
Rupiah Terlemah Kedua di Asia, dengan Catatan...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 November 2018 08:38

Dolar AS tidak hanya perkasa di Asia, tetapi penguatannya sudah mengglobal. Pada pukul 08:23 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,04%.
Melihat yen yang juga menguat, sepertinya investor memang sedang memilih bermain aman. Aset-aset berisiko mengalami tekanan jual dan aliran dana mengarah ke safe haven, dalam hal ini dolar AS dan yen Jepang.
Tidak hanya mata uang negara-negara berkembang Asia, instrumen berisiko seperti saham pun ramai-ramai dilepas. Bursa saham Asia menjelma menjadi lautan merah, seperti Wall Street yang dini hari tadi waktu Indonesia anjlok cukup dalam. Pada pukul 08:26 WIB, Indeks Nikkei 225 amblas 3,43%, Kospi jatuh 1,92%, Straits Times ambrol 1,14%, dan KLCI (Malaysia) turun 0,67%.
Kemungkinan pelaku pasar melihat ada risiko besar di Eropa. Pertama, lagi-lagi proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) menemui hambatan.
Mengutip Sunday Times, 4 orang menteri di kabinet Perdana Menteri Theresa May dikabarkan siap mundur karena mendukung Inggris untuk tetap menjadi bagian Uni Eropa. Akhir pekan lalu, Wakil Menteri Transportasi Jo Johnson sudah mundur dan kabarnya menteri-menteri lain siap menyusul.
Tidak hanya itu, Brussel juga disebut menolak proposal yang diajukan London terkait kesepakatan sementara terkait wilayah kepabeanan di Pulau Irlandia. "Negosiasi secara intens terus dilakukan, tetapi isu wilayah kepabeanan di Irlandia belum menemui jalan keluar," kata Michael Barnier, Kepala Negosiator Uni Eropa untuk Brexit, dikutip dari Reuters.
Di Italia, drama rencana anggaran negara 2019 masih menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Uni Eropa sudah menolak rencana anggaran tersebut dan memberi waktu kepada Italia untuk merevisi sampai Selasa waktu setempat.
Uni Eropa juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Pizza. Untuk 2019, Uni Eropa memperkirakan ekonomi Italia tumbuh 1,1%. Lebih rendah ketimbang proyeksi pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte di 1,2%.
Ketidakpastian soal Brexit dan fiskal Italia membuat investor menghindari risiko. Bermain aman menjadi pilihan utama dan dolar AS pun menjadi pilihan pertama. Akibatnya, rupiah dan mata uang Asia pun tidak berdaya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Melihat yen yang juga menguat, sepertinya investor memang sedang memilih bermain aman. Aset-aset berisiko mengalami tekanan jual dan aliran dana mengarah ke safe haven, dalam hal ini dolar AS dan yen Jepang.
Tidak hanya mata uang negara-negara berkembang Asia, instrumen berisiko seperti saham pun ramai-ramai dilepas. Bursa saham Asia menjelma menjadi lautan merah, seperti Wall Street yang dini hari tadi waktu Indonesia anjlok cukup dalam. Pada pukul 08:26 WIB, Indeks Nikkei 225 amblas 3,43%, Kospi jatuh 1,92%, Straits Times ambrol 1,14%, dan KLCI (Malaysia) turun 0,67%.
Kemungkinan pelaku pasar melihat ada risiko besar di Eropa. Pertama, lagi-lagi proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) menemui hambatan.
Mengutip Sunday Times, 4 orang menteri di kabinet Perdana Menteri Theresa May dikabarkan siap mundur karena mendukung Inggris untuk tetap menjadi bagian Uni Eropa. Akhir pekan lalu, Wakil Menteri Transportasi Jo Johnson sudah mundur dan kabarnya menteri-menteri lain siap menyusul.
Tidak hanya itu, Brussel juga disebut menolak proposal yang diajukan London terkait kesepakatan sementara terkait wilayah kepabeanan di Pulau Irlandia. "Negosiasi secara intens terus dilakukan, tetapi isu wilayah kepabeanan di Irlandia belum menemui jalan keluar," kata Michael Barnier, Kepala Negosiator Uni Eropa untuk Brexit, dikutip dari Reuters.
Di Italia, drama rencana anggaran negara 2019 masih menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Uni Eropa sudah menolak rencana anggaran tersebut dan memberi waktu kepada Italia untuk merevisi sampai Selasa waktu setempat.
Uni Eropa juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Pizza. Untuk 2019, Uni Eropa memperkirakan ekonomi Italia tumbuh 1,1%. Lebih rendah ketimbang proyeksi pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte di 1,2%.
Ketidakpastian soal Brexit dan fiskal Italia membuat investor menghindari risiko. Bermain aman menjadi pilihan utama dan dolar AS pun menjadi pilihan pertama. Akibatnya, rupiah dan mata uang Asia pun tidak berdaya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Neraca Pembayaran Masih Hantui Rupiah
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular