018 12:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bertahan di zona hijau. Bahkan kini rupiah naik peringkat, dari posisi runner-up menjadi juara di Asia.
Pada Jumat (30/11/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.300 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,56% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Perjalanan rupiah hingga tengah hari ini cukup dinamis. Meski terus membukukan penguatan, tetapi apresiasi rupiah sempat menipis ke kisaran 0,2%.
Namun itu tidak berlangsung lama karena rupiah kembali garang. Bahkan rupiah pernah mencicipi penguatan sampai 0,8%.
Selepas itu, penguatan rupiah kembali menipis. Akan tetapi, mata uang Tanah Air masih cukup nyaman di zona hijau.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga pukul 12:05 WIB:
Mata uang Asia bergerak variatif di hadapan dolar AS. Selain rupiah, mata uang Benua Kuning yang menguat di hadapan dolar AS adalah yen Jepang, dolar Hong Kong, rupee India, peso Fillpina, dan baht Thailand.
Namun dengan penguatan 0,56%, rupiah resmi merebut takhta raja Asia dari rupee. Ya, dalam hal penguatan di hadapan dolar AS tidak ada yang sesangar rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:08 WIB:
Greenback memang masih bergerak fluktuatif penuh kegalauan. Pasalnya, rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi November 2018 memberi gambaran yang mixed.
Di satu sisi, ada hal yang mendukung penguatan dolar AS yaitu The Fed masih dalam siklus menaikkan suku bunga acuan. Bahkan kenaikan berikutnya bisa saja terjadi dalam waktu dekat.
"Hampir semua peserta rapat menegaskan kembali bahwa kenaikan suku bunga acuan secara gradual adalah kebijakan yang konsisten dengan tujuan mencapai pasar tenaga kerja yang maksimal dan kestabilan harga. Konsisten dengan pandangan bahwa kenaikan suku bunga secara bertahap adalah kebijakan yang masih layak ditempuh, hampir seluruh peserta rapat menyatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan sepertinya akan dilakukan dalam waktu dekat, jika data ketenagakerjaan dan inflasi senada atau lebih kuat dari ekspektasi," papar notulensi tersebut.
Namun di sisi lain, The Fed juga mulai melunak dengan menyebut ada risiko perlambatan ekonomi yang dialami oleh sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga. Jerome 'Jay' Powell cs juga menegaskan perlu ada perubahan cara penyampaian dengan lebih mengedepankan kata-kata data dependent.
"Para peserta menyiratkan bahwa sepertinya dalam rapat-rapat ke depan perlu ada perubahan bahasa penyampaian, di mana ada kalimat yang menyatakan pentingnya evaluasi terhadap berbagai data dalam menentukan arah kebijakan. Perubahan ini akan membantu memandu Komite dalam situasi perekonomian yang dinamis," tulis notulensi tersebut.
Tarik-ulur dua hal ini menyebabkan dolar AS fluktuatif, melemah dan menguat dalam tempo cepat. Situasi dolar AS yang tidak pasti ini membuat rupiah semakin mantap menguat dan menjadi yang terbaik kedua di Asia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Namun mengapa dolar AS hanya terkoreksi tipis dan kadang-kadang masih bisa menguat? Jawabannya adalah sentimen perang dagang AS-China.
Rencananya Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan mengadakan dialog di sela-sela KTT G20 di Argentina, yang dimulai hari ini. Trump menyatakan Washington siap untuk mencapai kesepakatan dengan China untuk meredakan tensi perang dagang. Namun, dia juga tetap ingin mengenakan bea masuk bagi produk-produk made in China.
“Saya rasa kami sangat dekat untuk mencapai sesuatu dengan China, tetapi saya juga tidak tahu apakah mau melakukannya atau tidak. Sebab, sekarang kita menikmati miliaran dolar dari China atas pengenaan pajak dan bea masuk,” tutur Trump kepada jurnalis sebelum bertolak ke Buenos Aires, seperti dikutip Reuters.
Trump menambahkan, sebenarnya dirinya lebih suka dengan kondisi hubungan AS-China saat ini. AS mendapat keuntungan atas pemberlakuan bea masuk yang sampai sekarang mencakup US$ 250 miliar dari importasi produk-produk China.
“Saya benar-benar tidak tahu, tetapi yang saya bisa sampaikan adalah China ingin membuat kesepakatan. Saya terbuka untuk itu. Namun jujur saja, saya lebih suka seperti sekarang,” ujar Trump.
Pernyataan Trump membuat pelaku pasar khawatir, karena jangan-jangan pembicaraan Trump-Xi di Argentina tidak menuai hasil apapun. Jika ini terjadi, maka perang dagang AS-China masih akan berlangsung dan membuat perekonomian global terluka.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar memilih bermain aman terlebih dulu sembari menantikan kabar terbaru dari Buenos Aires. Sikap bermain aman ini membuat dolar AS sedikit banyak masih dilirik oleh investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Jumat (30/11/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.300 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,56% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Perjalanan rupiah hingga tengah hari ini cukup dinamis. Meski terus membukukan penguatan, tetapi apresiasi rupiah sempat menipis ke kisaran 0,2%.
Namun itu tidak berlangsung lama karena rupiah kembali garang. Bahkan rupiah pernah mencicipi penguatan sampai 0,8%.
Selepas itu, penguatan rupiah kembali menipis. Akan tetapi, mata uang Tanah Air masih cukup nyaman di zona hijau.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga pukul 12:05 WIB:
Mata uang Asia bergerak variatif di hadapan dolar AS. Selain rupiah, mata uang Benua Kuning yang menguat di hadapan dolar AS adalah yen Jepang, dolar Hong Kong, rupee India, peso Fillpina, dan baht Thailand.
Namun dengan penguatan 0,56%, rupiah resmi merebut takhta raja Asia dari rupee. Ya, dalam hal penguatan di hadapan dolar AS tidak ada yang sesangar rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:08 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Rupiah dan sejumlah mata uang Asia mampu memanfaatkan dolar AS yang sedang terombang-ambing. Pada pukul 12:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,01%. Indeks ini bergerak labil di zona merah dan hijau dalam kisaran tipis. Greenback memang masih bergerak fluktuatif penuh kegalauan. Pasalnya, rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi November 2018 memberi gambaran yang mixed.
Di satu sisi, ada hal yang mendukung penguatan dolar AS yaitu The Fed masih dalam siklus menaikkan suku bunga acuan. Bahkan kenaikan berikutnya bisa saja terjadi dalam waktu dekat.
"Hampir semua peserta rapat menegaskan kembali bahwa kenaikan suku bunga acuan secara gradual adalah kebijakan yang konsisten dengan tujuan mencapai pasar tenaga kerja yang maksimal dan kestabilan harga. Konsisten dengan pandangan bahwa kenaikan suku bunga secara bertahap adalah kebijakan yang masih layak ditempuh, hampir seluruh peserta rapat menyatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan sepertinya akan dilakukan dalam waktu dekat, jika data ketenagakerjaan dan inflasi senada atau lebih kuat dari ekspektasi," papar notulensi tersebut.
Namun di sisi lain, The Fed juga mulai melunak dengan menyebut ada risiko perlambatan ekonomi yang dialami oleh sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga. Jerome 'Jay' Powell cs juga menegaskan perlu ada perubahan cara penyampaian dengan lebih mengedepankan kata-kata data dependent.
"Para peserta menyiratkan bahwa sepertinya dalam rapat-rapat ke depan perlu ada perubahan bahasa penyampaian, di mana ada kalimat yang menyatakan pentingnya evaluasi terhadap berbagai data dalam menentukan arah kebijakan. Perubahan ini akan membantu memandu Komite dalam situasi perekonomian yang dinamis," tulis notulensi tersebut.
Tarik-ulur dua hal ini menyebabkan dolar AS fluktuatif, melemah dan menguat dalam tempo cepat. Situasi dolar AS yang tidak pasti ini membuat rupiah semakin mantap menguat dan menjadi yang terbaik kedua di Asia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Namun mengapa dolar AS hanya terkoreksi tipis dan kadang-kadang masih bisa menguat? Jawabannya adalah sentimen perang dagang AS-China.
Rencananya Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan mengadakan dialog di sela-sela KTT G20 di Argentina, yang dimulai hari ini. Trump menyatakan Washington siap untuk mencapai kesepakatan dengan China untuk meredakan tensi perang dagang. Namun, dia juga tetap ingin mengenakan bea masuk bagi produk-produk made in China.
“Saya rasa kami sangat dekat untuk mencapai sesuatu dengan China, tetapi saya juga tidak tahu apakah mau melakukannya atau tidak. Sebab, sekarang kita menikmati miliaran dolar dari China atas pengenaan pajak dan bea masuk,” tutur Trump kepada jurnalis sebelum bertolak ke Buenos Aires, seperti dikutip Reuters.
Trump menambahkan, sebenarnya dirinya lebih suka dengan kondisi hubungan AS-China saat ini. AS mendapat keuntungan atas pemberlakuan bea masuk yang sampai sekarang mencakup US$ 250 miliar dari importasi produk-produk China.
“Saya benar-benar tidak tahu, tetapi yang saya bisa sampaikan adalah China ingin membuat kesepakatan. Saya terbuka untuk itu. Namun jujur saja, saya lebih suka seperti sekarang,” ujar Trump.
Pernyataan Trump membuat pelaku pasar khawatir, karena jangan-jangan pembicaraan Trump-Xi di Argentina tidak menuai hasil apapun. Jika ini terjadi, maka perang dagang AS-China masih akan berlangsung dan membuat perekonomian global terluka.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar memilih bermain aman terlebih dulu sembari menantikan kabar terbaru dari Buenos Aires. Sikap bermain aman ini membuat dolar AS sedikit banyak masih dilirik oleh investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular