Harga Minyak Bangkit dari Rekor Terendah, Tapi Masih Rentan

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
29 November 2018 10:40
Fundamental Rentan, Masih Ada Aura Pesimisme Jelang Pertemuan OPEC
Foto: REUTERS/Leonhard Foeger
Meski demikian, fundamental harga minyak mentah sejatinya masih cukup rentan. Kemarin, US Energy Information Administration melaporkan cadangan minyak AS naik 3,6 juta barel menjadi 450 juta barel pada pekan lalu. Cadangan minyak Negeri Adidaya terus naik dalam 10 pekan beruntun.

Stabilnya kenaikan cadangan minyak mentah AS sebagian memang disebabkan oleh perawatan kilang minyak secara berkala. Meski demikian, produksi domestik juga melambung ke rekor 11,7 juta barel/hari.

Sebelumnya, produksi minyak Saudi pada November mencapai 11,1-11,3 juta barel/hari. Capaian itu merupakan rekor tertinggi di sepanjang sejarah Negeri Padang Pasir.

Dari Russia, produksi minyak mentah telah meningkat ke rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet, yakni ke level 11,41 juta barel/hari pada Oktober. Jumlah itu naik dari 11,36 juta barel/hari pada bulan September.

Kini tiga produsen minyak terbesar dunia itu sama-sama mencetak rekor produksi tertinggi. Jelas hal tersebut merupakan sinyal bahwa pasokan minyak mentah dunia memang sedang membanjir.

Kemudian, tidak sedikit pula pelaku pasar yang nampaknya masih meragukan aksi OPEC dan mitranya untuk memangkas produksi. Risiko terbesar datang dari kemesraan AS dengan Saudi (yang secara de facto merupakan pemimpin OPEC). Beberapa waktu lalu, Presiden AS Donald Trump bahkan memuji Saudi terkait harga minyak terkini, dan bahkan meminta harga minyak dapat lebih rendah lagi. “Harga minyak semakin rendah. Bagus! Seperti pemangkasan pajak yang besar untuk Amerika dan Dunia. Selamat menikmati! US$ 54, baru saja US$ 82. Terima kasih Arab Saudi, tapi mari bergerak lebih rendah lagi!”

Sentimen ini lantas memunculkan indikasi bahwa AS akan kembali mengintervensi OPEC/Arab Saudi terkait kebijakan pemangkasan produksi. Bisa jadi, OPEC akhirnya mengurungkan niatnya untuk mestabilkan pasar minyak global.

Kemudian, sejauh ini Iran, Nigeria, dan Rusia, juga sebenarnya juga belum memberikan sinyal yang benar-benar positif untuk bergabung dalam kesepakatan pemangkasan produksi.

Seperti dilansir dari Reuters kemarin, Menteri Energi Nigeria Emmanuel Ibe Kachikwu menyatakan bahwa terlalu cepat untuk Nigeria dalam berpartisipasi dalam pemangkasan produksi, walapun juga menambahkan bahwa ada “kehendak absolut” dari OPEC untuk menstabilisasi pasar.

Selain itu, dalam pernyataan tambahannya kemarin, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan akan “puas” dengan harga minyak mentah US$ 60/barel. Padahal, sebelumnya Putin menyampaikan bahwa Negeri Beruang Merah berharap harga di kisaran US$ 70/barel. Artinya, meski Rusia mau bekerja sama, nampaknya pemangkasan produksinya tidak akan terlalu signifikan.

Fundamental yang masih buruk plus masih adanya aura pesimisme terkait pemangkasan produksi di lantas membatasi penguatan harga minyak pada hari ini. (TIM RISET CNBC INDONESIA)     (RHG/gus)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular