
Masih Labil, Rupiah Menguat Lagi
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 November 2018 13:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ternyata masih labil. Dibuka menguat, rupiah sempat merasakan terpeleset ke zona merah. Namun kemudian rupiah kembali terapresiasi meski sangat terbatas.
Pada Senin (19/11/2018) pukul 13:32 WIB, US$ 1 di pasar spot setara dengan Rp 14.605. Rupiah kini menguat 0,02% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Mengawali hari, rupiah menguat lumayan tajam yaitu 0,64%. Namun setelah itu penguatan rupiah terus berkurang dan bahkan sempat melemah tipis.
Selepas tengah hari, rupiah sudah bisa melepaskan diri dari zona merah. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa apresiasi rupiah masih sangat tipis sehingga bisa saja setiap saat kembali melemah.
Rupiah kini sejajar dengan rupee India, yen Jepang, dan ringgit Malaysia yang menguat. Sementara sejumlah mata uang utama Asia lainnya memang masih melemah, tetapi mulai mampu mengejar ketertinggalan.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 13:37 WIB:
Ketidakpastian di pasar keuangan global membuat investor masih memilih aset aman seperti dolar AS. Dari Eropa, proses perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui jalan berliku.
Di London, Perdana Menteri Inggris Theresa May menghadapi tantangan berat. Lebih dari 20 orang anggota parlemen dari Partai Konservatif pendukung pemerintah sudah mengirim surat mosi tidak percaya kepada pemerintahan May.
Sementara tensi perang dagang AS vs China kembali meninggi setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan belum bisa menerima seluruh komitmen Beijing untuk melakukan reformasi ekonomi. China sudah mengirim yang berisi 142 poin reformasi ekonomi yang dihendaki AS.
"Mereka mengirim daftar yang banyak. Untuk beberapa hal, belum bisa saya terima," tegas Trump, mengutip Reuters.
Namun dolar AS juga dihadapkan kepada sentimen negatif yaitu kemungkinan laju kenaikan suku bunga acuan akan melambat. Richard Clarida, Wakil Gubernur The Federal Reserve/The Fed, mengatakan suku bunga acuan di AS sudah semakin mendekati titik netral, di mana suku bunga tidak lagi mendorong laju perekonomian maupun mengeremnya.
Saat ini median Federal Funds Rate adalah 2,125% sementara preferensi inflasi The Fed yaitu Core Personal Consumption Expenditure ada di 1,97% YoY per September. Sebenarnya sekali lagi kenaikan suku bunga 25 bps sudah cukup membuatnya menjadi netral, karena akan senada dengan laju inflasi.
Mengutip Reuters, Clarida menyatakan bukan berarti The Fed menaikkan suku bunga terlalu tinggi, terlalu cepat, atau terlalu agresif. Namun kenaikan suku bunga berikutnya sebaiknya lebih mengacu kepada data (data dependent) karena saat ini Federal Funds Rate semakin dekat ke target 2,5-2,5% yang disebut netral.
Pernyataan Clarida ini bisa membuat pelaku pasar berpersepsi masih ada kemungkinan The Fed akan menahan laju kenaikan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 bps pada dalam The Fed 19 Desember adalah 65,4%. Turun cukup jauh dibandingkan seminggu sebelumnya yaitu 75,8%.
Tanpa kabar kenaikan suku bunga acuan, dolar AS akan lesu. Sebab selama ini tingginya permintaan terhadap greenback didorong oleh kenaikan suku bunga acuan.
Tarik-menarik sentimen ini masih memihak dolar AS. Namun setidaknya rupiah masih bisa selamat, meski saat ini mata uang Tanah Air berdiri di atas lapisan es yang tipis. Rupiah bisa kembali jatuh setiap saat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin (19/11/2018) pukul 13:32 WIB, US$ 1 di pasar spot setara dengan Rp 14.605. Rupiah kini menguat 0,02% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Mengawali hari, rupiah menguat lumayan tajam yaitu 0,64%. Namun setelah itu penguatan rupiah terus berkurang dan bahkan sempat melemah tipis.
Selepas tengah hari, rupiah sudah bisa melepaskan diri dari zona merah. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa apresiasi rupiah masih sangat tipis sehingga bisa saja setiap saat kembali melemah.
Rupiah kini sejajar dengan rupee India, yen Jepang, dan ringgit Malaysia yang menguat. Sementara sejumlah mata uang utama Asia lainnya memang masih melemah, tetapi mulai mampu mengejar ketertinggalan.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 13:37 WIB:
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
Dolar AS memang masih menguat secara global. Pada pukul 13: 39 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,05%.Ketidakpastian di pasar keuangan global membuat investor masih memilih aset aman seperti dolar AS. Dari Eropa, proses perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui jalan berliku.
Di London, Perdana Menteri Inggris Theresa May menghadapi tantangan berat. Lebih dari 20 orang anggota parlemen dari Partai Konservatif pendukung pemerintah sudah mengirim surat mosi tidak percaya kepada pemerintahan May.
Sementara tensi perang dagang AS vs China kembali meninggi setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan belum bisa menerima seluruh komitmen Beijing untuk melakukan reformasi ekonomi. China sudah mengirim yang berisi 142 poin reformasi ekonomi yang dihendaki AS.
"Mereka mengirim daftar yang banyak. Untuk beberapa hal, belum bisa saya terima," tegas Trump, mengutip Reuters.
Namun dolar AS juga dihadapkan kepada sentimen negatif yaitu kemungkinan laju kenaikan suku bunga acuan akan melambat. Richard Clarida, Wakil Gubernur The Federal Reserve/The Fed, mengatakan suku bunga acuan di AS sudah semakin mendekati titik netral, di mana suku bunga tidak lagi mendorong laju perekonomian maupun mengeremnya.
Saat ini median Federal Funds Rate adalah 2,125% sementara preferensi inflasi The Fed yaitu Core Personal Consumption Expenditure ada di 1,97% YoY per September. Sebenarnya sekali lagi kenaikan suku bunga 25 bps sudah cukup membuatnya menjadi netral, karena akan senada dengan laju inflasi.
Mengutip Reuters, Clarida menyatakan bukan berarti The Fed menaikkan suku bunga terlalu tinggi, terlalu cepat, atau terlalu agresif. Namun kenaikan suku bunga berikutnya sebaiknya lebih mengacu kepada data (data dependent) karena saat ini Federal Funds Rate semakin dekat ke target 2,5-2,5% yang disebut netral.
Pernyataan Clarida ini bisa membuat pelaku pasar berpersepsi masih ada kemungkinan The Fed akan menahan laju kenaikan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 bps pada dalam The Fed 19 Desember adalah 65,4%. Turun cukup jauh dibandingkan seminggu sebelumnya yaitu 75,8%.
Tanpa kabar kenaikan suku bunga acuan, dolar AS akan lesu. Sebab selama ini tingginya permintaan terhadap greenback didorong oleh kenaikan suku bunga acuan.
Tarik-menarik sentimen ini masih memihak dolar AS. Namun setidaknya rupiah masih bisa selamat, meski saat ini mata uang Tanah Air berdiri di atas lapisan es yang tipis. Rupiah bisa kembali jatuh setiap saat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular