Bursa Saham Asia Balik Arah, IHSG Tetap di Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 November 2018 12:35
IHSG ditutup melemah 0,82% pada sesi 1 ke level 5.826,21.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,14%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri sesi 1 dengan memperlebar pelemahannya menjadi 0,82% ke level 5.826,21. Pelemahan IHSG berbanding terbalik dengan performa bursa saham utama kawasan Asia yang diperdagangkan menguat: indeks Nikkei naik 0,16%, indeks Shanghai naik 0,67%, dan indeks Hang Seng naik 0,31%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,16 triliun dengan volume sebanyak 4,56 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 181.208 kali.

Pada pagi hari, bursa saham Benua Kuning sejatinya dibuka melemah, sebelum kemudian berbalik arah. Pelemahan bursa saham Asia diakibatkan oleh tak positifnya dialog tingkat tinggi antara AS dengan China terkait diplomasi dan pertahanan di Washington yang digelar menjelang akhir pekan lalu.

Delegasi AS dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Pertahanan Jim Mattis, sementara delegasi China dipimpin oleh anggota politburo Yang Jiechi dan Menteri Pertahanan Wei Fenghe.

Dalam pertemuan ini, Pompeo dan Mattis mengingatkan adanya kekhawtiran mengenai upaya-upaya China untuk memiliki pengaruh di perbatasan-perbatasannya. Keduanya juga mengungkapkan kekhawatiran terkait kepatuhan China dalam memenuhi kewajiban internasional serta komitmen dalam hal hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Xinjiang Uygur, sebuah wilayah otonom di Barat Laut China.

Perselisihan kedua negara juga nampak jelas dalam konferensi pers terkait dengan permasalahaan Laut China Selatan, dimana AS dan China menyuarakan pandangan yang berbeda terkait freedom of navigation and militarisation.

Ada 2 hal yang membuat bursa saham Asia balik arah. Pertama, aura positif dari Amerika Serikat (AS). Hingga siang hari, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 85 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 10 dan 39 poin.

Wall Street akan menguat pasca mengalami tekanan jual yang cukup besar pada hari Jumat (9/11/2018). Kala itu, indeks Dow Jones melemah 0,77%, S&P 500 terkoreksi 0,92%, dan Nasdaq anjlok 1,65%.

Kemudian, minggu ini sejatinya merupakan minggu yang perlu optimisme terkait dengan perdagangan. Kemarin (11/11/2018), Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN resmi digelar di Singapura dan akan berlangsung hingga 15 November. Namun, puncak pertemuan acara itu baru akan terjadi pada tanggal 13-15 November, seperti dikutip dari Bloomberg.

Wakil Presiden AS Mike Pence, Presiden Russia Vladimir Putin, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in merupakan pimpinan negara-negara besar yang ikut hadir dalam KTT ASEAN di Singapura.

Pasca gelaran KTT ASEAN di Singapura, para pimpinan negara akan menghadiri pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Papua New Guinea pada 17-18 November. Presiden China Xi Jinping akan ikut hadir dalam pertemuan ini.

Perkembangan mengenai Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) akan dicermati oleh pelaku pasar. Sebagai infromasi, RCEP merupakan perjanjian dagang yang melibatkan 16 negara Asia-Pasifik dengan China sebagai poros utamanya. Negosiasi terkait kesepakatan dagang ini sudah dimulai sejak 2013 silam. China ingin negosiasi selesai pada tahun ini, namun penolakan dari India membuatnya sulit untuk tercapai hingga kini.

Dari dalam negeri, pelemahan rupiah yang cukup signifikan membuat IHSG tak bisa memanfaatkan momentum yang ada. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,48% di pasar spot ke level Rp 14.750/dolar AS.

Pelaku pasar menghukum rupiah seiring dengan makin dalamnya defisit neraca pembayaran dan transaksi berjalan (current account) periode kuartal-III 2018. Pada hari Jumat pasca perdagangan di bursa saham ditutup, Bank Indonesia (BI) mengumumkan NPI kuartal III-2018 mengalami defisit sebesar US$ 4,39 miliar, lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang juga sebesar US$ 4,31 miliar. Pencapaian kuartal III-2018 merupakan yang terparah sejak kuartal III-2015.

Pos transaksi berjalan membukukan defisit senilai US$ 8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014.

Pos transaksi berjalan sangatlah penting bagi pelaku pasar modal, bahkan bisa dibilang lebih penting dari NPI itu sendiri. Pasalnya, pos transaksi berjalan menggambarkan arus devisa dari perdagangan barang dan jasa yang lebih mampu menopang nilai tukar rupiah dalam jangka panjang karena tidak mudah berubah seperti arus modal portofolio.

Seiring dengan pelemahan rupiah, saham-saham bank BUKU IV dilepas oleh investor: PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) anjlok 4,06%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) anjlok 2,77%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) terpangkas 1,11%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terkoreksi 0,9%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 0,31%.

Indeks sektor jasa keuangan terkoreksi 1,19%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular