
The Fed Diragukan, Dow Jones akan 'Lompat' 254 Poin
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 November 2018 19:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka menguat untuk mengawali pekan ini: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 254 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 28 dan 106 poin.
Kabar positif bagi Wall Street datang dari memudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan pada bulan desember oleh The Federal Reserve. Hal ini terjadi pasca rilis data ekonomi yang mengecewakan.
Menjelang akhir pekan, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI periode November 2018 versi Markit diumumkan sebesar 55,4, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 55,8, seperti dikutip dari Forex Factory.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 26 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan Desember adalah sebesar 72,3%, lebih rendah dari posisi 23 November yang sebesar 75,8%.
Ditengah perang dagang dengan China yang tengah berkecamuk, memang kenaikan suku bunga acuan yang tak kelewat agresif menjadi opsi terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Berbicara mengenai perang dagang AS-China, saat ini terdapat pesimisme bahwa pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 pada akhir bulan ini bsa menyelesaikan friksi yang selama ini terjadi.
Pasalnya, tensi antara kedua negara justru memanas menjelang dilaksanakannya pertemuan. Pada hari Selasa (20/11/2018), United States Trade Representative (USTR) mengatakan bahwa China telah gagal untuk mengubah praktik-praktik tidak adil di bidang kekayaan intelektual dan transfer teknologi yang menjadi salah satu alasan AS membebankan bea masuk baru bagi importasi produk-produk asal China.
"Tinjauan baru ini menunjukkan bahwa China belum secara fundamental merubah praktik-praktik yang tidak adil, tidak beralasan, dan menganggu keseimbangan pasar yang merupakan inti dari laporan pada Maret 2018 mengenai investigasi "Section 301"." Tulis USTR dalam pernyataannya.
China pun kemudian dibuat berang oleh pernyataan tersebut. Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, menegaskan bahwa tuduhan AS sama sekali tidak berdasar.
"AS membuat tuduhan baru yang tak berdasar kepada China. Kami sangat tidak bisa menerimanya. Kami harap AS mencabut kata-kata dan perilaku yang menghancurkan hubungan bilateral kedua negara," sebut Gao dalam jumpa pers di Beijing, dilansir Reuters.
Bila AS melakukan tindakan atas tuduhannya, Gao mengatakan China akan tetap menjaga kepentingannya. Menurutnya, tindakan AS selanjutnya bisa saja semakin merusak tata cara perdagangan dunia.
Selain memudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan pada penghujung tahun oleh The Fed, ada kabar positif dari Benua Biru yang membuat investor bersemangat untuk memburu saham-saham di Negeri Paman Sam.
Kabar positif yang dimaksud adalah terkait perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit). Dalam sidang pada 25 November waktu setempat, para pemimpin Uni Eropa akhirnya menyepakati draf perjanjian Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Inggris Theresa May.
May mengatakan dalam kesepakatan tersebut Inggris tetap memiliki kewenangan untuk mengatur batas-batas wilayah dan anggarannya sendiri. Namun London akan membuat kebijakan yang serasi dengan Brussel sehingga menciptakan kepastian bagi para pelaku usaha.
"Mereka yang berpikir bahwa dengan menolak kesepakatan ini bisa mendapat yang lebih baik, maka akan kecewa. Ini adalah kesepakatan yang terbaik," tegas Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker, dikutip dari Reuters.
Melansir Forex Factory, tidak ada rilis data ekonomi AS yang dijadwalkan untuk hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Jerome Powell, Kesabaran The Fed, & Semringahnya Wall Street
Kabar positif bagi Wall Street datang dari memudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan pada bulan desember oleh The Federal Reserve. Hal ini terjadi pasca rilis data ekonomi yang mengecewakan.
Menjelang akhir pekan, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI periode November 2018 versi Markit diumumkan sebesar 55,4, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 55,8, seperti dikutip dari Forex Factory.
Ditengah perang dagang dengan China yang tengah berkecamuk, memang kenaikan suku bunga acuan yang tak kelewat agresif menjadi opsi terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Berbicara mengenai perang dagang AS-China, saat ini terdapat pesimisme bahwa pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 pada akhir bulan ini bsa menyelesaikan friksi yang selama ini terjadi.
Pasalnya, tensi antara kedua negara justru memanas menjelang dilaksanakannya pertemuan. Pada hari Selasa (20/11/2018), United States Trade Representative (USTR) mengatakan bahwa China telah gagal untuk mengubah praktik-praktik tidak adil di bidang kekayaan intelektual dan transfer teknologi yang menjadi salah satu alasan AS membebankan bea masuk baru bagi importasi produk-produk asal China.
"Tinjauan baru ini menunjukkan bahwa China belum secara fundamental merubah praktik-praktik yang tidak adil, tidak beralasan, dan menganggu keseimbangan pasar yang merupakan inti dari laporan pada Maret 2018 mengenai investigasi "Section 301"." Tulis USTR dalam pernyataannya.
China pun kemudian dibuat berang oleh pernyataan tersebut. Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, menegaskan bahwa tuduhan AS sama sekali tidak berdasar.
"AS membuat tuduhan baru yang tak berdasar kepada China. Kami sangat tidak bisa menerimanya. Kami harap AS mencabut kata-kata dan perilaku yang menghancurkan hubungan bilateral kedua negara," sebut Gao dalam jumpa pers di Beijing, dilansir Reuters.
Bila AS melakukan tindakan atas tuduhannya, Gao mengatakan China akan tetap menjaga kepentingannya. Menurutnya, tindakan AS selanjutnya bisa saja semakin merusak tata cara perdagangan dunia.
Selain memudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan pada penghujung tahun oleh The Fed, ada kabar positif dari Benua Biru yang membuat investor bersemangat untuk memburu saham-saham di Negeri Paman Sam.
Kabar positif yang dimaksud adalah terkait perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit). Dalam sidang pada 25 November waktu setempat, para pemimpin Uni Eropa akhirnya menyepakati draf perjanjian Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Inggris Theresa May.
May mengatakan dalam kesepakatan tersebut Inggris tetap memiliki kewenangan untuk mengatur batas-batas wilayah dan anggarannya sendiri. Namun London akan membuat kebijakan yang serasi dengan Brussel sehingga menciptakan kepastian bagi para pelaku usaha.
"Mereka yang berpikir bahwa dengan menolak kesepakatan ini bisa mendapat yang lebih baik, maka akan kecewa. Ini adalah kesepakatan yang terbaik," tegas Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker, dikutip dari Reuters.
Melansir Forex Factory, tidak ada rilis data ekonomi AS yang dijadwalkan untuk hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Jerome Powell, Kesabaran The Fed, & Semringahnya Wall Street
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular