Sektor Barang Konsumsi Melejit, IHSG Keluar dari Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 November 2018 12:43
Dolar AS mendapatkan suntikan tenaga dari perkembangan mengenai Brexit yang tak positif, serta prospek kenaikan suku bunga acuan The Fed.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,39%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengakhiri sesi I dengan menguat sebesar 0,69% ke level 5.817,09.

IHSG berhasil menghijau kala bursa saham utama kawasan Asia sedang tertekan: indeks Nikkei anjlok 2,39%, indeks Hang Seng turun 0,1%, indeks Strait Times turun 0,55%, dan indeks Kospi turun 0,86%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,22 triliun dengan volume sebanyak 4,73 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 227.072 kali.

Sell-off yang terjadi di Wall Street telah memberikan tekanan bagi bursa saham Benua Kuning. Pada dini hari tadi, indeks Dow Jones amblas 2,32%, S&P 500 jatuh 1,95%, dan Nasdaq Composite ambrol 2,78%.

Salah satu penyebab ambruknya Wall Street adalah dolar AS yang kelewat perkasa. Pada penutupan perdagangan kemarin (12/11/2018), indeks dolar AS menguat 0,66% ke level 97,542, dimana ini merupakan titik tertinggi sejak pertengahan 2017 silam.

Dolar AS mendapatkan suntikan tenaga dari perkembangan mengenai Brexit yang tak positif, serta prospek kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve pada bulan Desember.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 12 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps pada pertemuan bulan depan adalah sebesar 75,8%.

Dolar AS yang kelewat perkasa akan menyulitkan perusahaan-perusahaan di Negeri Paman Sam yang banyak mengekspor keluar negeri, sehingga profitabilitasnya menjadi dikhawatirkan.

Lebih lanjut, perang dagang dengan China belum menunjukkan tanda-tanda akan selesai pasca dialog tingkat tinggi antara AS dengan China terkait diplomasi dan pertahanan yang digelar menjelang akhir pekan lalu di Washington tak membuahkan hasil positif.

Dari dalam negeri, melejitnya sektor barang konsumsi (+1,4%) berhasil membuat IHSG mengakhiri sesi 1 di zona hijau. Sektor barang konsumsi melejit seiring dengan kuatnya aksi beli pada 3 saham yakni PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,21%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,11%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1.59%).

Investor memburu ketiga saham tersebut lantaran harganya sudah jatuh dalam terhitung sejak perdagangan hari Jumat (9/11/2018). Anjloknya harga ketiga saham terjadi seiring dengan rencana Bursa Efek Indonesia (BEI) yang akan mengubah metode penghitungan bobot saham-saham penghuni 2 indeks penting yakni LQ45 dan IDX30.

Mulai Februari 2019, BEI akan menggunakan metode free float adjusted index untuk menentukan bobot dari setiap saham penghuni indeks LQ45 dan IDX30, dari yang sebelumnya menggunakan metode capitalization-weighted index. Definisi yang digunakan BEI terkait dengan free float adalah total saham scriptless yang dimiliki oleh investor dengan kepemilikan kurang dari 5%.

HMSP, GGRM, dan UNVR merupakan 3 saham yang terimbas secara signifikan dari implementasi aturan ini nantinya. Saat ini, HMSP memiliki bobot sebesar 11,12% dalam indeks IDX30. Nantinya, bobot HMSP akan anjlok menjadi hanya 2,36%. Bobot dari GGRM akan turun menjadi 1,75%, dari yang sebelumnya 3,56%. Sementara itu, saat ini UNVR memiliki bobot sebesar 8,45% dalam indeks IDX30. Nantinya, bobot UNVR akan anjlok menjadi hanya 3,43%.

Khusus untuk saham UNVR dan GGRM, investor asing terpantau melakukan akumulasi atas kedua saham ini. Saham UNVR dibeli bersih investor asing senilai Rp 12,3 miliar, sementara GGRM dibeli bersih senilai Rp 5,1 miliar.

Aksi beli pada saham HMSP, GGRM, dan UNVR pada akhirnya memberikan kepercayaan diri bagi investor untuk masuk ke saham-saham sektor lainnya. Padahal, pergerakan rupiah sedang tak mendukung.

Hingga siang hari, rupiah melemah 0,44% di pasar spot ke level Rp 14.875/dolar AS. Rupiah melemah kala indeks dolar AS sedang terkoreksi sebesar 0,06%. Pelaku pasar nampak 'menghukum' rupiah seiring dengan makin dalamnya defisit neraca pembayaran dan transaksi berjalan (current account) periode kuartal-III 2018.

Pada hari Jumat pasca perdagangan di bursa saham ditutup, Bank Indonesia (BI) mengumumkan NPI kuartal III-2018 mengalami defisit sebesar US$ 4,39 miliar, lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang juga sebesar US$ 4,31 miliar. Pencapaian kuartal III-2018 merupakan yang terparah sejak kuartal III-2015.

Pos transaksi berjalan membukukan defisit senilai US$ 8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular