
Ikuti Jejak Wall Street, Bursa Saham Asia Ditutup Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 November 2018 17:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri hari di zona merah: indeks Nikkei anjlok 2,06%, indeks Strait Times turun 0,47%, dan indeks Kospi turun 0,44%.
Sell-off yang terjadi di Wall Street telah memberikan tekanan bagi bursa saham Benua Kuning. Pada dini hari tadi, indeks Dow Jones amblas 2,32%, S&P 500 jatuh 1,95%, dan Nasdaq Composite ambrol 2,78%.
Salah satu penyebab ambruknya Wall Street adalah dolar AS yang kelewat perkasa. Pada penutupan perdagangan kemarin (12/11/2018), indeks dolar AS menguat 0,66% ke level 97,542, dimana ini merupakan titik tertinggi sejak pertengahan 2017 silam.
Dolar AS mendapatkan suntikan tenaga dari perkembangan mengenai Brexit yang tak positif, serta prospek kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve pada bulan Desember.
Proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa kian rumit saja. Mengutip Sunday Times, 4 orang menteri di kabinet Perdana Menteri Theresa May dikabarkan siap mundur karena mendukung Inggris untuk tetap menjadi bagian Uni Eropa.
Akhir pekan lalu, Menteri Transportasi Jo Johnson yang merupakan adik kandung dari mantan Menteri Luar Negeri Boris Johnson sudah terlebih dulu mundur dari posisinya.
Lebih lanjut, Brussel juga disebut menolak proposal yang diajukan London mengenai kesepakatan sementara terkait wilayah kepabeanan di Pulau Irlandia. "Negosiasi secara intens terus dilakukan, tetapi isu wilayah kepabeanan di Irlandia belum menemui jalan keluar," kata Michael Barnier, Kepala Negosiator Uni Eropa untuk Brexit.
Dolar AS yang kelewat perkasa akan menyulitkan perusahaan-perusahaan di Negeri Paman Sam yang banyak mengekspor keluar negeri, sehingga profitabilitasnya menjadi dikhawatirkan.
Lebih lanjut, perang dagang dengan China belum menunjukkan tanda-tanda akan selesai pasca dialog tingkat tinggi antara AS dengan China terkait diplomasi dan pertahanan yang digelar menjelang akhir pekan lalu di Washington tak membuahkan hasil positif.
Pada hari ini, pertumbuhan penyaluran kredit per Oktober 2018 di China diumumkan sebesar 13,1% YoY, lebih rendah dibandingkan konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 13,3% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Meski Koreksi, IHSG Bukukan Kinerja Terbaik di Asia
Sell-off yang terjadi di Wall Street telah memberikan tekanan bagi bursa saham Benua Kuning. Pada dini hari tadi, indeks Dow Jones amblas 2,32%, S&P 500 jatuh 1,95%, dan Nasdaq Composite ambrol 2,78%.
Salah satu penyebab ambruknya Wall Street adalah dolar AS yang kelewat perkasa. Pada penutupan perdagangan kemarin (12/11/2018), indeks dolar AS menguat 0,66% ke level 97,542, dimana ini merupakan titik tertinggi sejak pertengahan 2017 silam.
Proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa kian rumit saja. Mengutip Sunday Times, 4 orang menteri di kabinet Perdana Menteri Theresa May dikabarkan siap mundur karena mendukung Inggris untuk tetap menjadi bagian Uni Eropa.
Akhir pekan lalu, Menteri Transportasi Jo Johnson yang merupakan adik kandung dari mantan Menteri Luar Negeri Boris Johnson sudah terlebih dulu mundur dari posisinya.
Lebih lanjut, Brussel juga disebut menolak proposal yang diajukan London mengenai kesepakatan sementara terkait wilayah kepabeanan di Pulau Irlandia. "Negosiasi secara intens terus dilakukan, tetapi isu wilayah kepabeanan di Irlandia belum menemui jalan keluar," kata Michael Barnier, Kepala Negosiator Uni Eropa untuk Brexit.
Dolar AS yang kelewat perkasa akan menyulitkan perusahaan-perusahaan di Negeri Paman Sam yang banyak mengekspor keluar negeri, sehingga profitabilitasnya menjadi dikhawatirkan.
Lebih lanjut, perang dagang dengan China belum menunjukkan tanda-tanda akan selesai pasca dialog tingkat tinggi antara AS dengan China terkait diplomasi dan pertahanan yang digelar menjelang akhir pekan lalu di Washington tak membuahkan hasil positif.
Pada hari ini, pertumbuhan penyaluran kredit per Oktober 2018 di China diumumkan sebesar 13,1% YoY, lebih rendah dibandingkan konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 13,3% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Meski Koreksi, IHSG Bukukan Kinerja Terbaik di Asia
Most Popular