
Dari Peringkat 3, Peringkat 2, Sekarang Rupiah Nomor 1 Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 November 2018 12:34

Apa resep rupiah sehingga menjadi yang terbaik di Benua Kuning?
Sepertinya arus modal dari pasar obligasi menjadi dorongan kuat bagi rupiah. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah mayoritas masih turun, pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Berikut perkembangan yield obligasi negara berbagai tenor pada pukul 12:14 WIB:
Sepertinya obat kuat dari pemerintah yang diberikan kemarin lumayan ampuh. Kementerian Keuangan membatalkan sisa penerbitan obligasi sampai akhir tahun. Potensi pendanaan dalam sisa empat lelang ini diperkirakan Rp 48 triliun.
Langkah ini membuat pasokan obligasi di pasar sekunder menjadi terbatas. Akibatnya harga instrumen ini berpotensi naik sehingga memancing hasrat investor untuk mengoleksi.
Lagipula, obligasi negara menjadi instrumen yang menarik karena kebijakan moneter ketat dari Bank Indonesia (BI). Sejak Mei, bank sentral telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 175 basis poin (bps).
BI mengakui bahwa kenaikan 7 Day Reverse Repo Rate ditempuh untuk membuat pasar keuangan Indonesia lebih atraktif di mata investor global. Dengan kenaikan suku bunga acuan, maka imbalan investasi di Indonesia akan ikut naik (utamanya instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi).
Benar saja, yield memang menanjak sejak awal Mei. Dalam periode 1 Mei hingga hari ini, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun melonjak 95,2 bps.
Kenaikan yang sangat menggiurkan ini tentu membuat investor, terutama asing, bernafsu memburu surat utang pemerintah. Per 21 November, kepemilikan investor asing di obligasi negara tercatat Rp 889,21 triliun. Naik 5,03% dibandingkan posisi awal Mei.
Masih derasnya aliran modal asing di pasar obligasi hingga hari ini menjadi faktor penopang penguatan rupiah. Tidak sembarang menguat, rupiah juga berhasil menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sepertinya arus modal dari pasar obligasi menjadi dorongan kuat bagi rupiah. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah mayoritas masih turun, pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Berikut perkembangan yield obligasi negara berbagai tenor pada pukul 12:14 WIB:
Sepertinya obat kuat dari pemerintah yang diberikan kemarin lumayan ampuh. Kementerian Keuangan membatalkan sisa penerbitan obligasi sampai akhir tahun. Potensi pendanaan dalam sisa empat lelang ini diperkirakan Rp 48 triliun.
Langkah ini membuat pasokan obligasi di pasar sekunder menjadi terbatas. Akibatnya harga instrumen ini berpotensi naik sehingga memancing hasrat investor untuk mengoleksi.
Lagipula, obligasi negara menjadi instrumen yang menarik karena kebijakan moneter ketat dari Bank Indonesia (BI). Sejak Mei, bank sentral telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 175 basis poin (bps).
BI mengakui bahwa kenaikan 7 Day Reverse Repo Rate ditempuh untuk membuat pasar keuangan Indonesia lebih atraktif di mata investor global. Dengan kenaikan suku bunga acuan, maka imbalan investasi di Indonesia akan ikut naik (utamanya instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi).
Benar saja, yield memang menanjak sejak awal Mei. Dalam periode 1 Mei hingga hari ini, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun melonjak 95,2 bps.
Kenaikan yang sangat menggiurkan ini tentu membuat investor, terutama asing, bernafsu memburu surat utang pemerintah. Per 21 November, kepemilikan investor asing di obligasi negara tercatat Rp 889,21 triliun. Naik 5,03% dibandingkan posisi awal Mei.
Masih derasnya aliran modal asing di pasar obligasi hingga hari ini menjadi faktor penopang penguatan rupiah. Tidak sembarang menguat, rupiah juga berhasil menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular