IHSG Menguat Kala Bursa Regional Melemah, Ini Sebabnya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 November 2018 11:23
IHSG membukukan penguatan kala bursa saham utama kawasan Asia kini sudah berbaik arah ke zona merah.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) benar-benar aneh hari ini. Pada saat pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,19% ke level 5.936,66. IHSG dibuka melemah kala sebelumnya bursa saham utama kawasan Asia kompak dibuka di zona hijau.

Kemudian kini, IHSG menguat sebesar 0,43% ke level 5.973,32. Padahal, bursa saham utama kawasan Asia sudah berbaik arah ke zona merah: indeks Shanghai turun 0,55%, indeks Hang Seng turun 0,05%, indeks Strait Times turun 0,05%, dan indeks Kospi turun 0,35%.

Pelaku pasar nampak mengabaikan rilis data ekonomi di AS yang tak mampu memenuhi ekspektasi. Klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 16 November 2018 diumumkan sebesar 224.000, lebih tinggi dari estimasi yang sebesar 215.000, seperti dikutip dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti periode Oktober 2018 diumumkan terkontraksi sebesar 0,1% MoM, di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,4% MoM.

Mengecewakannya rilis data tersebut seharusnya menimbulkan persepsi bahwa The Federal Reserve belum akan mengerek suku bunga acuan pada bulan depan. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 21 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan Desember adalah sebesar 72,3%. Posisi ini memang lebih rendah dari posisi bulan lalu yang sebesar 78,4%.

Namun, angkanya tetap saja masih berada di level yang relatif tinggi. Pelaku pasar memandang bahwa kemungkinan The Fed menunda rencana normalisasinya adalah tipis.

Apalagi, Presiden AS Donald Trump sudah beberapa kali menyerang kebijakan pengetatan yang diambil oleh The Fed. Tak hanya institusinya, Gubernur The Fed yakni Jerome Powell juga ikut diserang oleh Trump.

Oleh karenanya, menjadi penting bagi The Fed untuk membuktikan independensinya. Walau perekonomian melambat pun, akan sulit memaksa The Fed untuk tidak menaikkan suku bunga acuan.

Akibat masih tingginya persepsi terkait dengan normalisasi The Fed pada bulan Desember, banyak mata uang dari negara-negara Asia diperdagangkan melemah melawan dolar AS di pasar spot: yuan melemah 0,06%, dolar Singapura melemah 0,04%, won melemah 0,24%, baht melemah 0,24%, dan peso melemah 0,34%.

Pelemahan nilai tukar membuat bursa saham tak mampu menguat.

Namun, pelemahan tak dialami oleh rupiah. Mata uang Garuda menguat tipis 0,1% ke level Rp 14.585/dolar AS. Investor nampak masih mengapresiasi kenaikan suku bunga acuan sebesar 25bps ke level 6% yang diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) tepat 1 minggu yang lalu. Keputusan ini mengejutkan lantaran konsensus yang dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.

Dengan dinaikannya suku bunga acuan, maka imbal hasil investasi pendapatan tetap di tanah air akan menjadi semakin kompetitif sehingga diharapkan bisa menarik aliran dana investor asing. Pada akhirnya, defisit di pos transaksi berjalan akan bisa diimbangi oleh surplus di pos transaksi modal dan finansial.

Sebagai informasi, prospek transaksi berjalan di kuartal-IV nampaknya cukup suram. Kemarin siang, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit neraca dagang periode Oktober 2018 di angka US$ 1,82 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 62,5 juta. Defisit bulan Oktober menjadi yang terdalam sejak Juli 2017. Kala itu, defisit neraca dagang adalah sebesar US$ 2,01 miliar.

Pada akhirnya, penguatan rupiah mendorong investor asing untuk melakukan aksi beli. Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 19,7 miliar di pasar saham tanah air.

5 besar saham yang dikoleksi investor asing adalah: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 53,8 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 36,7 miliar), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (Rp 21,8 miliar), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (Rp 16,8 miliar), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 8,2 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ank/roy) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular