
Gubernur The Fed Agak Melunak, Wall Street akan Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 November 2018 20:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka menguat pada perdagangan hari ini: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 33 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 3 dan 27 poin.
Dua kabar baik membuat Wall Street akan menghijau. Pertama, adanya secercah harapan bahwa the Federal Reserve tidak akan mengeksekusi rencana kenaikan suku bunga acuan pada penghujung tahun.
Ekspektasi ini datang pasca Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell mengatakan dalam sebuah acara di Dallas bahwa perekonomian global tidak bertumbuhan dengan laju yang sama pada tahun lalu.
Ia menambahkan bahwa laju pertumbuhan ekonomian global secara perlahan melambat namun itu bukan merupakan perlambatan yang parah.
Tetap saja, kata-kata Powell diartikan sebagai sinyal bahwa the Fed akan lebih berhati-hati dalam menormalisasi suku bunga acuan supaya tak semakin menyakiti laju ekonomi dunia.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 14 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps bulan Desember adalah sebesar 72,3%, lebih rendah dari posisi tanggal 13 November 2018 yang sebesar 75,8%.
Kabar baik yang kedua bagi Wall Street adalah harga minyak mentah dunia yang tak lagi tertekan signifikan. Pada hari Selasa (13/11/2018), Wall Street anjlok lantaran harga minyak jenis light sweet (WTI) kontrak pengiriman Desember 2018 anjlok sebesar 7,07% ke level US$ 55,69/barel, sementara harga minyak Brent kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok sebesar 6,63% ke level US$ 65,47/barel.
Sejatinya, koreksi harga minyak mentah dunia merupakan sesuatu yang positif bagi perekonomian dan bursa saham AS lantaran harga bahan bakar akan menjadi lebih murah, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa dipacu lebih kencang.
Namun jika kelewat dalam seperti yang terjadi pada hari Selasa, saham-saham emiten pertambangan minyak akan menjadi tidak diapresiasi oleh investor dan membebani Wall Street.
Pada hari ini, WTI melemah 0,18%, sementara brent menguat 0,53%.
Di sisi lain, risiko bagi Wall Street datang dari Inggris. Sehari pasca Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil mengamankan dukungan dari kabinetnya terkait dengan draf perceraian Inggris dan Uni Eropa (Brexit), Menteri Urusan Brexit Dominic Raab mengundurkan diri dari posisinya.
Dalam suratnya kepada May, Raab mengatakan bahwa dirinya tak dapat menerima draf Brexit setelah semua hal yang telah dijanjikan oleh Partai Konservatif dalam pemilihan umum pada tahun lalu.
Pada pukul 20:30 WIB, data pertumbuhan penjualan barang-barang ritel AS periode Oktober 2018 akan diumumkan, bersamaan dengan klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 10 November 2018.
Pada pukul 23:30 WIB, anggota FOMC Randal Quarles dijadwalkan berbicara mengenai pengawasan dan regulasi perbankan di hadapan Senate Banking Committee.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Jerome Powell, Kesabaran The Fed, & Semringahnya Wall Street
Dua kabar baik membuat Wall Street akan menghijau. Pertama, adanya secercah harapan bahwa the Federal Reserve tidak akan mengeksekusi rencana kenaikan suku bunga acuan pada penghujung tahun.
Ekspektasi ini datang pasca Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell mengatakan dalam sebuah acara di Dallas bahwa perekonomian global tidak bertumbuhan dengan laju yang sama pada tahun lalu.
Tetap saja, kata-kata Powell diartikan sebagai sinyal bahwa the Fed akan lebih berhati-hati dalam menormalisasi suku bunga acuan supaya tak semakin menyakiti laju ekonomi dunia.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 14 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps bulan Desember adalah sebesar 72,3%, lebih rendah dari posisi tanggal 13 November 2018 yang sebesar 75,8%.
Kabar baik yang kedua bagi Wall Street adalah harga minyak mentah dunia yang tak lagi tertekan signifikan. Pada hari Selasa (13/11/2018), Wall Street anjlok lantaran harga minyak jenis light sweet (WTI) kontrak pengiriman Desember 2018 anjlok sebesar 7,07% ke level US$ 55,69/barel, sementara harga minyak Brent kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok sebesar 6,63% ke level US$ 65,47/barel.
Sejatinya, koreksi harga minyak mentah dunia merupakan sesuatu yang positif bagi perekonomian dan bursa saham AS lantaran harga bahan bakar akan menjadi lebih murah, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa dipacu lebih kencang.
Namun jika kelewat dalam seperti yang terjadi pada hari Selasa, saham-saham emiten pertambangan minyak akan menjadi tidak diapresiasi oleh investor dan membebani Wall Street.
Pada hari ini, WTI melemah 0,18%, sementara brent menguat 0,53%.
Di sisi lain, risiko bagi Wall Street datang dari Inggris. Sehari pasca Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil mengamankan dukungan dari kabinetnya terkait dengan draf perceraian Inggris dan Uni Eropa (Brexit), Menteri Urusan Brexit Dominic Raab mengundurkan diri dari posisinya.
Dalam suratnya kepada May, Raab mengatakan bahwa dirinya tak dapat menerima draf Brexit setelah semua hal yang telah dijanjikan oleh Partai Konservatif dalam pemilihan umum pada tahun lalu.
Pada pukul 20:30 WIB, data pertumbuhan penjualan barang-barang ritel AS periode Oktober 2018 akan diumumkan, bersamaan dengan klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 10 November 2018.
Pada pukul 23:30 WIB, anggota FOMC Randal Quarles dijadwalkan berbicara mengenai pengawasan dan regulasi perbankan di hadapan Senate Banking Committee.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Jerome Powell, Kesabaran The Fed, & Semringahnya Wall Street
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular