
Saudi Pangkas Pasokan, Harga Minyak Naik 1% di Awal Pekan!
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 November 2018 11:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari Senin (12/11/2018) hingga pukul 11.04 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 naik 1,28% ke level US$ 71,08/barel. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desember 2018 menguat 1,05% ke level US$ 60,82/barel.
Dengan pergerakan itu, harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) memutus pelemahan 10 hari berturut-turut, yang merupakan reli pelemahan harian terpanjang sejak tahun 1984. Harga light sweet juga bangkit dari level terendahnya dalam 8 bulan terakhir, atau sejak awal Maret 2018.
Sementara, harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga pulih dari level terburuknya sejak awal April 2018, atau dalam 7 bulan terakhir.
Adapun, dalam sepekan terakhir, harga light sweet amblas 4,67% secara point-to-point, sedangkan harga brent ambrol 3,64%. Pelemahan mingguan ini menjadi yang ke-4 secara berturut-turut, atau sejak sepekan yang berakhir tanggal 12 Oktober 2018.
BACA: Turun 10 Hari Beruntun, Harga Minyak Amblas 5% Pekan Lalu
Sentimen yang menyokong bangkitnya harga sang emas hitam datang dari Arab Saudi yang akan melakukan pemangkasan pasokan di Desember.
Pekan lalu harga minyak tertekan oleh sejumlah indikator yang menunjukkan kondisi oversupply pasar minyak global. AS, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), dan Rusia sama-sama kompak menunjukkan peningkatan produksi minyak mentahnya pada Oktober 2018.
Kemudian, sanksi AS terhadap Iran justru disangsikan akan berdampak signifikan, pasca pihak AS memberikan keringanan pada 8 negara importir utama untuk tetap bisa membeli minyak dari Negeri Persia. Artinya, disrupsi pasokan yang sebelumnya dikhawatirkan, nampaknya tidak akan menjadi kenyataan.
Saat pasokan membanjir, permintaan komoditas minyak malah diekspektasikan melambat. Pelemahan nilai tukar telah memberikan tekanan bagi pertumbuhan ekonomi Asia, termasuk India dan Indonesia.
Belum lagi, perang dagang AS-China masih mengancam pertumbuhan ekonomi Negeri Panda, termasuk mitra dagang utamanya seperti Korea Selatan dan Jepang. Hal ini lantas berhasil mendorong harga minyak terjun bebas pekan lalu.
Meski demikian, hari ini harga minyak mendapatkan energi dari Arab Saudi yang berencana untuk memangkas pasokan minyak dunia sebesar 0,5 juta barel/hari di Desember, seperti diucapkan Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih pada Ahad kemarin.
Seperti dilansir dari Reuters, al-Falih menyatakan bahwa alasannya adalah permintaan pelanggan Saudi Aramco yang akan turun 500.000 barel/hari pada Desember (secara bulanan), akibat permintaan musiman yang memang menurun.
"Saya akan memberitahu anda sebagian berita bahwa nominasi (permintaan Saudi Aramco) Desember adalah 500.000 barel lebih sedikir dibandingkan November. Sehingga, kita akan melihat tapering off (pengurangan stimulus/pasokan) pad akhir tahun, sebagai bagian dari perawatan {...] sehingga kita akan mengirim (minyak) lebih sedikit di Desember dibandingkan dengan November," ucap al-Falih pada pertemuan OPEC kemarin, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, Arab Saudi disebut tengah membahas pengurangan produksi minyak sebanyak 1 juta barel/hari bersama dengan OPEC dan negara aliansi non-OPEC (termasuk Rusia). Hal itu disampaikan oleh dua sumber Reuters yang mengetahui diskusi itu pada Ahad (11/11/2018).
"Ada diskusi tentang ini. Tapi pertanyaannya, berapa banyak yang dibutuhkan untuk mengurangi pasokan di pasar," kata sumber tersebut. Pembicaraan itu belum selesai karena masih menunggu realisasi pengurangan ekspor minyak Iran.
Arab Saudi adalah eksportir utama dunia, sehingga adanya sentimen pengurangan pasokan dari Negeri Padang Pasir tentunya akan mengurangi kekhawatiran investor terkait kondisi pasar minyak global yang cenderung oversupply. Alhasil, harga minyak pun akhirnya terkerek naik di awal pekan ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Dengan pergerakan itu, harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) memutus pelemahan 10 hari berturut-turut, yang merupakan reli pelemahan harian terpanjang sejak tahun 1984. Harga light sweet juga bangkit dari level terendahnya dalam 8 bulan terakhir, atau sejak awal Maret 2018.
Sementara, harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga pulih dari level terburuknya sejak awal April 2018, atau dalam 7 bulan terakhir.
BACA: Turun 10 Hari Beruntun, Harga Minyak Amblas 5% Pekan Lalu
Sentimen yang menyokong bangkitnya harga sang emas hitam datang dari Arab Saudi yang akan melakukan pemangkasan pasokan di Desember.
Pekan lalu harga minyak tertekan oleh sejumlah indikator yang menunjukkan kondisi oversupply pasar minyak global. AS, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), dan Rusia sama-sama kompak menunjukkan peningkatan produksi minyak mentahnya pada Oktober 2018.
Kemudian, sanksi AS terhadap Iran justru disangsikan akan berdampak signifikan, pasca pihak AS memberikan keringanan pada 8 negara importir utama untuk tetap bisa membeli minyak dari Negeri Persia. Artinya, disrupsi pasokan yang sebelumnya dikhawatirkan, nampaknya tidak akan menjadi kenyataan.
Saat pasokan membanjir, permintaan komoditas minyak malah diekspektasikan melambat. Pelemahan nilai tukar telah memberikan tekanan bagi pertumbuhan ekonomi Asia, termasuk India dan Indonesia.
Belum lagi, perang dagang AS-China masih mengancam pertumbuhan ekonomi Negeri Panda, termasuk mitra dagang utamanya seperti Korea Selatan dan Jepang. Hal ini lantas berhasil mendorong harga minyak terjun bebas pekan lalu.
Meski demikian, hari ini harga minyak mendapatkan energi dari Arab Saudi yang berencana untuk memangkas pasokan minyak dunia sebesar 0,5 juta barel/hari di Desember, seperti diucapkan Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih pada Ahad kemarin.
Seperti dilansir dari Reuters, al-Falih menyatakan bahwa alasannya adalah permintaan pelanggan Saudi Aramco yang akan turun 500.000 barel/hari pada Desember (secara bulanan), akibat permintaan musiman yang memang menurun.
"Saya akan memberitahu anda sebagian berita bahwa nominasi (permintaan Saudi Aramco) Desember adalah 500.000 barel lebih sedikir dibandingkan November. Sehingga, kita akan melihat tapering off (pengurangan stimulus/pasokan) pad akhir tahun, sebagai bagian dari perawatan {...] sehingga kita akan mengirim (minyak) lebih sedikit di Desember dibandingkan dengan November," ucap al-Falih pada pertemuan OPEC kemarin, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, Arab Saudi disebut tengah membahas pengurangan produksi minyak sebanyak 1 juta barel/hari bersama dengan OPEC dan negara aliansi non-OPEC (termasuk Rusia). Hal itu disampaikan oleh dua sumber Reuters yang mengetahui diskusi itu pada Ahad (11/11/2018).
"Ada diskusi tentang ini. Tapi pertanyaannya, berapa banyak yang dibutuhkan untuk mengurangi pasokan di pasar," kata sumber tersebut. Pembicaraan itu belum selesai karena masih menunggu realisasi pengurangan ekspor minyak Iran.
Arab Saudi adalah eksportir utama dunia, sehingga adanya sentimen pengurangan pasokan dari Negeri Padang Pasir tentunya akan mengurangi kekhawatiran investor terkait kondisi pasar minyak global yang cenderung oversupply. Alhasil, harga minyak pun akhirnya terkerek naik di awal pekan ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular