
IHSG Siap Catatkan Rentetan Penguatan Terpanjang Sejak Juli
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 November 2018 11:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Performa bursa saham tanah air belakangan ini patut diacungi jempol. Pasca menguat selama 7 hari berturut-turut (30 Oktober-7 November 2018), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum menunjukkan sinyal-sinyal pelemahan. Hingga berita ini diturunkan, IHSG menguat sebesar 0,52% ke level 5.970,75.
Jika bertahan hingga akhir sesi 2, maka IHSG akan membukukan penguatan selama 8 hari berturut-turut, menjadikannya rentetan penguatan terpanjang yang pernah terjadi sejak Juli 2018. Pada 20-30 Juli 2018 (7 hari perdagangan), IHSG membukukan penguatan sebesar 2,67%. Sementara sepanjang 30 Oktober-7 November 2018, penguatan IHSG terctatat sebesar 3,22%.
Melihat pergerakan hingga 1 jam menjelang akhir sesi 1, nampaknya peluang bagi IHSG untuk membukukan penguatan selama 8 hari berturut-turut terbuka lebar. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG tak pernah jatuh ke zona merah. Bahkan, titik tertinggi IHSG pada perdagangan hari ini sangat dekat dengan level psikologis 6.000 yakni 5.996,84.
Sentimen dari dalam dan luar negeri memang mendukung bagi IHSG untuk menghijau. Dari dalam negeri, sentimen positif datang dari rilis angka cadangan devisa oleh Bank Indonesia (BI). Kemarin sore (7/11/2018), BI mengumumkan cadangan devisa per akhir Oktober 2018 sebesar US$ 115,16 miliar, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 114,85 miliar.
Naiknya cadangan devisa akan memberikan amunisi tambahan bagi bank sentral untuk menetralisir tekanan terhadap rupiah jika diperlukan nantinya.
Walaupun pada hari ini rupiah melemah sebesar 0,34% di pasar spot ke level Rp 14.625/dolar AS, hal tersebut nampaknya lebih merupakan aksi ambil untung oleh pelaku pasar, mengingat rupiah sudah menguat signifikan sebesar 2,67% dalam 2 hari terakhir.
Dari sisi eksternal, hasil midterm elections di AS memberikan suntikan energi bagi bursa saham Benua Kuning, termasuk Indonesia. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei menguat 1,99%, indeks Shanghai menguat 0,61%, indeks Hang Seng menguat 0,96%, indeks Strait Times naik 0,92%, dan indeks Kospi naik 1,46%.
Kini, posisi mayoritas di House of Representatives dipegang oleh Democratic setelah sebelumnya dipegang oleh Republican, sementara Republican mempertahankan posisi mayoritasnya di Senate.
Dengan House of Representatives dikuasai oleh Democratic, sebenarnya kebijakan-kebijakan pro pertumbuhan ekonomi seperti pemotongan tingkat pajak dan peningkatan anggaran belanja infrastruktur akan menjadi sulit untuk diloloskan. Jika diloloskan pun, pastinya sudah melalui 'penyaringan' dari Democratic yang membuatnya menjadi tak begitu ekspansif.
Namun di sisi lain, ada peluang, walaupun tak besar, bahwa Presiden AS Donald Trump akan mencabut bea masuk yang telah menyulut perang dagang dengan China. Hal ini bisa dilakukan Trump guna mengompensasi tidak digolkannya kebijakan-kebijakan pro pertumbuhan ekonomi di Kongres.
Kemudian secara historis, kala tahta kepresidenan ditempati oleh seorang Republican seperti saat ini, pasar saham biasanya memang menunjukkan performa yang baik ketika Kongres terpecah.
"Di bawah kepemimpinan presiden Republican, Kongres yang terpecah merupakan skenario yang terbaik, menghasilkan 12% rata-rata imbal hasil tahunan untuk indeks S&P 500," papar Ekonom Bank of America Merill Lynch Jospeh Song, seperti dikutip dari CNBC International.
Berbicara mengenai perang dagang, data ekspor-impor China periode Oktober 2018 semacam menyangkal bahwa panasnya tensi antara Beijing-Washington telah membebani perekonomian Negeri Panda.
Sepanjang bulan lalu, ekspor China tumbuh sebesar 15,6% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 11% YoY, seperti dilansir dari CNBC International. Sementara itu, impor tumbuh sebesar 21,4% YoY, juga mengalahkan konsensus yang sebesar 14% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah
Jika bertahan hingga akhir sesi 2, maka IHSG akan membukukan penguatan selama 8 hari berturut-turut, menjadikannya rentetan penguatan terpanjang yang pernah terjadi sejak Juli 2018. Pada 20-30 Juli 2018 (7 hari perdagangan), IHSG membukukan penguatan sebesar 2,67%. Sementara sepanjang 30 Oktober-7 November 2018, penguatan IHSG terctatat sebesar 3,22%.
Melihat pergerakan hingga 1 jam menjelang akhir sesi 1, nampaknya peluang bagi IHSG untuk membukukan penguatan selama 8 hari berturut-turut terbuka lebar. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG tak pernah jatuh ke zona merah. Bahkan, titik tertinggi IHSG pada perdagangan hari ini sangat dekat dengan level psikologis 6.000 yakni 5.996,84.
Naiknya cadangan devisa akan memberikan amunisi tambahan bagi bank sentral untuk menetralisir tekanan terhadap rupiah jika diperlukan nantinya.
Walaupun pada hari ini rupiah melemah sebesar 0,34% di pasar spot ke level Rp 14.625/dolar AS, hal tersebut nampaknya lebih merupakan aksi ambil untung oleh pelaku pasar, mengingat rupiah sudah menguat signifikan sebesar 2,67% dalam 2 hari terakhir.
Dari sisi eksternal, hasil midterm elections di AS memberikan suntikan energi bagi bursa saham Benua Kuning, termasuk Indonesia. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei menguat 1,99%, indeks Shanghai menguat 0,61%, indeks Hang Seng menguat 0,96%, indeks Strait Times naik 0,92%, dan indeks Kospi naik 1,46%.
Kini, posisi mayoritas di House of Representatives dipegang oleh Democratic setelah sebelumnya dipegang oleh Republican, sementara Republican mempertahankan posisi mayoritasnya di Senate.
Dengan House of Representatives dikuasai oleh Democratic, sebenarnya kebijakan-kebijakan pro pertumbuhan ekonomi seperti pemotongan tingkat pajak dan peningkatan anggaran belanja infrastruktur akan menjadi sulit untuk diloloskan. Jika diloloskan pun, pastinya sudah melalui 'penyaringan' dari Democratic yang membuatnya menjadi tak begitu ekspansif.
Namun di sisi lain, ada peluang, walaupun tak besar, bahwa Presiden AS Donald Trump akan mencabut bea masuk yang telah menyulut perang dagang dengan China. Hal ini bisa dilakukan Trump guna mengompensasi tidak digolkannya kebijakan-kebijakan pro pertumbuhan ekonomi di Kongres.
Kemudian secara historis, kala tahta kepresidenan ditempati oleh seorang Republican seperti saat ini, pasar saham biasanya memang menunjukkan performa yang baik ketika Kongres terpecah.
"Di bawah kepemimpinan presiden Republican, Kongres yang terpecah merupakan skenario yang terbaik, menghasilkan 12% rata-rata imbal hasil tahunan untuk indeks S&P 500," papar Ekonom Bank of America Merill Lynch Jospeh Song, seperti dikutip dari CNBC International.
Berbicara mengenai perang dagang, data ekspor-impor China periode Oktober 2018 semacam menyangkal bahwa panasnya tensi antara Beijing-Washington telah membebani perekonomian Negeri Panda.
Sepanjang bulan lalu, ekspor China tumbuh sebesar 15,6% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 11% YoY, seperti dilansir dari CNBC International. Sementara itu, impor tumbuh sebesar 21,4% YoY, juga mengalahkan konsensus yang sebesar 14% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah
Most Popular