
Kejutan dari BI Bawa IHSG Dekati 6.000
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 November 2018 16:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,66% pada perdagangan hari ini ke level 5.955,74.
IHSG tak menguat sendirian hari ini. Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Shanghai menguat 1,36%, indeks Hang Seng menguat 1,75%, indeks Strait Times menguat 0,28%, dan indeks Kospi menguat 0,97%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,56 triliun dengan volume sebanyak 11,44 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 424.165 kali.
Sejumlah sentimen positif memang mewarnai perdagangan hari ini.
Dari Benua Biru, pada dini hari tadi Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil mengamankan dukungan dari kabinetnya terkait dengan draf perceraian Inggris dan Uni Eropa (Brexit).
"Keputusan kolektif hari ini adalah kabinet menyepakati draft perjanjian pengunduran diri. Saya percaya dengan kepala dan hati saya bahwa keputusan ini adalah yang terbaik bagi kepentingan Inggris," kata PM May dalam pengumuman seusai rapat kabinet yang berlangsung selama 5 jam.
Salah satu poin penting dalam draf ini adalah disetujuinya masa transisi yang bisa diperpanjang paling lambat pada pertengahan 2020. Selama masa transisi berlaku, kerja sama yang selama ini berlaku antara Inggris dengan Uni Eropa seperti di bidang perdagangan dan imigrasi akan tetap dijalankan, memberikan kepastian bagi dunia usaha sembari menyiapkan diri untuk perceraian sesungguhnya nanti.
Kemudian, pernyataan Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell juga memberikan optimisme bagi investor untuk masuk ke bursa saham tanah air. Dalam sesi tanya jawab dalam sebuah acara di Dallas, Powell mengakui bahwa perekonomian global tidak bertumbuhan dengan laju yang sama pada tahun lalu. Ia menambahkan bahwa laju pertumbuhan ekonomian global secara perlahan melambat namun itu bukan merupakan perlambatan yang parah.
Tetap saja, kata-kata Powell diartikan sebagai sinyal bahwa the Fed mungkin tidak akan mengeksekusi rencana kenaikan suku bunga acuan pada penghujung tahun.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 14 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps bulan Desember adalah sebesar 72,3%, lebih rendah dari posisi tanggal 13 November 2018 yang sebesar 75,8%. Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) yang secara mengejutkan mengerek suku bunga acuan sebesar 25bps menjadi 6% ikut memotori penguatan IHSG. Keputusan ini mengejutkan lantaran konsensus yang dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.
Dari seluruh ekonom yang kami survei, tidak ada satu pun yang memperkirakan suku bunga acuan akan di utak-atik.
Sebelum BI mengumumkan keputusannya, IHSG diperdagangkan di level 5.927,29 ( 1,18% dibandingkan penutupan perdagangan hari Rabu, 14/11/2018), sebelum akhirnya melesat dan ditutup di level 5.955,74.
Respons pelaku pasar yang begitu positif terhadap keputusan ini di pasar mata uang membuat pasar saham kebagian berkahnya. Sebelum BI mengumumkan keputusannya, rupiah menguat sebesar 0,3% di pasar spot ke level Rp 14.740/dolar AS. Pada akhir perdagangan, penguatan rupiah membengkak menjadi 0,74% ke level Rp 14.675/dolar AS.
Sebelumnya, laju rupiah dibatasi oleh ketakutan mengenai membengkaknya defisit neraca berjalan/current account deficit (CAD) periode kuartal-IV 2018. Ketakutan ini datang dari defisit neraca dagang periode Oktober 2018 yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada sekitar pukul 11:25 WIB di angka US$ 1,82 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 62,5 juta.
Pada bulan September, neraca dagang Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$ 227 juta. Defisit bulan Oktober sekaligus menjadi yang terdalam sejak Juli 2017. Kala itu, defisit neraca dagang adalah sebesar US$ 2,01 miliar.
Sepanjang Oktober, ekspor tercatat tumbuh sebesar 3,59% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 1,4% YoY. Sementara itu, impor meroket 23,66%, mengalahkan konsensus yang sebesar 10% YoY.
Keputusan BI memberikan suntikan energi yang begitu besar bagi rupiah. Dengan dinaikannya suku bunga acuan, maka imbal hasil investasi pendapatan tetap di tanah air akan menjadi semakin kompetitif sehingga diharapkan bisa menarik aliran dana investor asing.
Pada akhirnya, defisit di pos transaksi berjalan akan bisa diimbangi oleh surplus di pos transaksi modal dan finansial.
Penguatan rupiah yang begitu pesat membuat saham-saham bank BUKU IV menjadi pilihan utama investor: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 3,86%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 2,8%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 1,79%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 1,76%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 0,52%.
Indeks sektor jasa keuangan melesat sebesar 1,56%, menjadikannya kontributor terbesar bagi penguatan IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Segenap Alasan BI Tahan Lagi Suku Bunga Acuan di Level 3,5%
IHSG tak menguat sendirian hari ini. Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Shanghai menguat 1,36%, indeks Hang Seng menguat 1,75%, indeks Strait Times menguat 0,28%, dan indeks Kospi menguat 0,97%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,56 triliun dengan volume sebanyak 11,44 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 424.165 kali.
"Keputusan kolektif hari ini adalah kabinet menyepakati draft perjanjian pengunduran diri. Saya percaya dengan kepala dan hati saya bahwa keputusan ini adalah yang terbaik bagi kepentingan Inggris," kata PM May dalam pengumuman seusai rapat kabinet yang berlangsung selama 5 jam.
Salah satu poin penting dalam draf ini adalah disetujuinya masa transisi yang bisa diperpanjang paling lambat pada pertengahan 2020. Selama masa transisi berlaku, kerja sama yang selama ini berlaku antara Inggris dengan Uni Eropa seperti di bidang perdagangan dan imigrasi akan tetap dijalankan, memberikan kepastian bagi dunia usaha sembari menyiapkan diri untuk perceraian sesungguhnya nanti.
Kemudian, pernyataan Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell juga memberikan optimisme bagi investor untuk masuk ke bursa saham tanah air. Dalam sesi tanya jawab dalam sebuah acara di Dallas, Powell mengakui bahwa perekonomian global tidak bertumbuhan dengan laju yang sama pada tahun lalu. Ia menambahkan bahwa laju pertumbuhan ekonomian global secara perlahan melambat namun itu bukan merupakan perlambatan yang parah.
Tetap saja, kata-kata Powell diartikan sebagai sinyal bahwa the Fed mungkin tidak akan mengeksekusi rencana kenaikan suku bunga acuan pada penghujung tahun.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 14 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps bulan Desember adalah sebesar 72,3%, lebih rendah dari posisi tanggal 13 November 2018 yang sebesar 75,8%. Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) yang secara mengejutkan mengerek suku bunga acuan sebesar 25bps menjadi 6% ikut memotori penguatan IHSG. Keputusan ini mengejutkan lantaran konsensus yang dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.
Dari seluruh ekonom yang kami survei, tidak ada satu pun yang memperkirakan suku bunga acuan akan di utak-atik.
Sebelum BI mengumumkan keputusannya, IHSG diperdagangkan di level 5.927,29 ( 1,18% dibandingkan penutupan perdagangan hari Rabu, 14/11/2018), sebelum akhirnya melesat dan ditutup di level 5.955,74.
Respons pelaku pasar yang begitu positif terhadap keputusan ini di pasar mata uang membuat pasar saham kebagian berkahnya. Sebelum BI mengumumkan keputusannya, rupiah menguat sebesar 0,3% di pasar spot ke level Rp 14.740/dolar AS. Pada akhir perdagangan, penguatan rupiah membengkak menjadi 0,74% ke level Rp 14.675/dolar AS.
Sebelumnya, laju rupiah dibatasi oleh ketakutan mengenai membengkaknya defisit neraca berjalan/current account deficit (CAD) periode kuartal-IV 2018. Ketakutan ini datang dari defisit neraca dagang periode Oktober 2018 yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada sekitar pukul 11:25 WIB di angka US$ 1,82 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 62,5 juta.
Pada bulan September, neraca dagang Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$ 227 juta. Defisit bulan Oktober sekaligus menjadi yang terdalam sejak Juli 2017. Kala itu, defisit neraca dagang adalah sebesar US$ 2,01 miliar.
Sepanjang Oktober, ekspor tercatat tumbuh sebesar 3,59% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 1,4% YoY. Sementara itu, impor meroket 23,66%, mengalahkan konsensus yang sebesar 10% YoY.
Keputusan BI memberikan suntikan energi yang begitu besar bagi rupiah. Dengan dinaikannya suku bunga acuan, maka imbal hasil investasi pendapatan tetap di tanah air akan menjadi semakin kompetitif sehingga diharapkan bisa menarik aliran dana investor asing.
Pada akhirnya, defisit di pos transaksi berjalan akan bisa diimbangi oleh surplus di pos transaksi modal dan finansial.
Penguatan rupiah yang begitu pesat membuat saham-saham bank BUKU IV menjadi pilihan utama investor: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 3,86%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 2,8%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 1,79%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 1,76%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 0,52%.
Indeks sektor jasa keuangan melesat sebesar 1,56%, menjadikannya kontributor terbesar bagi penguatan IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Segenap Alasan BI Tahan Lagi Suku Bunga Acuan di Level 3,5%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular