
Dari Korban Harapan Palsu, Rupiah Jadi Terbaik Kedua Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 November 2018 17:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin nyata. Pengumuman dari pemerintah menjadi obat kuat tambahan bagi mata uang Tanah Air.
Pada Kamis (22/11/2018), US$ 1 ditutup di Rp 14.575. Rupiah menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Rupiah mengawali hari dengan penguatan tipis 0,03%. Namun setelah itu apresiasi rupiah semakin tajam dan sempat menjadi mata uang dengan penguatan terbaik kedua di Asia pada tengah hari.
Selepas tengah hari, kekuatan rupiah bertambah dan naik peringkat menjadi yang terbaik di Asia menggeser rupee India. Ada peran kabar dari pemerintah di sini, akan kita singgung nanti.
Namun ternyata obat kuat dari pemerintah itu tidak bertahan lama. Penguatan rupiah berkurang meski masih bertahan di zona hijau.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Sore ini, dolar AS bergerak variatif di Asia tetapi cenderung menguat. Selain rupiah, mata uang lain yang juga menguat di hadapan dolar AS adalah dolar Hong Kong, rupee India, yen Jepang.
Di antara mata uang yang mampu melawan arus ini rupee India menjadi yang terbaik, sementara rupiah duduk di posisi kedua. Bukan pencapaian yang buruk mengingat kemarin rupiah melemah di hadapan greenback.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:11 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Rupiah dan sebagian kecil mata uang Asia mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang sedang tertekan. Pada pukul 16:14 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,11%. Dollar Index melemah sepanjang hari ini.
Mata uang Negeri Paman Sam ditekan dari dalam dan luar negeri. Dari domestik, data-data ekonomi teranyar tidak mendukung persepsi pemulihan ekonomi Negeri Adidaya.
Klaim tunjangan pengangguran naik 3.000 menjadi 224.000 pada pekan lalu. Capaian itu lebih tinggi dari estimasi pasar yang meramalkan penurunan ke angka 215.000.
Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti non-pertahanan (mengeluarkan komponen pesawat) periode Oktober 2018 tidak mengalami perubahan. Lebih rendah dari konsensus Reuters yang mengekspektasikan pertumbuhan sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM). Sementara itu, data September direvisi ke bawah menjadi minus 0,5%, dari sebelumnya minus 0,1%.
Data-data ini membuka kemungkinan (meski kecil) bahwa The Federal Reserve/The Fed bisa saja tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Sebab ekonomi AS ternyata belum berlari secepat perkiraan, masih ada hambatan di sana-sini.
Menurut CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) dalam rapat The Fed 19 Desember adalah 72,3%. Turun dibandingkan posisi sebulan lalu yang masih 78,4%.
Selama ini keperkasaan dolar AS memang sangat bergantung dari kenaikan suku bunga acuan. Saat suku bunga acuan naik, imbalan investasi di AS juga akan ikut terdongkrak (khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi).
Berinvestasi di AS menjadi lebih menarik dan ini tentu membutuhkan greenback. Permintaan dolar AS akan naik dan nilainya menguat. Namun tanpa kenaikan suku bunga acuan, kekuatan itu akan sirna.
Berinvestasi di AS menjadi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Kebutuhan dolar AS menjadi tidak terlalu besar.
Sementara dari luar negeri, ada harapan drama fiskal Italia bisa berakhir indah. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte membuka ruang untuk merevisi rancangan anggaran 2019.
Sebelumnya, Uni Eropa menolak rancangan anggaran ini karena dinilai terlalu agresif. Defisit anggaran ditargetkan 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dibandingkan rancangan sebelumnya yaitu 1,8%.
Dokumen ini dikembalikan ke Roma dengan harapan ada revisi. Kemarin, Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini menyatakan pemerintah bersedia menurunkan belanja negara.
Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah dan mata uang Asia lainnya untuk menguat. Sebab, risk appetite investor menjadi naik dan arus modal mengalir deras ke pasar keuangan negara-negara berkembang.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Rupiah yang bisa menjadi terbaik kedua Asia tentu memiliki dorongan lain sehingga bisa menguat lumayan tajam. Salah satunya adalah dari pengumuman pemerintah.
Kementerian Keuangan membatalkan rencana lelang obligasi pemerintah pada 27 November, 4 Desember, 11 Desember, 18 Desember. Potensi perolehan dana dalam lelang tersebut ditaksir mencapai Rp 48 triliun.
"Pembatalan rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana tersebut diputuskan setelah mempertimbangkan outlook pemenuhan target pembiayaan APBN tahun 2018 yang bersumber dari lelang penerbitan SBN," sebut pernyataan tertulis Kementerian.
Langkah ini membuat pasokan obligasi di pasar sekunder menjadi terbatas. Akibatnya harga instrumen ini berpotensi naik sehingga memancing hasrat investor untuk mengoleksi.
Pertanda arus modal masuk ke pasar obligasi adalah penurunan imbal hasil (yield). Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah pada pukul 16:32 WIB, yang menunjukkan penurunan di hampir semua tenor:
Arus modal ini berhasil mengangkat rupiah di hadapan dolar AS. Rupiah pun sukses menyelesaikan misi balas dendam setelah kemarin harus kecewa menjadi korban harapan palsu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Kamis (22/11/2018), US$ 1 ditutup di Rp 14.575. Rupiah menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Rupiah mengawali hari dengan penguatan tipis 0,03%. Namun setelah itu apresiasi rupiah semakin tajam dan sempat menjadi mata uang dengan penguatan terbaik kedua di Asia pada tengah hari.
Selepas tengah hari, kekuatan rupiah bertambah dan naik peringkat menjadi yang terbaik di Asia menggeser rupee India. Ada peran kabar dari pemerintah di sini, akan kita singgung nanti.
Namun ternyata obat kuat dari pemerintah itu tidak bertahan lama. Penguatan rupiah berkurang meski masih bertahan di zona hijau.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
![]() |
Di antara mata uang yang mampu melawan arus ini rupee India menjadi yang terbaik, sementara rupiah duduk di posisi kedua. Bukan pencapaian yang buruk mengingat kemarin rupiah melemah di hadapan greenback.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:11 WIB:
Mata Uang | Kurs | Perubahan (%) |
USD/JPY | 112.90 | (),13) |
USD/CNY | 6.93 | 0.15 |
USD/KRW | 1,129.46 | 0.21 |
USD/TWD | 30.98 | 0.30 |
USD/HKD | 7.83 | (0.03) |
USD/INR | 71.06 | (0.32) |
USD/MYR | 4.19 | 0.00 |
USD/SGD | 1.37 | 0.08 |
USD/THB | 32.98 | 0.30 |
USD/PHP | 52.34 | 0.37 |
USD/IDR | 14,575 | (0.17) |
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Rupiah dan sebagian kecil mata uang Asia mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang sedang tertekan. Pada pukul 16:14 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,11%. Dollar Index melemah sepanjang hari ini.
Mata uang Negeri Paman Sam ditekan dari dalam dan luar negeri. Dari domestik, data-data ekonomi teranyar tidak mendukung persepsi pemulihan ekonomi Negeri Adidaya.
Klaim tunjangan pengangguran naik 3.000 menjadi 224.000 pada pekan lalu. Capaian itu lebih tinggi dari estimasi pasar yang meramalkan penurunan ke angka 215.000.
Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti non-pertahanan (mengeluarkan komponen pesawat) periode Oktober 2018 tidak mengalami perubahan. Lebih rendah dari konsensus Reuters yang mengekspektasikan pertumbuhan sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM). Sementara itu, data September direvisi ke bawah menjadi minus 0,5%, dari sebelumnya minus 0,1%.
Data-data ini membuka kemungkinan (meski kecil) bahwa The Federal Reserve/The Fed bisa saja tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Sebab ekonomi AS ternyata belum berlari secepat perkiraan, masih ada hambatan di sana-sini.
Menurut CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) dalam rapat The Fed 19 Desember adalah 72,3%. Turun dibandingkan posisi sebulan lalu yang masih 78,4%.
Selama ini keperkasaan dolar AS memang sangat bergantung dari kenaikan suku bunga acuan. Saat suku bunga acuan naik, imbalan investasi di AS juga akan ikut terdongkrak (khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi).
Berinvestasi di AS menjadi lebih menarik dan ini tentu membutuhkan greenback. Permintaan dolar AS akan naik dan nilainya menguat. Namun tanpa kenaikan suku bunga acuan, kekuatan itu akan sirna.
Berinvestasi di AS menjadi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Kebutuhan dolar AS menjadi tidak terlalu besar.
Sementara dari luar negeri, ada harapan drama fiskal Italia bisa berakhir indah. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte membuka ruang untuk merevisi rancangan anggaran 2019.
Sebelumnya, Uni Eropa menolak rancangan anggaran ini karena dinilai terlalu agresif. Defisit anggaran ditargetkan 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dibandingkan rancangan sebelumnya yaitu 1,8%.
Dokumen ini dikembalikan ke Roma dengan harapan ada revisi. Kemarin, Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini menyatakan pemerintah bersedia menurunkan belanja negara.
Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah dan mata uang Asia lainnya untuk menguat. Sebab, risk appetite investor menjadi naik dan arus modal mengalir deras ke pasar keuangan negara-negara berkembang.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Rupiah yang bisa menjadi terbaik kedua Asia tentu memiliki dorongan lain sehingga bisa menguat lumayan tajam. Salah satunya adalah dari pengumuman pemerintah.
Kementerian Keuangan membatalkan rencana lelang obligasi pemerintah pada 27 November, 4 Desember, 11 Desember, 18 Desember. Potensi perolehan dana dalam lelang tersebut ditaksir mencapai Rp 48 triliun.
"Pembatalan rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana tersebut diputuskan setelah mempertimbangkan outlook pemenuhan target pembiayaan APBN tahun 2018 yang bersumber dari lelang penerbitan SBN," sebut pernyataan tertulis Kementerian.
Langkah ini membuat pasokan obligasi di pasar sekunder menjadi terbatas. Akibatnya harga instrumen ini berpotensi naik sehingga memancing hasrat investor untuk mengoleksi.
Pertanda arus modal masuk ke pasar obligasi adalah penurunan imbal hasil (yield). Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah pada pukul 16:32 WIB, yang menunjukkan penurunan di hampir semua tenor:
Tenor (Tahun) | Yield Terakhir (%) | Perubahan (Poin) |
1 | 6.26 | -0.183 |
3 | 7.646 | -0.07 |
5 | 8.009 | 0.011 |
10 | 8.005 | -0.013 |
15 | 8.306 | -0.021 |
20 | 8.429 | -0.024 |
25 | 8.677 | 0.001 |
30 | 8.832 | -0.009 |
Arus modal ini berhasil mengangkat rupiah di hadapan dolar AS. Rupiah pun sukses menyelesaikan misi balas dendam setelah kemarin harus kecewa menjadi korban harapan palsu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular