
Obligasi Negara Berkembang Koreksi, Pasar SUN Masih Bertahan
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
27 November 2018 10:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat signifikan, di atas ekspektasi dari prediksi pasar akibat sentimen domestik yang lebih berpengaruh.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanmenguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN merupakan surat berharga negara (SBN) yang sifatnya konvensional dan lebih banyak ditransaksikan di pasar domestik baik oleh investor lokal maupun asing.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah seri FR0075 bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 11,7 basis poin (bps) mnejadi 8,1%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain juga kompak menguat, yaitu seri 5 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun dengan penurunan yield 11 bps, 0,3 bps, dan 8 bps menjadi 7,82%, 7,9%, dan 8,25%.
Penguatan SUN terjadi ketika iklim investasi di pasar keuangan domestik dan negara berkembang sedang tertekan pernyataan Presiden Trump.
Masih bertahannya SUN di zona positif ternyata masih didukung oleh derasnya minat investor ke pasar selepas pemerintah menghentikan sisa lelang hingga akhir tahun serta masuknya dana asing ke pasar SBN.
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar SUN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 484,6 bps, melebar tipis dari posisi kemarin 484,3 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun tipis hingga 3,057% dari posisi kemarin 3,063%.
Penguatan yang belum terputus hingga hari ini tersebut didukung juga oleh masuknya aliran dana asing (capital inflow) ke pasar SUN.
Inflow asing dapat dicermati dari porsi investor di pasar SBN, di mana investor asing menggenggam Rp 894,68 triliun SBN, atau 37,55% dari total beredar Rp 2.382 triliun berdasarkan data per 23 November.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 30,36 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang yang justru melemah.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tipis 0,02% menjadi 6.021 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,17% menjadi Rp 14.495 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS tidak seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah 0,05% menjadi 97,028.
Dari pasar surat utang negara berkembang, mayoritas mengalami koreksi yaitu di Brasil, China, dan Rusia, sedangkan penguatan hanya dialami India, Singapura, dan Indonesia.
Untuk negara maju, pasar obligasi domestik mereka mengalami penguatan yaitu di Jerman, Jepang, dan AS.
Kondisi tersebut mencerminkan investor serdang bergerak dari negara berkembang ke negara maju setelah Presiden Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan impor US$ 267 miliar untuk produk impor dari China.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Perdana 2022! Indonesia Jual Surat Utang Valas
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanmenguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
SUN merupakan surat berharga negara (SBN) yang sifatnya konvensional dan lebih banyak ditransaksikan di pasar domestik baik oleh investor lokal maupun asing.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah seri FR0075 bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 11,7 basis poin (bps) mnejadi 8,1%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain juga kompak menguat, yaitu seri 5 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun dengan penurunan yield 11 bps, 0,3 bps, dan 8 bps menjadi 7,82%, 7,9%, dan 8,25%.
Penguatan SUN terjadi ketika iklim investasi di pasar keuangan domestik dan negara berkembang sedang tertekan pernyataan Presiden Trump.
Masih bertahannya SUN di zona positif ternyata masih didukung oleh derasnya minat investor ke pasar selepas pemerintah menghentikan sisa lelang hingga akhir tahun serta masuknya dana asing ke pasar SBN.
Yield Obligasi Negara Acuan 27 Nov 2018 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 26 Nov 2018 (%) | Yield 27 Nov 2018 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 26 Nov'18 |
FR0063 | 5 tahun | 7.942 | 7.827 | -11.50 | 7.7772 |
FR0064 | 10 tahun | 7.906 | 7.903 | -0.30 | 7.8602 |
FR0065 | 15 tahun | 8.225 | 8.108 | -11.70 | 8.1367 |
FR0075 | 20 tahun | 8.335 | 8.254 | -8.10 | 8.2979 |
Avg movement | -7.90 |
Apresiasi pasar SUN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 484,6 bps, melebar tipis dari posisi kemarin 484,3 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun tipis hingga 3,057% dari posisi kemarin 3,063%.
Penguatan yang belum terputus hingga hari ini tersebut didukung juga oleh masuknya aliran dana asing (capital inflow) ke pasar SUN.
Inflow asing dapat dicermati dari porsi investor di pasar SBN, di mana investor asing menggenggam Rp 894,68 triliun SBN, atau 37,55% dari total beredar Rp 2.382 triliun berdasarkan data per 23 November.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 30,36 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang yang justru melemah.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tipis 0,02% menjadi 6.021 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,17% menjadi Rp 14.495 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS tidak seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah 0,05% menjadi 97,028.
Dari pasar surat utang negara berkembang, mayoritas mengalami koreksi yaitu di Brasil, China, dan Rusia, sedangkan penguatan hanya dialami India, Singapura, dan Indonesia.
Untuk negara maju, pasar obligasi domestik mereka mengalami penguatan yaitu di Jerman, Jepang, dan AS.
Kondisi tersebut mencerminkan investor serdang bergerak dari negara berkembang ke negara maju setelah Presiden Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan impor US$ 267 miliar untuk produk impor dari China.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 26 Nov 2018 (%) | Yield 27 Nov 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.89 | 10.2 | 31.00 |
China | 3.425 | 3.446 | 2.10 |
Jerman | 0.362 | 0.358 | -0.40 |
Perancis | 0.734 | 0.737 | 0.30 |
Inggris | 1.407 | 1.412 | 0.50 |
India | 7.73 | 7.726 | -0.40 |
Italia | 3.239 | 3.272 | 3.30 |
Jepang | 0.091 | 0.089 | -0.20 |
Malaysia | 4.168 | 4.168 | 0.00 |
Filipina | 7.168 | 7.168 | 0.00 |
Rusia | 8.88 | 8.9 | 2.00 |
Singapura | 2.413 | 2.41 | -0.30 |
Thailand | 2.65 | 2.65 | 0.00 |
Turki | 16.01 | 15.95 | -6.00 |
Amerika Serikat | 3.063 | 3.057 | -0.60 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Perdana 2022! Indonesia Jual Surat Utang Valas
Most Popular