
Luar Biasa! Rupiah Menguat Nyaris Sendirian di Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 November 2018 10:56

Dua faktor domestik memotori penguatan rupiah. Pertama, keputusan Bank Indonesia (BI) yang secara mengejutkan mengerek suku bunga acuan sebesar 25bps ke level 6%. Keputusan ini mengejutkan lantaran konsensus yang dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.
Dengan dinaikannya suku bunga acuan, maka imbal hasil investasi pendapatan tetap di tanah air akan menjadi semakin kompetitif sehingga diharapkan bisa menarik aliran dana investor asing. Pada akhirnya, defisit di pos transaksi berjalan akan bisa diimbangi oleh surplus di pos transaksi modal dan finansial.
Sebagai informasi, prospek transaksi berjalan di kuartal-IV nampaknya cukup suram. Kemarin siang, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit neraca dagang periode Oktober 2018 di angka US$ 1,82 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 62,5 juta. Defisit bulan Oktober menjadi yang terdalam sejak Juli 2017. Kala itu, defisit neraca dagang adalah sebesar US$ 2,01 miliar.
Berbicara mengenai transaksi berjalan, kita bisa masuk ke faktor domestik yang kedua yakni pengumuman paket kebijakan ekonomi jilid 16 yang diarahkan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan (current Account Deficit/CAD).
Pada hari ini di Istana Negara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Gubernur BI Perry Warjiyo, Wakil Ketua OJK Nurhaida, dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memaparkan paket kebijakan seri terbaru ini.
"Apa yang kita umumkan sebenarnya sifatnya untuk jangka panjang dan memang memperbaiki CAD," papar Darmin.
Poin penting dari paket kebijakan ekonomi jilid 16 diantaranya: 1. Perluasan fasilitas pengurangan PPh Badan 2. Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) 3. Pengaturan Devisa Hasil Ekspor melalui Special Deposit Account (SDA)
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/roy)
Dengan dinaikannya suku bunga acuan, maka imbal hasil investasi pendapatan tetap di tanah air akan menjadi semakin kompetitif sehingga diharapkan bisa menarik aliran dana investor asing. Pada akhirnya, defisit di pos transaksi berjalan akan bisa diimbangi oleh surplus di pos transaksi modal dan finansial.
Sebagai informasi, prospek transaksi berjalan di kuartal-IV nampaknya cukup suram. Kemarin siang, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit neraca dagang periode Oktober 2018 di angka US$ 1,82 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 62,5 juta. Defisit bulan Oktober menjadi yang terdalam sejak Juli 2017. Kala itu, defisit neraca dagang adalah sebesar US$ 2,01 miliar.
Pada hari ini di Istana Negara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Gubernur BI Perry Warjiyo, Wakil Ketua OJK Nurhaida, dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memaparkan paket kebijakan seri terbaru ini.
"Apa yang kita umumkan sebenarnya sifatnya untuk jangka panjang dan memang memperbaiki CAD," papar Darmin.
Poin penting dari paket kebijakan ekonomi jilid 16 diantaranya: 1. Perluasan fasilitas pengurangan PPh Badan 2. Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) 3. Pengaturan Devisa Hasil Ekspor melalui Special Deposit Account (SDA)
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/roy)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular