
Masih Untung Rupiah Tidak Melemah Pagi Ini
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 November 2018 08:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) minim pergerakan di perdagangan pasar spot awal pekan ini. Dolar AS memang mulai bangkit dan menekan mata uang Asia sehingga membatasi dinamika rupiah.
Pada Senin (26/11/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.535 kala pembukaan pasar spot. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Selama sepekan kemarin, rupiah menguat 0,49% terhadap dolar AS secara point-to-point. Rupiah pun mencapai posisi terkuat sejak 10 Agustus.
Penguatan rupiah pekan lalu terjadi kala mayoritas mata uang Asia melemah. Dolar Singapura melemah 0,22%, ringgit Malaysia melemah 0,12%, yen Jepang melemah 0,12%, yuan China melemah 0,16%, dolar Taiwan melemah 0,01%, dan won Korea Selatan anjlok 1,08%.
Oleh karena itu, ada kemungkinan investor mulai melakukan ambil untung atas keuntungan yang didapat dari penguatan rupiah pekan lalu. Aksi profit taking ini memang tidak sampai membuat rupiah melemah, tetapi cukup ampuh menahan agar mata uang Tanah Air tidak menguat.
Pagi ini, mayoritas mata uang Asia melemah di hadapan dolar AS. Sebenarnya rupiah beruntung juga karena setidaknya belum merasakan dinginnya zona merah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:24 WIB:
Pada pukul 08:29 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,04%. Penguatan dolar AS hadir seiring kekhawatiran investor terhadap prospek perekonomian global.
Sepertinya pertumbuhan ekonomi dunia akan cukup suram ke depan, terlihat dari koreksi harga minyak. Sepanjang pekan lalu, harga minyak brent anjlok 11,92% secara point-to-point. Sedangkan light sweet amblas 10,69%.
Dalam sebulan terakhir, harga brent sudah berkurang 28,98% dan light sweet terpangkas 24,1%. Sejak awal tahun, harga brent amblas 11,67% dan light sweet ambrol 14,48%.
Penurunan harga minyak menggambarkan permintaan terhadap komoditas ini sedang seret. Saat permintaan minyak turun, artinya perekonomian sedang kurang bergairah. Tidak butuh banyak energi untuk menggerakkan ekonomi yang melambat.
Situasi ini membuat investor lagi-lagi memilih untuk bermain aman. Di tengah tingginya ketidakpastian, dolar AS adalah instrumen yang paling aman.
Selain aman, dolar AS juga menguntungkan karena The Federal Reserve/The Fed masih dalam siklus kebijakan moneter ketat dengan menaikkan suku bunga secara agresif. Pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan sejawat menaikkan Federal Funds Rate pada Desember ini, dan berlanjut dengan kenaikan setidaknya tiga kali pada 2019.
Dalam situasi seperti ini, rupiah beruntung tidak melemah. Namun bila penguatan dolar AS semakin nyata, maka rupiah dalam bahaya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin (26/11/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.535 kala pembukaan pasar spot. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Selama sepekan kemarin, rupiah menguat 0,49% terhadap dolar AS secara point-to-point. Rupiah pun mencapai posisi terkuat sejak 10 Agustus.
Oleh karena itu, ada kemungkinan investor mulai melakukan ambil untung atas keuntungan yang didapat dari penguatan rupiah pekan lalu. Aksi profit taking ini memang tidak sampai membuat rupiah melemah, tetapi cukup ampuh menahan agar mata uang Tanah Air tidak menguat.
Pagi ini, mayoritas mata uang Asia melemah di hadapan dolar AS. Sebenarnya rupiah beruntung juga karena setidaknya belum merasakan dinginnya zona merah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:24 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Mata uang utama Benua Kuning mayoritas melemah di hadapan dolar AS. Penguatan mata uang Negeri Paman Sam memang sedang mengglobal. Pada pukul 08:29 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,04%. Penguatan dolar AS hadir seiring kekhawatiran investor terhadap prospek perekonomian global.
Sepertinya pertumbuhan ekonomi dunia akan cukup suram ke depan, terlihat dari koreksi harga minyak. Sepanjang pekan lalu, harga minyak brent anjlok 11,92% secara point-to-point. Sedangkan light sweet amblas 10,69%.
Dalam sebulan terakhir, harga brent sudah berkurang 28,98% dan light sweet terpangkas 24,1%. Sejak awal tahun, harga brent amblas 11,67% dan light sweet ambrol 14,48%.
Penurunan harga minyak menggambarkan permintaan terhadap komoditas ini sedang seret. Saat permintaan minyak turun, artinya perekonomian sedang kurang bergairah. Tidak butuh banyak energi untuk menggerakkan ekonomi yang melambat.
Situasi ini membuat investor lagi-lagi memilih untuk bermain aman. Di tengah tingginya ketidakpastian, dolar AS adalah instrumen yang paling aman.
Selain aman, dolar AS juga menguntungkan karena The Federal Reserve/The Fed masih dalam siklus kebijakan moneter ketat dengan menaikkan suku bunga secara agresif. Pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan sejawat menaikkan Federal Funds Rate pada Desember ini, dan berlanjut dengan kenaikan setidaknya tiga kali pada 2019.
Dalam situasi seperti ini, rupiah beruntung tidak melemah. Namun bila penguatan dolar AS semakin nyata, maka rupiah dalam bahaya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular