Dolar AS Masuk Twilight Zone, Rupiah Lanjutkan Keperkasaan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 November 2018 08:28
Dolar AS Masuk Twilight Zone, Rupiah Lanjutkan Keperkasaan
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat. Bahkan dolar AS sudah di bibir jurang level Rp 14.300. 

Pada Jumat (30/11/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.300 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,56% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan, apresiasi rupiah agak menipis. Pada pukul 08:08 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.310 di mana rupiah masih menguat tetapi berkurang menjadi 0,49%. 

Penguatan ini sejatinya sudah bisa diprediksi sebelum pasar spot dibuka. Pasalnya, tanda-tanda apresiasi rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF).  


Kemarin, rupiah ditutup menguat tajam yaitu 1% di hadapan dolar AS. Rupiah yang seharian jadi raja Asia harus puas mengakhiri hari di posisi kedua, tersalip oleh rupee India yang menguat 1,22% terhadap greenback. 


Pagi ini, mata uang Asia bergerak variatif cenderung menguat terhadap dolar AS. Penguatan 0,49% membawa rupiah masih berada di posisi runner-up, rupee belum tergoyahkan di posisi puncak. 

Namun dengan catatan, pasar keuangan Negeri Bollywood belum dibuka sehingga penguatan rupee masih mencerminkan posisi kemarin. Oleh karena itu, sebenarnya rupiah bisa dibilang menjadi mata uang terkuat di Asia di antara mata uang yang sudah diperdagangkan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:12 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS masih bergerak galau pagi ini. Pada pukul 08:15 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat tipis 0,02%. Dini hari tadi, indeks ini terkoreksi dalam rentang terbatas. 

Sepertinya dolar AS akan berada di twilight zone, zona galau yang penuh ambiguitas. Greenback akan ditarik-tarik oleh kenaikan suku bunga acuan dan stance The Federal Reserve/The Fed yang mulai melunak. Masing-masing sama kuat. 

Dini hari tadi, sudah dirilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi November 2018. Dalam rapat tersebut, para pengambil kebijakan di bank sentral AS sepakat bahwa kenaikan suku bunga acuan secara gradual masih layak untuk ditempuh. 

"Hampir semua peserta rapat menegaskan kembali bahwa kenaikan suku bunga acuan secara gradual adalah kebijakan yang konsisten dengan tujuan mencapai pasar tenaga kerja yang maksimal dan kestabilan harga. Konsisten dengan pandangan bahwa kenaikan suku bunga secara bertahap adalah kebijakan yang masih layak ditempuh, hampir seluruh peserta rapat menyatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan sepertinya akan dilakukan dalam waktu dekat, jika data ketenagakerjaan dan inflasi senada atau lebih kuat dari ekspektasi," papar notulensi tersebut. 

Akibat rilis data ini, pelaku pasar semakin meyakini bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan menaikkan Federal Funds Rate pada rapat 19 Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) adalah 82,7%. Naik dibandingkan posisi sepekan sebelumnya yaitu 75,8%. Ini menjadi energi penguat bagi dolar AS.

Akan tetapi, tetap ada aura dovish dalam notulensi rapat ini. Para peserta rapat semakin menggarisbawahi bahwa ada risiko yang menghantui perekonomian AS. "Ada pertanda perlambatan di sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga," sebut notulensi itu. 

Selain itu, para peserta rapat juga menekankan pentingnya berkaca kepada data (data dependent) dalam pengambilan keputusan. Kalimat ini menjadi semakin kuat, yang menunjukkan The Fed mulai berhati-hati dan bisa berujung pada penurunan agresivitas. 

"Para peserta menyiratkan bahwa sepertinya dalam rapat-rapat ke depan perlu ada perubahan bahasa penyampaian, di mana ada kalimat yang menyatakan pentingnya evaluasi terhadap berbagai data dalam menentukan arah kebijakan. Perubahan ini akan membantu memandu Komite dalam situasi perekonomian yang dinamis," tulis notulensi tersebut. 

Sikap The Fed yang mulai dovish terkonfirmasi oleh rilis data ekonomi AS teranyar. Personal Comsumption Expenditure (PCE) inti atau Core PCE, yang menjadi prefensi The Fed dalam mengukur inflasi, mengalami perlambatan. 

Pada Oktober, Core PCE tercatat 1,8% secara year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan September yaitu 1,9%. Pencapaian Oktober menjadi yang paling rendah sejak Februari.  

Data ekonomi lainnya yang mengecewakan adalah jumlah klaim pengangguran AS yang naik 10.000 ke 234.000 pada pekan lalu, lebih tinggi dari konsensus Reuters yang memperkirakan penurunan ke angka 220.000. Capaian pekan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak pertengahan Mei. 

Artinya bisa dikatakan menaikkan suku bunga acuan secara agresif mungkin sudah tidak diperlukan. Sebab perekonomian memang sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan, jadi apa lagi yang mau diperlambat? Sentimen ini yang menjadi pemberat langkah dolar AS.

Oleh karena itu, dolar AS mungkin akan bergerak fluktuatif sambil mencari bentuk permainan terbaik. Kegalauan greenback ini dapat dimanfaatkan oleh rupiah dkk di Asia untuk menyalip.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular