
Rupiah Menyerang Sejak Awal, Dolar AS Kebobolan
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 November 2018 08:30

Dolar AS tidak hanya tertekan di Asia, tetapi juga di dunia. Pada pukul 08:20 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) masih melemah tipis 0,01%.
Mata uang Negeri Paman Sam melemah setelah rilis data terbaru. Klaim tunjangan pengangguran naik 3.000 menjadi 224.000 pada pekan lalu. Capaian itu lebih tinggi dari estimasi pasar yang meramalkan penurunan ke angka 215.000.
Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti non-pertahanan (mengeluarkan komponen pesawat) periode Oktober 2018 tidak mengalami perubahan. Lebih rendah dari konsensus Reuters yang mengekspektasikan pertumbuhan sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM). Sementara itu, data September direvisi ke bawah menjadi minus 0,5%, dari sebelumnya minus 0,1%.
Data-data ini membuka kemungkinan (meski kecil) bahwa The Federal Reserve/The Fed bisa saja tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Sebab ekonomi AS ternyata belum berlari secepat perkiraan, masih ada hambatan di sana-sini.
Menurut CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) dalam rapat The Fed 19 Desember adalah 72,3%. Turun dibandingkan posisi sebulan lalu yang masih 78,4%.
Selama ini keperkasaan dolar AS memang sangat bergantung dari kenaikan suku bunga acuan. Saat suku bunga acuan naik, imbalan investasi di AS juga akan ikut terdongkrak (khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi).
Berinvestasi di AS menjadi lebih menarik dan ini tentu membutuhkan greenback. Permintaan dolar AS akan naik dan nilainya menguat.
Namun tanpa kenaikan suku bunga acuan, kekuatan itu akan sirna. Berinvestasi di AS menjadi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Kebutuhan dolar AS menjadi tidak terlalu besar.
Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah dan mata uang Asia lainnya untuk menguat. Menarik untuk dinantikan, apakah rupiah mampu membalas dendam atas pelemahan yang terjadi kemarin?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Mata uang Negeri Paman Sam melemah setelah rilis data terbaru. Klaim tunjangan pengangguran naik 3.000 menjadi 224.000 pada pekan lalu. Capaian itu lebih tinggi dari estimasi pasar yang meramalkan penurunan ke angka 215.000.
Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti non-pertahanan (mengeluarkan komponen pesawat) periode Oktober 2018 tidak mengalami perubahan. Lebih rendah dari konsensus Reuters yang mengekspektasikan pertumbuhan sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM). Sementara itu, data September direvisi ke bawah menjadi minus 0,5%, dari sebelumnya minus 0,1%.
Menurut CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) dalam rapat The Fed 19 Desember adalah 72,3%. Turun dibandingkan posisi sebulan lalu yang masih 78,4%.
Selama ini keperkasaan dolar AS memang sangat bergantung dari kenaikan suku bunga acuan. Saat suku bunga acuan naik, imbalan investasi di AS juga akan ikut terdongkrak (khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi).
Berinvestasi di AS menjadi lebih menarik dan ini tentu membutuhkan greenback. Permintaan dolar AS akan naik dan nilainya menguat.
Namun tanpa kenaikan suku bunga acuan, kekuatan itu akan sirna. Berinvestasi di AS menjadi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Kebutuhan dolar AS menjadi tidak terlalu besar.
Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah dan mata uang Asia lainnya untuk menguat. Menarik untuk dinantikan, apakah rupiah mampu membalas dendam atas pelemahan yang terjadi kemarin?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular