
Menteri Bambang: Sejak Awal 2018 Rupiah Memang Menderita
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
12 November 2018 11:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun ini menggilas habis nilai tukar rupiah. Secara year to date atau sejak awal tahun hingga saat ini, mata uang Garuda melemah 8,59% terhadap dolar Paman Sam.
Pelemahan rupiah, tak lepas dari likuiditas global yang mengetat sejalan dengan keputusan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang mengerek bunga acuannya secara bertahap.
Meski demikian, rupiah bukan satu-satunya mata uang yang mengalami depresiasi. Sejumlah mata uang negara berkembang lainnya, pun merasakan penderitaan serupa.
Hal ini dikemukakan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro dalam keynote speech International Seminar "Election Year, A New Era of Indonesia's Economic Triump" di Universitas Indonesia.
Keynote speech tersebut dibacakan oleh Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Bambang Priambodo, Senin (12/11/2018).
"Mayoritas negara berkembang mengalami penderitaan dari depresiasi yang terjadi sejak awal 2018 yang terlihat dari exchange rate sejumlah negara, termasuk rupiah," kata Bambang.
Bambang tak memungkiri, kenaikan suku bunga Fed sepanjang tahun ini telah membuat arus modal dari sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia kembali ke negeri Paman Sam.
Belum lagi, ditambah dengan berbagai ketidakpastian seperti gejolak perang dagang yang membuat sejumlah institusi internasional memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia.
"Dalam kajian Oxford, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS dan China, dua negara dengan perekonomian terbesar, akan sedikit turun karena perang dagang," jelas Bambang.
(dru) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Pelemahan rupiah, tak lepas dari likuiditas global yang mengetat sejalan dengan keputusan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang mengerek bunga acuannya secara bertahap.
Meski demikian, rupiah bukan satu-satunya mata uang yang mengalami depresiasi. Sejumlah mata uang negara berkembang lainnya, pun merasakan penderitaan serupa.
![]() |
Hal ini dikemukakan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro dalam keynote speech International Seminar "Election Year, A New Era of Indonesia's Economic Triump" di Universitas Indonesia.
Keynote speech tersebut dibacakan oleh Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Bambang Priambodo, Senin (12/11/2018).
"Mayoritas negara berkembang mengalami penderitaan dari depresiasi yang terjadi sejak awal 2018 yang terlihat dari exchange rate sejumlah negara, termasuk rupiah," kata Bambang.
Bambang tak memungkiri, kenaikan suku bunga Fed sepanjang tahun ini telah membuat arus modal dari sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia kembali ke negeri Paman Sam.
Belum lagi, ditambah dengan berbagai ketidakpastian seperti gejolak perang dagang yang membuat sejumlah institusi internasional memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia.
"Dalam kajian Oxford, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS dan China, dua negara dengan perekonomian terbesar, akan sedikit turun karena perang dagang," jelas Bambang.
(dru) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Most Popular