
Damai Dagang AS-China Menggantung, Hati-hati Rupiah!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 November 2018 09:27

Dolar AS mulai bangkit karena ditopang dua sentimen positif. Pertama adalah rilis notulensi rapat (minutes meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi November 2018.
Di dalamnya, mayoritas pengambil kebijakan di bank sentral AS masih meyakini bahwa kenaikan suku bunga secara bertahap adalah kebijakan yang layak untuk ditempuh. Bahkan kenaikan berikutnya bisa dieksekusi dalam waktu dekat (fairly soon).
"Hampir semua peserta rapat menegaskan kembali bahwa kenaikan suku bunga acuan secara gradual adalah kebijakan yang konsisten dengan tujuan mencapai pasar tenaga kerja yang maksimal dan kestabilan harga. Konsisten dengan pandangan bahwa kenaikan suku bunga secara bertahap adalah kebijakan yang masih layak ditempuh, hampir seluruh peserta rapat menyatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan sepertinya akan dilakukan dalam waktu dekat, jika data ketenagakerjaan dan inflasi senada atau lebih kuat dari ekspektasi," papar notulensi tersebut.
Akibat rilis data ini, pelaku pasar semakin meyakini bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan menaikkan Federal Funds Rate pada rapat 19 Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) adalah 82,7%. Naik dibandingkan posisi sepekan sebelumnya yaitu 75,8%.
Ini tentu menjadi bensin bagi laju dolar AS. Kenaikan suku bunga acuan bakal ikut mendongkrak imbalan investasi di AS sehingga semakin menarik. Permintaan dolar AS akan terus tinggi sehingga nilainya menguat.
Sentimen kedua adalah perkembangan hubungan dagang AS-China. Rencananya Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan mengadakan dialog di sela-sela KTT G20 di Argentina, yang dimulai hari ini.
Trump menyatakan Washington siap untuk mencapai kesepakatan dengan China untuk meredakan tensi perang dagang. Namun, dia juga tetap ingin mengenakan bea masuk bagi produk-produk made in China.
"Saya rasa kami sangat dekat untuk mencapai sesuatu dengan China, tetapi saya juga tidak tahu apakah mau melakukannya atau tidak. Sebab, sekarang kita menikmati miliaran dolar dari China atas pengenaan pajak dan bea masuk," tutur Trump kepada jurnalis sebelum bertolak ke Buenos Aires, seperti dikutip Reuters.
Trump menambahkan, sebenarnya dirinya lebih suka dengan kondisi hubungan AS-China saat ini. AS mendapat keuntungan atas pemberlakuan bea masuk yang sampai sekarang mencakup US$ 250 miliar dari importasi produk-produk China.
"Saya benar-benar tidak tahu, tetapi yang saya bisa sampaikan adalah China ingin membuat kesepakatan. Saya terbuka untuk itu. Namun jujur saja, saya lebih suka seperti sekarang," ujar Trump.
Pernyataan Trump membuat pelaku pasar khawatir, karena jangan-jangan pembicaraan Trump-Xi di Argentina tidak menuai hasil apapun. Jika ini terjadi, maka perang dagang AS-China masih akan berlangsung dan membuat perekonomian global terluka.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar memilih bermain aman terlebih dulu sembari menantikan kabar terbaru dari Buenos Aires. Sikap bermain aman ini membuat dolar AS masih menjadi pilihan utama.
Akibatnya, mata uang Asia kini dalam tekanan. Rupiah tidak terkecuali, karena meski masih menguat tetapi cukup rawan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Di dalamnya, mayoritas pengambil kebijakan di bank sentral AS masih meyakini bahwa kenaikan suku bunga secara bertahap adalah kebijakan yang layak untuk ditempuh. Bahkan kenaikan berikutnya bisa dieksekusi dalam waktu dekat (fairly soon).
"Hampir semua peserta rapat menegaskan kembali bahwa kenaikan suku bunga acuan secara gradual adalah kebijakan yang konsisten dengan tujuan mencapai pasar tenaga kerja yang maksimal dan kestabilan harga. Konsisten dengan pandangan bahwa kenaikan suku bunga secara bertahap adalah kebijakan yang masih layak ditempuh, hampir seluruh peserta rapat menyatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan sepertinya akan dilakukan dalam waktu dekat, jika data ketenagakerjaan dan inflasi senada atau lebih kuat dari ekspektasi," papar notulensi tersebut.
Ini tentu menjadi bensin bagi laju dolar AS. Kenaikan suku bunga acuan bakal ikut mendongkrak imbalan investasi di AS sehingga semakin menarik. Permintaan dolar AS akan terus tinggi sehingga nilainya menguat.
Sentimen kedua adalah perkembangan hubungan dagang AS-China. Rencananya Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan mengadakan dialog di sela-sela KTT G20 di Argentina, yang dimulai hari ini.
Trump menyatakan Washington siap untuk mencapai kesepakatan dengan China untuk meredakan tensi perang dagang. Namun, dia juga tetap ingin mengenakan bea masuk bagi produk-produk made in China.
"Saya rasa kami sangat dekat untuk mencapai sesuatu dengan China, tetapi saya juga tidak tahu apakah mau melakukannya atau tidak. Sebab, sekarang kita menikmati miliaran dolar dari China atas pengenaan pajak dan bea masuk," tutur Trump kepada jurnalis sebelum bertolak ke Buenos Aires, seperti dikutip Reuters.
Trump menambahkan, sebenarnya dirinya lebih suka dengan kondisi hubungan AS-China saat ini. AS mendapat keuntungan atas pemberlakuan bea masuk yang sampai sekarang mencakup US$ 250 miliar dari importasi produk-produk China.
"Saya benar-benar tidak tahu, tetapi yang saya bisa sampaikan adalah China ingin membuat kesepakatan. Saya terbuka untuk itu. Namun jujur saja, saya lebih suka seperti sekarang," ujar Trump.
Pernyataan Trump membuat pelaku pasar khawatir, karena jangan-jangan pembicaraan Trump-Xi di Argentina tidak menuai hasil apapun. Jika ini terjadi, maka perang dagang AS-China masih akan berlangsung dan membuat perekonomian global terluka.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar memilih bermain aman terlebih dulu sembari menantikan kabar terbaru dari Buenos Aires. Sikap bermain aman ini membuat dolar AS masih menjadi pilihan utama.
Akibatnya, mata uang Asia kini dalam tekanan. Rupiah tidak terkecuali, karena meski masih menguat tetapi cukup rawan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular