Rupiah, dari Raja Menjadi Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 November 2018 09:36
Profit Taking Bebani Rupiah
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Pelemahan hari ini agak termaklumkan, karena rupiah memang menguat tajam terutama dalam 2 hari terakhir. Kemarin rupiah ditutup melesat 1,52% di hadapan dolar AS sementara sehari sebelumnya menguat 1,17%. 

Pada satu titik, sebagian pemilik modal akan merasa keuntungan yang didapat sudah cukup besar. Agar tidak 'kebakaran', bisa jadi mereka akan segera mencairkan keuntungan tersebut. Akibatnya adalah rupiah akan mengalami tekanan jual sehingga koreksi akan sulit dihindari. 

Apalagi besok akan ada rilis data Neraca Pembayaran (NPI) yang terdiri dari transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial. Kemungkinan NPI dan transaksi berjalan kuartal III-2018 masih akan membukukan defisit, bahkan bisa jadi lebih dalam ketimbang kuartal II-2018.

Ini menggambarkan pasokan valas di perekonomian dalam negeri sebenarnya masih seret. Utamanya pasokan dari ekspor-impor barang dan jasa yang dicerminkan dari transaksi berjalan, nilainya terus-menerus minus. Tentu akan menjadi sentimen negatif buat rupiah.

Oleh karena itu, ada kemungkinan sebagian investor akan melepas rupiah sebelum pengumuman data NPI. Sepertinya momentum pelepasan itu terjadi hari ini.  

Sedangkan dari faktor eksternal, dolar AS memang kembali perkasa setelah nyungsep sejak awal pekan. Pada pukul 09:28 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,18%. 

Investor saat ini fokus menantikan rapat komite pengambil keputusan di The Federal Reserve/The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) yang hasilnya akan diumumkan pada 9 November dini hari waktu Indonesia. Pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan kolega masih akan menahan suku bunga acuan di 2-2,25%, dengan probabilitas mencapai 92,8% menurut CME Fedwatch. 

Pelaku pasar akan mencari petunjuk soal arah kebijakan moneter AS ke depan. Apabila masih ada sinyal mengenai kenaikan Federal Funds Rate pada Desember, apalagi kalau sinyalnya kian kuat, maka dolar AS bisa bangkit dari keterpurukan. 

Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi di AS, terutama untuk instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Ini akan membuat permintaan terhadap dolar AS akan meningkat dan nilainya menguat.  

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular